WARTAPILIHAN.COM, JAKARTA – Surat pernyataan jaminan atas nama Terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang diajukan oleh Plt. Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat, mendapatkan kritik dari tim advokasi GNPF-MUI, Kamil Pasha. Pasalnya, surat tersebut menggunakan kop Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
“Pak Djarot menjaminkan diri, kapasitasnya seperti apa. Pak Djarot menjelaskan Pak Ahok ini seolah-olah masih jadi bagian dari Pemprov DKI. Padahal Pak Ahok sudah diberhentikan karena terbukti melakukan penistaan agama dan dilakukan secara berulang-ulang,” jelas Kamil kepada Warta Pilihan di depan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat pada Jumat (12/5).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam pasal 38 KUHAP, banding diajukan oleh Terdakwa dan Penasihat Hukumnya. “Ada saluran-saluran sendiri dalam mengajukan banding, kalau Pak Djarot sebagai penjamin secara individu silakan-silakan saja, tetapi dia menggunakan kekuasaannya untuk menolong Ahok, ini yang salah,” sambungnya.
Dalam surat tersebut, Djarot menjelaskan bahwa Ahok tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan barang bukti dan tidak akan mengulangi tindak pidana yang dituduhkan.
“Kami menjamin bahwa sanggup menghadapkan Terdakwa sewaktu-waktu apabila diperlukan untuk kepentingan proses hukum selanjutnya,” terang Djarot dalam suratnya tertanggal 9 Mei 2017 dengan nomor surat: 502/-1.87.
Keputusan Majelis Hakim yang menjatuhkan vonis 2 tahun terhadap Terdakwa penista agama Ahok, menurut Kamil hal itu masih jauh dari eksepektasi GNPF-MUI.
“Kami menginginkan keputusan maksimal, tapi walau bagaimanapun kita harus tetap menghormati keputusan Pengadilan Negeri tersebut,” jelasnya.
Oleh karena itu, apabila penasehat hukum atau pengacara Ahok tidak puas maka bisa mengajukan banding dan itu menurutnya sah-sah saja karena merupakan haknya.
“Bagi pihak lain yang tidak setuju boleh saja berunjuk rasa asal mengikuti peraturan perundang-undangan,” ucapnya.
Menurutnya, pihak pendukung Ahok telah melakukan hal kontradiktif yang dapat mengganggu kenyamanan serta psikologis orang seperti berunjuk rasa sampai malam, berunjuk rasa di hari libur, menuntut Hakim membebaskan Ahok, pihak negara asing yang berkomentar dan lain sebagaintut
“Kami menghormati hukum banding pihak Pak Ahok, namun tetap saja aksi tersebut melihatkan ego yang mengharuskan Pak Ahok bebas hari itu juga, itu kan merupakan bentuk tekanan,” tegas Kamil.
Ia menampik akan menggelar aksi tandingan apabila pengajuan penahanan Ahok dikabulkan. Sebab, tim advokasi hanya menjalankan fatwa dari GNPF-MUI.
“Kami tidak perlu aksi juga kalau Pengadilan berjalan semestinya, kami akan terus mengawasi dan mendukung kemandirian Hakim. Untuk masalah ada aksi atau tidak kita menunggu fatwa ulama,” pungkasnya.
Reporter: Satya Wira