Sejarah Perjuangan Umat Islam Indonesia

by

Buku yang ditulis Guru Sejarah Pesantren at Taqwa Depok, Ahda al Ghiffari ini menarik. Di samping mengetengahkan fakta-fakta sejarah yang tersembunyi, Ahda juga menampilkan analisa-analisa sejarah dari para sejarawan terkemuka.

Wartapilihan.com, Depok— Buku ini diberi kata pengantar oleh Dr Adian Husaini. Dalam pengantarnya Adian menjelaskan tentang lima tujuan mempelajari sejarah. Pertama, menguatkan akidah dan keyakinan pada Islam. Dengan mempelajari sejarah para Nabi, maka akan diperoleh pemahaman bagaimana perjuangan mereka dalam menegakkan Tauhid, Para Nabi semua memeluk agama Tauhid (Islam).

Kedua, mempelajari Sunnatullah. Ia adalah garis-garis besar rumus kehidupan yang diciptakan Allah SWT bagi manusia. Menemukan pola-pola umum sejarah atau sunnatullah sangat penting dalam merancang dan merencanakan hidup setiap manusia, baik secara indivividu atau kelompok. Misalnya, penting untuk memahami pola kebangkitan dan kehancuran suatu umat. Misalnya rumus bahwa umat akan hancur ketika terserang penyakit ‘hubbud dunya’ dan ‘karahiyatul maut’. Jika umat sudah memuja dunia, pasti akan dicabut kehebatan Islam dari mereka. Inilah yang pernah terjadi saat periode awal Perang Salib, kejatuhan umat Islam di Andalusia dan sebagainya.

Ketiga, memahami masa kini. Ini untuk menjawab pertanyaan misalnya mengapa kaum Muslimin sekarang mundur dan kalah dari bangsa lain? Mengapa perjuangan Islam belum meraih kemenangan? Dalam hal ini kita diperintahkan untuk melihat sejarah. Lihatlah perjuangan Rasulullah saw, bagaimana beliau berhasil meraih kemenangan. Dengan menemukan rumus-rumus Sunnatullah, maka kita bisa menggunakan sejarah untuk melihat masa kini.

Keempat, merancang masa depan. Merancang masa depan ibarat mempersiapkan anak panah untuk ditembakkan ke suatu tempat. Anak panah akan melesat kea rah yang dituju setelah pemanah menariknya ke belakang bersama tali busur. Tali busur itu adalah ibarat masa yang tengah kita geluti. Sedangkan anak panah adalah apa yang kita kerjakan. Tanpa menarik anak panah ke belakang bersama dengan tali busur, anak panah itu tidak akan sampai pada tujuan yang diinginkan.

Kelima, menanamkan sikap izzah. Jika seorang muslim memahami masa lalunya dengan benar, bisa tertanam dalam dirinya rasa bangga (izzah/pride). Seorang cendekiawan muslim, Muhammad Asad, dalam bukunya, Islam at the Crossroads, menulis,”No civilization can prosper or even exist after having lost this pride and the connection with its own past.” Atinya tidak ada satu peradaban/bangsa yang akan berkembang atau bahkan eksis, setelah kehilangan kebanggaannya atau terputus dari sejarahnya.

Ahda al Ghiffari banyak menggunakan teori Prof Naquib al Attas dalam menganalisa sejarah pada buku ini. Ia menyatakan bahwa dalam memahami sejarah tidak cukup memperhatikan detail fakta sejarah, tapi yang lebih penting adalah melihat sejarah dengan ‘pandangan semesta’. Al Attas menyatakan hal itu dalam bukunya Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu.

Peran penting Islamisasi di alam Melayu ini, dominannya bisa ditilik dalam segi bahasa. Syed Naquib al Attas menyatakan,”…sebab chara mengkaji persejarahan Islam itu ada kaitannya yang erat dengan hal tersebut (tinjauan sejarah pemikiran) dan kerana kebudayaan Islam itu, berbeda dari kebudayaan lain, bersifat kebudayaan sastera. Dari itu maka chiri2 kesan Islam pada sejarah sesuatu bangsa harus dichari bukan pada perkara2 atau sesuatu yang zahir mudah ternampak oleh mata kepala, akan tetapi lebih pada perkara2 yang terselip tersembunyi dari pandangan biasa, seperti pemikiran sesuatu bangsa yang bisa terkandung dalam bahasa…”

Prof al Attas melanjutkan,”Bahasa Melayu yang tadinya bahasa pasaran terbatas itu telah mengalami perubahan besar, suatu revolusi. Revolusi itu adalah pengayaan materi dan makna pada bidang-bidang di dalam bahasa Melayu. Bahasa Melayu menjadi,…diperkaya perbendaharaan katanya dengan istilah2 dan perkataan2 Arab dan Farsi, bahasa Melayu juga dijadikan bahasa pengantar utama Islam di seluruh Kepulauan Melayu-Indonesia, sehingga pada abad keenambelas selambat-lambatnya ia telah Berjaya menchapai peringkat bahasa sastera dan agama yang luhur…”

