Si Cerdik Andalan Rasulullah

by
Ilustrasi padang pasir. Foto : renimarlinawati.com:

Wartapilihan.com – Di waktu perang Ahzab yang lazim juga disebut Perang Khandaq, Rasulullah saw menghadapi lawan dalam dua front :

Pertama, lawan yang sudah aktif mengepung kota Madinah dari luar, yakni Bani Quraisy beserta sekutu-sekutunya Bani Ghathafan dan lain-lain

Kedua, yang masih potensiil, kaum Yahudi Bani Quraidhah dan lain-lain yang berada di dalam kota Madinah sendiri.

Di kalangan kaum Muslimin di waktu itu ada seorang bernama Nuaim bin Mas`ud, dari Bani Ghathafan. Dia bukan sahabat yang terkenal, tidak pula terkemuka. Malah masuknya ke dalam Islam tidak diketahui sukunya sendiri. Tetapi dia seorang yang cerdas dan otaknya `encer`. Dia hanya seorang kader. Tapi kader yang berjiwa hidup, dan tidak terkenal di luar lingkungan Islam di sekitar Rasulullah saw.

Rasulullah sendiri tentu mengetahui benar sifat dan bakat Nuaim ini. Sebagaimana beliau mengenali lain-lain sahabat satu per satu, kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Di waktu kaum Quraisy dn sekutu-sekutunya mengepung kota Madinah datanglah Nuaim kepada Rasulullah meminta tugas. Maka berlakulah percakapan antara Rasulullah dengan Nuaim sebagai berikut.

Nuaim : “Ya Rasulullah. Aku sudah masuk Islam, tapi kaumku sendiri belum tahu bahwa aku sudah masuk Islam. Sekarang perintahkanlah apa yang Rasulullah kehendaki daripadaku.”

Rasulullah : “Engkau ini hanyalah satu-satunya dari suku Ghatafan. Jika engka melangkah keluar (lingkungan kita), maka kalua bisa engkau pura-pura sudah meninggalkan kami (dalam perjuangan). Itu lebih baik daripada apabila engkau tetap berada di kalangan kita ini. Oleh karena itu pergilah keluar,”Sesungguhnya perang itu adalah tipu daya.”

Lalu Nuaim bin Mas`ud berangkatlah dan menemui lebih dulu Kaum Yahudi Madinah, Bani Quraidhah. Dulu, sebelum masuk Islam, Nuaim pernah bergaul baik dengan orang-orang Bani Quraidhah itu.

Nuaim : “ Ya bani Quraidhah. Kami kan tahu bagaimana cintaku padamu. Lebih-lebih aku ingin melanjutkan hubungan baik kita selama ini.”

Bani Quraidhah : “Katakanlah apa yang hendak kau katakana. Kami tidak curiga padamu.”

Nuaim : “Kaum Quraisy dan Ghatafan itu tidak seperti kamu, negeri ini negerimu sendiri. Di sini terletak hartamu, di sini pula tinggal anak cucumu. Sedang Quraisy dan Ghathafan itu orang-orang yang datang untuk memerangi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Dan kamu membantu mereka melawan Muhammad. Kaum Quraisy dan Ghathafan itu, bila melihat kesempatan, mereka akan menggunakannya dengan baik. Kalau tidak, mereka kembali ke negeri mereka dan akan meninggalkan kamu di Madinah ini, sendirian menghadapi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Oleh karena itu janganlah kamu berperang di pihak kaum Quraisy kecuali hanya bila kamu menerima jaminan berupa pemimpin-pemimpin mereka sebagai sandera.”

Sesudah itu Nuaim pergi ke kalangan Quraisy. Kepada mereka, Nuaim berkata : “Kamu sudah tahu bagaimana kecintaanku kepadamu, wahai kaum Quraisy. Dan juga tentang perpecahan dengan Muhammad. Aku mengetahui suatu hal yang perlu disampaikan kepadamu. Tetapi awas jangan kamu katakan kepada siapapun.”

Bani Quraisy : “Baiklah.”

Nuaim : “Kamu tahu bahwa Bani Quraidhah sebenarnya sudah menyesali perbuatannya dengan meninggalkan Muhammad.

Bani Quraisy : “Kami menyesal atas perbuatan kami. Maukah engkau bila kami tangkap beberapa orang Quraisy dan Ghathafan, lalu kami serahkan kepadamu untuk dibunuh. Sesudah itu  kami besertamu akan menumpas habis mereka sampai akar-akarnya.”

Sesudah itu Nuaim pergi pula ke Bani Ghathafan dan begitu pula yang dibicarakannya tentang Yahudi Bani Quraidhah itu.

Tipudaya Nuaim rupanya mempan (berhasil). Abu Sufyan mengutus Ikrimah bin Abu Jahal kepada Bani Quraidhah untuk menyampaikan bahwa di kalangan mereka (Quraisy dan Ghathafan) sudah banyak kuda dan unta yang mati, sedangkan mereka berada di daerah yang bukan tempat tinggal mereka. Mereka menganjurkan kepada Bani Quraidhah supaya bersiap-siap untuk berperang besok harinya, sampai Muhammad kalah.

Bani Quraidhah menjawab,”Besok itu hari Sabtu dan tuan-tuan kan tahu, bahwa kami orang Yahudi tidak boleh berbuat apa-apa pada hari Sabtu. Selain itu kami tidak hendak berperang besertamu. Kalau kamu tidak berikan kepada kami  beberapa orang dari orang pentingmu sebagai jaminan. Karena kami khawatir kalau-kalau nanti tidak kuat meneruskan peperangan, lalu kamu pulang ke negerimu kembali, sedangkan kamu meninggalkan kami di sini sendirian menghadapi Muhammad seterusnya.”

Begitu jawab Bani Quraidhah (persis seperti yang disarankan oleh Nuaim kepada mereka). Dan di waktu Ikrimah bin Abu Jahal melaporkan reaksi Quraidhah kepada Markas Quraisy, mereka berkata : “Wah memang benar kiranya apa yang dikatakan Nuaim bin Mas`ud itu. Betul rupanya Bani Quraidhah mau menangkap dan akan menyerahkan orang-orang penting kita kepada Muhammad. Untuk itulah mereka pura-pura minta “orang jaminan” dari kita.

Lalu Abu Sufyan mengirim utusan lagi kepada Bani Quraidhah dan menyampaikan bahwa mereka tidak bersedia memberi orang-orang jaminan. Kalau Bani Quraidhah mau turut serta menyerang Muhammad,boleh. Kalau tidak, masa bodoh.

Berkat kecerdasan Nuaim, berhasil terpecah front musuh: antara musuh dari luar (suku Quraisy) dan musuh dari dalam (Yahudi Madinah).  |N

Sumber : Mohammad Natsir, Di Bawah Naungan Risalah, Abadi, September 2010.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *