Wartapilihan.com, Jakarta – Kerja keras, konsisten, ketekunan, dan menjaga ritme gerakan serta komunikasi yang baik dengan masyarakat mejadi kunci pemenangan Paslon dalam perhelatan rivalitas politik. Demikian papar Direktur Polmark Indonesia, Eep Saefullah Fatah saat diskusi akhir pekan di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat pada Sabtu (22/4).
“Persamaan yang menarik mulai dari tahun 2007, 2012 melihatkan gejala yang sama, pemilih Jakarta memilih secara dinamis. Kerja keras, ketekunan menjadi kunci kemenangan. Adang Daradjatun hampir saja mengalahkan Fauzi Bowo, Jokowi Ahok mengalahkan 83% partai pendukung lawan dengan bermodal 17% suara di awal maju,” tutur Eep.
Tahun 2007, 2012, 2017 ia membuat tesis bahwa pemilih partai tidak taat pada ketetapan partainya. Partai Nasdem yang dari awal mendukung Ahok tetapi saat Pilkada dukungannya hanya di bawah 60%. Yang paling solid adalah PDIP mencapai 90% walaupun banyak turbulensi yang dialami partai berlambang moncong banteng putih tersebut.
“Ini menurut saya alarm keras buat partai. Political marketing sering dikonotasikan hal yang buruk, padahal political marketing adalah alat untuk bersiyasah. Mengefektifkan semua pembiayaan dan mengoptimalkan semua resources,” Eep menerangkan.
Selain itu, ia membayangkan PKB dan PPP yang mengusung Basuki Djarot bahwa hukuman kekalahan mereka bukan dari presiden, tetapi dari pemilih partainya sendiri.
“70% kader PKB dan PPP tidak memilih calon yang mereka usung. Buat apa bikin partai kalau tidak ada konstituen yang mengikuti kebijakan partainya,” sambung Eep.
Ia menilai, bahaya resiko alarm elektoral sangat serius, pemilih di Indonesia adalah pemilih yang otonom, ketika partai tidak lagi mengakomodasi kadernya maka mereka melihat partai yang dapat mengakomodasi kebutuhannya.
“Disini suara Ahok Djarot terkarantina, bukan saja bisa memperluas jaringan suara mereka tetapi malah turun 14.000 suara. Hampir 20% pemilih AHY ke BTP tetapi agregat mereka mengalami penurunan,” tukas Eep.
Menurutnya, 28% pemilih Jakarta memutuskan pilihannya pada masa tenang dan hari H, pemilih Basuki Djarot yang mayoritas pindah adalah di kalangan elite mereka.
“Saya mengira hujan sembako ini sedekah untuk elektoral pasangan Anies Sandi. Pemilih Jakarta mempunyai mata yang sangat tajam, pilihan yang sangat cerdas dan tidak bisa hanya dipengaruhi oleh lembaga survei,” terangnya.
Menurut data Polmark, hasil exit pool 18,5% masyarakat Jakarta memilih berdasarkan agama. Seringkali masyarakat melihat kenyataan bukan dari kenyataan tetapi dari isi hati kepala. Contohnya gara-gara Habib Rizieq, Anies Sandi menang maka dicari semua cara untuk membuat framenya.
“Dampak kampanye yang tidak tepat dari salah satu paslon dapat mereduksi suaranya sendiri, ada beberapa kantong yang suara Anies Sandi meningkat sedangkan di kantong-kantong BTP partisipasi masyarakat turun, lihat saja data partisipasi. Putaran kedua lebih intens karena waktu sangat sebentar,” kata dia.
Bagi konsultan ulung ini, framing Anies Sandi (ASA) fundamentalis yang menempel dari publik, maka ASA harus membuat framing Anies Sandi menang. Itulah hal yang membuat keputusan masyarakat Jakarta di masa tenang. Lebih baik timnya konsentrasi kerja pemenangan bukan kerja perpecahan. Kalau kerja pemenangan adalah gampang memaafkan dan gampang melupakan.
“Hasil kepuasan masyarakat tinggi, maka konsekuensinya petahana akan terpilih lagi. Tetapi kenapa Pak Ahok tidak terpilih, pertama kasus Al Maidah dan gaya kepemimpinan, kedua fungsi Jakarta yang memiliki kecemasan terhadap persatuan. Makanya setiap kampanye dari mulai bulan Oktober mas Anies Sandi selalu mengatakan Persatuan Jakarta,” tandas Direktur Polmark ini.
Eep menduga, kasus Al Maidah menjadi kasus penistaan agama yang dialamatkan ke Ahok mengikat sampai ke tulang sumsum umat Islam. Bahwa ikatan emosional masyarakat khususnya umat Islam sangat dalam, himbauan dan turunnya massa dari berbagai daerah bukan untuk menyerang tetapi himbauan.
“Sebuah peribahasa mengatakan, berkampanye itu membuat puisi, berbeda dengan prosa. Sebuah prosa menggambarkan sebuah proses. Ujung dari Pilkada adalah hal yang indah, keduanya tampil dengan closing statement secara elegan karena menurut saya Pilkada adalah awal perubahan untuk menata kota lebih baik dan membangun karakter masyarakat yang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila,” tutupnya. I
Reporter: Ahmad Zuhdi