Mengasingkan Diri dengan Iktikaf

by

Puncak harapan iktikaf adalah memetik Lailatul Qadar. Malam Seribu Bulan yang diam-diam terselip diantara 10 hari terakhir Ramadhan.

Kata i’tikaf berasal dari kata ‘akafa alaihi. Artinya, senantiasa atau berkemauan kuat untuk menetapi atau setia kepadanya. Secara harfiah, i’tikaf berarti tinggal di suatu tempat. Sedangkan secara syar’i, berarti tinggal di masjid untuk beberapa hari, teristimewa sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Menyambut para mu’takif, Allah SWT berfirman: Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkan rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, i’tikaf, ruku, dan yang sujud” (QS 2: 125).

Rasulullah SAW tak pernah lepas iktikaf. Artinya, amalan ini sangat utama, meski tak sampai wajib. Aisyah ra meriwayatkan, Rasulullah beriktikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadhan, hingga beliau dipanggil Allah Azza wa Jalla (HR Bukhari dan Muslim).

Selama hari-hari itu, mu’takif mengasingkan diri (‘uzlah) dari segala urusan duniawi, dan menggantinya dengan kesibukan ibadat dan zikir kepada Allah dengan sepenuh hati.

’Uzlah, ditegaskan Ustadz Othman Shihab, adalah jalan para Nabi. Misalnya, Nabi Ibrahim ’uzlah di satu tempat masjidil Aqsha. Nabi Musa di Tur Sina, dan Nabi Muhammad di Goa Hira.

Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Ada keharusan bagi hamba untuk melakukan ‘uzlah agar dapat beribadah kepada Allah, berdzikir kepadaNya, membaca ayat-ayat-Nya, melakukan muhasabah terhadap dirinya, berdoa kepada-Nya, meminta ampunan-Nya, menjauhi tindakan-tindakan yang jelek.’’

Dalam bahasa kolumnis Miranda Risang Ayu (1990), ’uzlah dalam iktikaf adalah metode “bunuh diri” demi kelahiran kembali (reborn) pribadi yang lebih masif. Atau disebut inqitha dalam bahasa Ibn Atho’illah, sebagai metode untuk me-recharge diri agar beroleh energi baru dalam menghayati dan menjalani kehidupan.

Puncak harapan iktikaf adalah memetik Lailatul Qadar. Satu malam yang diam-diam terselip diantara 10 hari terakhir Ramadhan, yang lebih baik dari 1000 bulan. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah ka-mu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan” (QS Al-Qadr:1-3).

Kata Rasulullah, “Siapa yang bangun di malam Lailatul Qadar karena keimanan dan keikhlasan, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari dan Muslim).

Namun, ’uzlah tak hanya berarti memuas-muaskan dahaga spiritual di masjid. Ia juga bermakna menyingkiri kerusakan masyarakat yang sudah masif. Inilah pandangan yang dikemukakan mayoritas ahli zuhud seperti Ibrahim bin Adham, Sufyan ats Tsauri, Daud ath Tha’iy, Fudhail bin ‘Iyyadh, Bisyr al Hafy, dan lain-lain. Imam an Nawawi pun memuat bab khusus tentang ini dalam Riyadhus Shalihin-nya. Beliau menganjurkan ’uzlah ketika zaman telah rusak atau takut tertimpa fitnah dunia, hal-hal haram, syubhat, dan lain-lain  (hal 181).

Misalnya, ketika konflik antar-kelompok Islam meruncing lantaran fitnah kekuasaan, Abdullah bin Umar memilih ‘uzlah. Sekelompok orang dari ‘’Poros Tengah’’ datang merayunya. ‘’Engkau putra tokoh besar. Calonkanlah dirimu, kami akan membai’atmu sebagai khalifah alternatif. Jika ada yang tidak menyetujui, akan kami bunuh demi kepentingan umum,’’ kata mereka.

Ibnu Umar menjawab singkat, ‘’Aku tidak ingin ada seorang pun Muslim terbunuh gara-gara aku.’’

’Kalau begitu mengapa Anda tidak turut berupaya memadamkan pembrontakan?’’ gugat seorang pelobi lain dari pihak yang berkuasa saat itu.

’Aku telah berperang di masa Rasulullah sampai Islam tegak. Tapi kini aku tidak ingin menumpahkan darah orang-orang yang mengucapkan syahadat,’’ tegas Ibnu Umar.

Jengkel dengan keteguhan sikap Abdullah bin Umar, para pelobi lalu berkata, ‘’Tampaknya Anda sengaja membiarkan kelompok sahabat Nabi saling membunuh sehingga Anda tidak punya saingan untuk muncul dan menduduki kursi khalifah.’’

Ibnu Umar tersenyum. Katanya, ‘’Demi Allah, aku tidak pernah tertarik menjadi khalifah seandainya pun kalian memintaku. Tapi jika kalian mengajak sholat berjamaah, dengan senang hati aku akan memenuhinya. Siapapun dari kelompok manapun yang menyeru sholat berjamaah, aku akan memenuhi seruannya.’’

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *