Dahnil Anzar : Ahok Ini Merupakan Ancaman Keberagaman

by
Dahnil Anzar Simanjuntak. Foto : sangpencerah.id

Wartapilihan.com – Kandidat Doktor Universitas Diponegoro Semarang ini, kuat nyalinya. Dahnil bersahabat baik dengan Novel Baswedan, penyidik senior KPK yang baru-baru ini disiram air panas oleh `musuh` yang disidiknya. Begitu Novel kena musibah, Dahnil langsung membuat pernyataan di twitternya tentang kehebatan Novel Baswedan. “Benteng keberaniannya adalah tauhid,” terang Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah ini.

Laki-laki kelahiran Aceh 10 April 1982 ini juga bernyali ketika Siyono ditembak mati Densus 88 tanpa alasan yang jelas. Bersama seniornya di Muhammadiyah, Busyro Muqoddas ia bahu membahu mengungkap `kesalahan Densus` menembak mati pemuda Islam Siyono.

Wartawan Warta Pilihan menemui Dahnil Anzar Simanjuntak kemarin (14/4) di tengah-tengah kesibukannya apel siaga dengan Kokam (Komando Kesiapan Angkatan Muda Muhammadiyah) di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng Jakarta. Berikut kutipan wawancaranya :

Bagaimana peran Kokam mendampingi penyidik KPK seperti Novel Baswedan?

Saya sudah minta teman-teman Kokam yang terbaik dari seluruh daerah di Indonesia, diantaranya mereka yang sudah terlarih secara fisik, beladiri Tapak Suci, kemudian para militer yang baik sudah kita pilih apabila nanti ada permintaan dari teman-teman KPK untuk mendampingi Novel Baswedan, penyidik, jaksa jaksa KPK itu akan saya kirimkan segera.

Walaupun belum ada permintaan resmi dari pimpinan KPK tetapi teman-teman kita yang berada di sana pada prinsipnya mereka sudah merasa tidak aman dan mereka butuh teman. Jadi keamanan yang diminta adalah kenyamanan yang dirasakan juga oleh teman-teman mereka.

Teman-teman seperti apa maksudnya?

Dalam tanda kutip teman-teman yang bisa mereka percaya selama ini kan yang menyerang KPK bukan hanya dari luar tetapi dari internal sendiri. Jadi dari awal kita sudah menduga sejak adanya kasus cicak versus buaya, masuk kepada rekening gendut, BG (Budi Gunawan) terakhir, maka kita menilai ada indikasi untuk melemahkan KPK dari dalam.

Ada nggak political will dari polisi dan pimpinan di negeri ini. Dulu nama Iswanto juga tidak tertangkap, itu orang terlatih. Kalau dia sudah terlatih dan masuk sistem yang besar dia tidak akan terungkap. Nah ini seperti hal yang dialami oleh Novel, ini orang besar maksudnya sistem itu tetapi sulit tertangkap, sulit terlacak.

Densus 88 gampang kok menangkap terorisme, mengungkap jaringan usia si A, si B, si C dan lain sebagainya tetapi kok ini susah. Nah kalau selama ini benar Densus 88 itu mampu menangkap teroris sesungguhnya, bukan teroris yang diternak, seharusnya ini bisa mudah dong. Ada CCTV, ada saksi, ada security, dan dua orang tersangka itu dengan sistem polisi yang sudah sangat lengkap kenapa sulit ditangkap? Itu pertanyaannya.

Kalau dari luar kita bisa menguatkan KPK dengan peran publik, opini publik secara maksimal tetapi kasus BG ini dikriminalisasi dengan Abraham dan Bambang.

Bagaimana proses pelemahan itu?

Proses pelemahan itu menggunakan strategi kuda Troya yaitu melemahkan kekuatan dari dalam. Kelemahan dari dalam itulah yang sering dialami oleh teman-teman KPK sehingga mereka tidak mengetahui mana teman mana musuh. Bayangkan barang bukti yang seharusnya rahasia tetapi teman-teman dari luar bisa tahu.

Oleh sebab itu teman-teman KPK butuh teman, menjadikan kami harus menemani, kami akan mengirim teman-teman Kokam yang sudah terlatih secara para militer. Saya tinggal menunggu permintaan dari teman-teman KPK.

Sudah ada koordinasi dengan pimpinan KPK?

Selama ini kami sudah koordinasi dengan pimpinan KPK dengan kepolisian. Tetapi teman-teman kami ini kan ada yang organik dan ada yang khusus kokam, (pemuda) Muhammadiyah langsung kita minta sini untuk wajib kokam kalau di Indonesia ibaratnya ada wajib militer.

Kami di Muhammadiyah ada wajib Kokam dan kita minta tetapi bukan organiknya ya, memang benar-benar khusus untuk nanti membantu di KPK. Nanti tergantung permintaan dari  teman-teman KPK, tinggal kita tunggu dari mereka yang jelas kami sudah siap siaga.

Bagaimana tentang Pilkada DKI ini?

Ya yang jelas kami meminta kepada seluruh warga DKI untuk memilih pemimpin yang bisa mempersatukan, bisa merawat kebhinekaan, yang bisa merawat keberagaman dan ramah terhadap orang miskin. Itu yang paling dipentingkan, bukan boros kata menyakiti orang miskin, yang jelas kami ingin mendorong ini.

Tetapi catatan dari kami jangan sampai masyarakat DKI Jakarta sebelum ataupun sesudah pemilihan ini jangan terkotak-kotak, itu yang tidak boleh. Jadi bersama-sama lah menjaga persatuan kesatuan jangan sampai terkotak-kotakan.

Persiapan selain Kokam apa lagi untuk mengawal Novel Baswedan?

Iya yang pertama itu persiapan Kokam, kemudian yang kedua pemuda Muhammadiyah bersama seluruh unsur masyarakat lain mengawal kasus e-ktp, tetapi teman-teman media pun juga jangan sampai terkecoh.

Bahwa ada dugaan kami yang lebih besar bukan hanya kasus e-ktp tetapi ada kasus-kasus lain yang sengaja dilindungi oleh kekuatan sistematik. Mereka orang-orang terlatih yang mempunyai kekuatan, malah mereka yang merasa terancam, mereka mempunyai kekuatan yang sangat besar dan sistematis dan Novel menjadi korbannya.

Tetapi jangan lupa bukan cuma Novel. Bisa jadi ini adalah teror terhadap seluruh penyidik KPK atau teror terhadap penyidik utamanya. Karena selama ini kan Novel jadi ruh nya KPK, jadi penyemangat KPK, jadi panglima di KPK. Nah panglima perangnya dilumpuhkan, diteror, sehingga berharap yang lain bisa lumpuh kira-kira gitu. Tapi saya yakin mereka tidak akan seperti itu.

Bagaimana tentang pembacaan tuntutan penista agama yang ditunda?

Itu yang saya kecewa sekali terhadap Kejaksaan bahwa Kejaksaan sedang memainkan akrobat hokum.  Sejak awal polisi minta ditunda, Jaksa minta ditunda, tiba-tiba JPU menyatakan tidak siap. Nanti kan yang disebut akrobat artinya penghinaan terhadap nalar publik. Kan publik nggak bodoh bodoh amat terhadap hal itu, jikalau saya jadi Jaksa Agung saya pecat itu JPU-JPU.

Kinerja nya buruk dong artinya mereka sebagai Jaksa Agung tidak bisa mengclearkan dengan JPU untuk menyelesaikan tuntutan. Kalau saya menjadi Jaksa Agung saya akan menegur JPU bahwa Anda tidak bekerja dengan baik,  tetapi Jaksa kan malah santai saja artinya ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Ini kan berarti penghinaan terhadap nalar publik.

Jadi seolah-olah kita semua bodoh mereka melakukan akrobat hukum dengan terang-terangan dan transparan.

Kemungkinan apa kalau akrobat hukum ini terus dimainkan elite?

Yang kita khawatirkan akan menyebabkan provokasi akrobat hukum yang dimainkan secara demonstratif ini akan melahirkan provokasi publik. Tetapi kami menghimbau kepada masyarakat untuk menggunakan nalar-nalar hukum dan tidak menggunakan hal-hal yang sifatnya provokatif dan mengancam persatuan kita sebagai bangsa.

Ada indikasi ke arah sana?

Iya ancaman di lapangan kan pasti ada tetapi kita terus mengingatkan untuk hal itu tidak perlu muncul.

Bagaimana dengan Kasus Siyono?

Iya kasus Siyono ini kan sampai sekarang sudah diakui Polisi ada kesalahan dan macam-macam. Kemudian secara pidana kasus itu tidak diselesaikan, itu sekali lagi membuktikan bahwa polisi sulit melakukan tindakan hukum pada anggotanya sendiri.

Ini sangat berbahaya bagi institusi polisi tersendiri, karena siapa saja bisa melakukan tindak kriminal, tindak pidana, tapi kalau menggunakan seragam polisi hukumannya tidak dilakukan dengan adil. Nah ini yang berbahaya bagi kepolisian kita dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Sebenarnya kasus Siyono ini bisa mengungkap banyak hal yang terkait dengan hal terorisme di Indonesia. Sebenarnya teroris di Indonesia memang hal yang benar lahir dari kelompok radikalis atau terorisme yang lahir dari operasi karena teroris atau operasi Intelejen.

Seperti apa operasi intelijen itu?

Kita dulu sudah mengetahui Komando Jihad bahwa itu ternyata setelah ditelusuri merupakan operasi intelijen. Nah jangan sampai sekarang kasus seperti Komando Jihad itu berulang tetapi dikemas dengan cara yang berbeda oleh aparat yang berbeda, nah memang Siyono ini kasus hal yang harus diungkap.

Kami memang menduga kasus seperti ini memang ada kelompok radikal ISIS yang mengancam kehidupan NKRI dan bangsa Indonesia yang memang ini harus diwaspadai dan ditindak tetapi memang banyak juga ternak teroris, ternak radikalis ini yang sangat berbahaya.

Misalnya kelompok teroris ini di internal kemudian diternak lagi sehingga jumlahnya bertambah banyak. Sebenarnya kasus deradikalisasi tidak terjadi, yang terjadi adalah kasus reradikalisasi. Deradikalisasi ini dilakukan oleh kelompok kelompok bersenjata seperti Polri dan Densus 88.

Ini yang ingin kami dorong dalam kasus Siyono. Kalau deradikalisasi itu memang benar harus dijalankan, harus diungkap karena kami menduga ada rente terorisme kami menduga ada motif rente dibalik terorisme.

Apa itu motif rente?

Motif rente itu motif bisnis, motif cari uang, motif cari proyek. Dari awal kami sudah menemukan hal itu makanya kami ingin mendorong terutama dalam revisi undang-undang terorisme DPR harus hati-hati dalam revisi undang-undang terorisme ini terutama kepada presiden. Kemarin saya menyampaikan kepada presiden untuk hati-hati terhadap RUU terorisme ini, apalagi presiden memberikan masukan-masukan terhadap isu-isu terorisme ini orangnya adalah Gories Mere. Makanya perspektif pemberantasan terorisme ini masih Densus Minded, Densus Oriented. Ini yang kemudian harus diperbaiki.

Bagaimana tentang kasus Ahok?

Kasus Ahok ini saya menyebutnya sebagai ancaman keberagaman jadi jangan dibalik faktanya, justru apa yang dilakukan Ahok ini merupakan ancaman keberagaman.

Pak Jokowi yang sekarang ini sering membela Ahok ini itu harus dipahami bahwa kepemimpinan itu tidak diserahkan kepada orang yang lisannya ugal-ugalan. Pemimpin itu kan pakai lisan. Kalau misalnya dia tidak bisa dijaga lisannya, ugal-ugalan, maka yang pasti akan lahir inkondusifitas dan disharmonisasi.

Oleh karena itu saya sering menyebut Pak Ahok ini sebagai ancaman bagi bangsa Indonesia. Ini harus disadari oleh Presiden Pak Jokowi, harus hati-hati jangan sampai karena satu orang ini mengorbankan banyak kepentingan bangsa Indonesia.

Intervensi pemerintah terhadap paslon Ahok Djarot?

Menggunakan nalar yang sederhana saja kita menemukan banyak dukungan, walaupun tidak diakui.  Tapi mulai dari proses hukum, proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan bahkan pencopotan Ahok dari gubernurnya kemudian diaktifkan kembali, terlihat sekali ada dukungan dari Pak Jokowi pada Pak Ahok ini.

Kekecawaan masyarakat dicicil oleh pemerintah, bagaimana reaksi yang akan timbul?

Iya inilah kita membutuhkan political will dari seorang presiden. Pak Jokowi harus melihat ancaman yang luar biasa dalam kasus ini. Jadi tidak hanya melakukan kegiatan-kegiatan simbolik seperti pidato keberagaman, pidato persatuan, hal yang substansif itu harus dihadirkan.

Apa hal yang substansif itu?

Yaitu menghadirkan keadilan. Intervensi terhadap proses hukum tidak boleh dilakukan apalagi intervensi terhadap satu pihak yang sudah jelas-jelas terdakwa penista agama. Kalau hal itu sudah dilakukan, rasa keadilan dan kepercayaan masyarakat hilang, maka yang akan muncul disharmonisasi dan tidak mungkin akan menghadirkan integrasi tersebut.

Kuncinya?

Jadi kuncinya mas, ada di political will. Pak Jokowi mau tidak bersikap terang menghadirkan keadilan, itu saja.

Harapan kepada Polri?

Ini yang saya inginkan dari Polri, jangan menjadi alat kekuasaan jangan menjadi alat pemukul. Belakangan ini yang kita lihat sejak Polri di bawah Pak Tito itu menjadi bodyguard kekuasaan, alat pukul kekuasaan atau tukang pukul pemodal.

Hal itu yang harus dihentikan, kalau Pak Tito ingin melakukan reformasi di internal Polri seperti janji beliau. Maka beliau harus berani melakukan perubahan yang substantif dan perubahan fundamental. Stoplah menjadi bodyguard kekuasaan, menjadi bodygurad pemodal.

Barisan Kokam usai apel siaga di Gedung PP Muhammadiyah (14/4). Foto : Zuhdi

Harapan kepada TNI?

TNI harus tetap berdiri dalam menjaga dan merawat Pancasila. TNI jangan sampai tergoda untuk melakukan hal-hal yang mengancam NKRI. Saya berharap TNI tetap menjaga NKRI, menjaga Pancasila dan satu lagi demokrasi yang masih bisa kita harapkan. Tugas TNI hari ini harus memastikan demokrasi berjalan dengan baik dan on the track.

Bagaimana Pemuda Muhammadiyah mengawal demokrasi agar on the track?

Ya yang pertama kami tentu melakukan fungsi control. Muhammadiyah ini kan seperti ibu yang melahirkan NKRI. Maka kami akan menjaga anak kandung itu. Menjaga anak kandung itu kan ketika dia salah kita peringatkan, ketika dia salah lagi, kita peringatkan lebih keras, tetapi bukan peringatan yang sangat keras. Kita tetap menjaga agar anak itu tidak melakukan hal-hal di luar batas.

Kira-kira seperti itu hal yang dilakukan oleh pemuda Muhammadiyah dalam menjaga dan merawat NKRI.

Bagaimana tentang adanya ulama yang dikriminalisasi dan dimakarisasi?

Saya dalam hal ini harus berhati-hati dalam fenomena ini, karena tadi dalam penggunaan pasal makar ini sudah lama tidak kita gunakan tetapi kemarin kita baru dengar kembali. Ini kan akarnya tadi, polisi itu jangan sampai menjadi alat pemukul kekuasaan dan alat pemukul modal.

Bagaimana mungkin Al Khathhath bisa dianggap ingin berbuat makar, dia punya apa, apalagi yang ditangkap masih `saya itu mau makan apa, mereka itu cari Jajan aja susah` yang ada mereka makar siang he he he.

Jadi kuncinya dari situ polisi berhentilah jadi bodyguard penguasa, jadi bodygurad pemilik modal.

Jika polisi terus seperti ini bagaimana?

Itu tadi polisi jangan seperti itu, kalau seperti itu terus maka akan menjadi disharmonisasi di tengah-tengah masyarakat. Kuncinya sekali lagi saya sebutkan ada di presiden.  Kalau presiden adil dan mengendalikan polisi, saya pikir tidak ada masalah. Saya yakin di kepolisian banyak orang-orang yang baik dan orang-orang ini yang seharusnya dimanfaatkan Jokowi untuk membesarkan Kepolisian.

Ada orang-orang penting di balik presiden, bagaimana warna kebijakannya?

Iya itu yang sering saya sampaikan ke public. Pak Presiden itu harus memimpin itu saja kuncinya bukan malah dipimpin. Saya sering menyampaikan di berbagai forum resmi Pak Jokowi jika ingin menjalankan visinya, visinya kan bagus ya poros maritim, kemudian yang dulu membuat Pak Jokowi terpilih karena dianggap bersih tidak korupsi. Jadi itu kuncinya Pak Jokowi harus jadi pemimpin. Please deh Pak Jokowi harus memimpin bukan dipimpin.

Harapan untuk Pilkada dan kondisi Indonesia saat ini?

Saya menghimbau seluruh masyarakat Indonesia untuk memilih pemimpin yang mempersatukan, yang bisa menjaga harmonisasi Jakarta yang beragam. Bukan pemimpin yang mengkotak-kotakkan dan mengadu domba seluruh masyarakat. |

Reporter : Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *