Amr bin al Ash adalah sahabat Rasulullah yang banyak jasanya. Di antaranya ia yang memimpin penaklukan Mesir.
Wartapilihan.com – “Pemimpin macam apa dia itu? Lamban bertindak. Hanya tebar pesona saja!”
Demikian gerutu Amr bin al Ash geram. Sebagai jenderal yang benar-benar menguasai lapangan, dia merasa sangat jengkel terhadap sikap lamban Muawiyah bin Abu Sufyan, orang nomor satu Dinasti Muawiyah di Damaskus, terhadap lawan-lawannya yang setiap saat siap menumbangkan penguasa yang satu itu dari takhta.
Lantaran tidak tahan melihat kelambanan Muawiyah tersebut, Amr bin al Ash lantas mengirim sepucuk surat kepadanya. Dalam surat itu disebutkan bahwa Gubernur Mesir ini meminta Muawiyah agar bertindak cepat dan tidak mengutamakan pencitraan semata.
Menerima surat dari saudara seibu Uqbah bin Nafi’ yang terkenal sebagai organisator dan administrator ulung itu, Muawiyah pun segera membalas suratnya. Dia menulis :
“Amma ba’d. Wahai Amr bin al Ash. Sejatinya pemahaman atas kebaikan dapat memperkuat petunjuk dari Allah swt. Adalah orang yang meraih petunjuk dari sikap terburu-buru. Orang yang kecewa adalah orang yang kecewa terhadap pendirian teguh. Orang yang berpendirian teguh adalah orang yang meraih kebenaran atau mendekati meraih kebenaran. Orang yang terburu-buru adalah orang yang salah atau mendekati orang yang salah. Orang yang tidak memiliki belas kasih tidak bermanfaat baginya. Sehingga, sikap tidak belas kasih akan mendatangkan dampak buruk atas dirinya. Dan, orang yang pengalaman tiada guna dan manfaat baginya, tentu dia tidak akan meraih kedudukan yang mulia. Wassalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh. ”
Amr bin al Ash, sang penakluk Meir pada awal perkembangan Islam itu bernama lengkap Amr bin al Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Sa’id bin Sahm bin ’Amr bin Hasis bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib Al-Qurasy. Dia lahir sekitar 50 tahun sebelum Hijriah atau 574 M. Ibundanya, Al-Nabighah binti Harmalah, adalah seorang perempuan tawanan dari Bani ’Anazah yang kemudian dijual di Pasar ’Ukazh dan dibeli keluarga Al-Ash bin Wa’il. Sahabat dari kalangan keluarga berkecukupan ini memeluk Islam pada 8 H /629 M, menjelang Penaklukan Mekah pada masa Nabi Muhammad saw.
Amr bin al Ash berhijrah ke Madinah bersama Khalid bin al Walid. Selanjutnya dia ikut dalam berbagai ekspedisi militer, baik pada masa Rasulullah saw, Abu Bakar ash Shiddiq maupun Umar bin al Khathab. Pada 18 H/639 M, Umar bin al Khatab mengangkatnya sebagai Gubernur Palestina dan Yordania. Pada masa inilah dia memimpin pasukan kaum Muslim untuk menaklukan Mesir. Upaya yang berlangsung selama tiga tahun tersebut menemui hasilnya pada 20 H/642 M, dengan jatuhnya Kota Alexandria, sebuah kota metropolis Byzantium yang menjadi pusat kebudayaan Yunani. Pada tahun yang sama, dia diangkat menjadi Gubernur Mesir. Jabatan ini dia pangku selama empat tahun lebih.
Selepas menaklukkan Negeri Piramida, Amr bin al Ash kemudian mendirikan Kota Fusthath di luar Benteng Baylonia, dan menetapkannya sebagai ibu kota yang baru. Pilihan tersebut dilandasi oleh pertimbangan bahwa Alexandria tak cocok sebagai ibu kota karena letaknya di tepi Laut Mediterania. Amr khawatir mendapat gempuran dari angkatan laut Romawi Timur yang kala itu masih menguasai laut.
Pada saat Utsman bin Affan menjabat sebagai penguasa, Amr diberhentikan dari jabatannya sebagai gubernur. Sekitar 14 tahun kemudian, dia diangkat lagi oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai gubernur negeri yang sama, lantaran peran politiknya yang cemerlang (dan menguntungkan bagi Mu’awiyah bin Abu Sufyan) dalam Peristiwa Tahkim. Jabatan itu dia pangku selama sekitar lima tahun. Pendiri Kota Fusthath ini berpulang pada 1 Syawwal 43 H/6 Januari M, pada usia sekitar 93 tahun. Jenazahnya dimakamkan di puncak Bukit Muqaththam, Kairo. || Sumber : Islamic Golden Stories, Tanggung Jawab Pemimpin Muslim, Ahmad Rofi’ Usmani, Bunyan, 2016.