Wartapilihan.com, Jakarta – Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Mohammad Siddik menuturkan, keputusan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dengan hukuman 1 tahun dan masa percobaan 2 tahun merupakan tuntutan yang diskriminatif.
“Itu sangat tidak adil, tidak sesuai dengan hukum sebelumnya (yurisprudensi), karena dia itu (Ahok) terus mengulangi dan merasa dirinya benar,” tutur Siddik saat ditemui Wartapilihan.com di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, pada Kamis (4/5).
Lebih lanjut, mantan Vice President IDB (Islamic Development Bank) ini mencermati perkataan Ahok yang mengatakan Aksi Bela Islam (ABI) dibayar setelah aksi 411 digelar. “Jadi sebelum aksi 212 dia mengatakan itu di ABC (Australian Broadcasting Corporation), dan ketika di tanya wartawan dia bilang diberitahu oleh Presiden, apakah Presiden Jokowi atau mantan Presiden, SBY,” jelas Siddik.
Menurutnya, hal tersebut harus ikut dipersoalkan karena menyangkut hati nurani bangsa Indonesia yang mengikuti ABI murni membela Al Qur’an dan menjunjung tinggi supremasi hukum. “Menghina hati umat Islam, menghina para Jenderal, itu maksudnya apa bilang begitu,” sambungnya.
Siddik meminta aparat penegak hukum memberikan hukuman maksimal yang membuat Terdakwa penista agama Ahok jera melakukan perbuatannya. Sebab, mantan Bupati Belitung Timur tersebut tidak pernah merasa dirinya salah.
“Saya minta Hakim harus adil, coba Hakim melihat penista agama sebelumnya seperti Arswendo dan lain sebagainya, iya minimal Ahok itu diberi hukuman 5 tahun penjara,” tegasnya
“Jadi nanti jangan salahkan kalau masyarakat bereaksi, mengartikulasikan atau menyampaikan aspirasinya karena keadilan tidak ditegakkan. Apalagi jelas-jelas Ahok ini menista agama Islam,” ujarnya.
Siddik juga meminta pemerintah melakukan evaluasi baik terhadap Komisi Kejaksaan maupun JPU agar tidak timbul keresahan di masyarakat karena sikap pemerintah yang dinilai diskriminatif.
Reporter: Ahmad Zuhdi