Bahasa Melayu telah menjadi bahasa kedua terbesar dalam dunia Islam saat itu. Dalam karya Naquib al Attas ini, bahasa Jawa menjadi marjinal. Sebab al Attas menilai bahasa Jawa adalah banyak dipengaruhi Hindu. Ia menyatakan,”Kerajaan2 Melayu lah seperti Sumatera, yaitu Pasai dan Acheh, dan Semenanjung Tanah Melayu, yaitu Melaka bukan Jawa, yang mengambil peranan utama dalam penyebaran agama dan teologi serta falsafah Islam ke seluruh bahagian Kepulauan Melayu-Indonesia.” Al Attas melanjutkan,”Hingga baru2 inipun kita lihat bahwa pandangan ahli2 sejarah Belanda masih mengutamakan keutamaan Jawa atau Bali sebagai puncha persejarahan Kepulauan Melayu-Indonesia, dan yang demikian dapat kita fahami dengan membawa satu contoh yang sangat bermakna bagi kenyataan ini.”

Dalam buku ini juga dipaparkan dengan menarik hubungan antara Arab dan Islam. Ahda mengambil judul Islam dan Budaya: Antara Islamisasi dan Arabisme Islam dalam membahas masalah penting ini (hal 21-28).

Penting difahami bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang pertama kali mendapat pengaruh al Quran. Bahasa Arab dalam al Quran bukanlah bahasa yang menyerap makna dan unsur kebudayaan yang tengah hidup dalam masyarakat Arab pada saat ia diturunkan. Justru bahasa Arab dalam al Quran memaknai dan mengarahkan pandangan manusia pada konsep ideal dalam ajaran Islam. Prof Naquib al Attas mencontohkan konsep ‘insan’ dalam al Quran yang telah mengarahkan secara jelas konsep itu diterapkan dengan seharusnya dalam kehidupan sehari-hari.

“Konsep insan sebagai ‘binatang rasional’ sebagaimana terkandung dalam al Quran, sebagai mempunyai daya ikhtiar diri sendiri dengan penggunaan intelek atau akalnya untuk dapat merangkum fahaman dan mematuhi petunjuk tanda2 (sic!) atau ayat yang menyatakan Tuhan…dan ini dari kerana perumpamaan yang telah diberikan kepada makna istilah ‘rasional’ (dalam bahasa Arabnya al Natiq) itu sebagai suatu daya berchita dan berkata2 (sic!). Titik berat yang dikenakan oleh al Quran terhadap bakat dan bawaan berbahasa itu bukan sahaja diletakkan pada daya berchita dan berkata2 itu haruslah dengan chara yang jelas,” terang al Attas.

Lebih jauh al Attas menjelaskan bahwa al Quran telah memilih penggunaan bahasa Arab karena bahasa itu mempunyai sifat asli dan kecenderungan yang saintifik, bukan estetik dalam struktur gaya bahasanya. Sifat ini membuat bahasa Arab memberikan perubahan mendasar pada tata kebahasaan dan kesusastraan Arab secara umum. Perubahan ini pula yang kemudian melandasi Islamisasi dalam perkembangan kebahasaan di wilayah-wilayah non Arab, seperti di kepulauan Melayu-Nusantara.

Penulis buku ini juga menyajikan hal yang menarik ketika ia membahas tentang makna perlawanan Pangeran Diponegoro. Pangeran ini bukan hanya melakukan perlawanan, tapi juga mengupayakan Islamisasi di Jawa. Kehadiran Belanda disaksikan Diponegoro sebagai deislamisasi. Bukan hanya dalam bidang agama itu sendiri, tapi juga aspek social, politik dan ekonomi Jawa. Deislamisasi berkembang karena keruntuhan moral individual orang Jawa. Di sanalah terletak kemerosotan mental Jawa dihadapan peradaban kompeni yang eksploitatif. Ketika Jawa dihadapkan pilihan dalam mengembalikan tatanan Jawa atau menuruti penguasa Belanda, pemimpin-pemimpin palsunya memilih mendekatkan diri pada kejahilan Belanda, dengan mengajak para pembesar Jawa seperti Danurejo IV.

Kamis, 3 Mei 2018 lalu, tepat 188 tahun Pangeran Diponegoro diasingkan keluar Jawa. Diponegoro tentu bukan simbol kekalahan pribumi melawan kelicikan kolonialisme. Tapi ia adalah simbol dari perlawanan dan perjuangan kaum Muslimin melawan kezaliman yang ditumbuhkan Belanda di negeri ini.

Sejarawan Taufik Abdullah menjelaskan arti penting sosok kepahlawanan pada masa kini,”Pengakuan akan kepahlawanan seseorang bukanlah terutama masalah sejarah, tetapi pantulan kesadaran sejarah. Pahlawan hadir dalam sejarah setelah masyarakat yang mengalami peristiwa historis mengadakan renungan. Dalam perenungan itu terjadilah suatu penggabungan antara hari lampau yang telah dilalui dan hari kini yang sedang dijalani serta hari nanti yang harus ditempuh.”

Bagi yang berminat pada buku ‘Bunga Rampai Sejarah Perjuangan Umat Islam Indonesia’ ini, bisa menghubungi Difa Books 0813-8111-2253/087881942666. II Nuim Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *