Allan Nairn, Jokowi, Prabowo dan Al Khaththath

by
Wartawan Amerika, Allan Nairn. Foto : Tempo

Wartapilihan.com – Beberapa hari menjelang Pemilu Presiden 9 Juli 2014, Allan Nairn diwawancara majalah Tempo. Allan menguliti habis kelemahan Prabowo. Seakan mendapat amanat dari pemerintah Amerika, dalam tulisannya Allan Nairn menyatakan Prabowo berbahaya bila menjadi persiden. Cover Majalah Tempo (7-13 Juli 2014) ditaruh judul Allan Nairn : He Will be a Dangerous President.

Sebelum dimuat Tempo, jurnalis investigasi terkenal asal Amerika ini membongkar habis kelemahan Prabowo di blognya dengan alasan untuk kepentingan publik Indonesia, Allan Nairn, mengatakan memiliki semua bukti atas semua kerja jurnalistiknya tentang Prabowo.

“Saya pikir kerugian yang saya hadapi ketika melanggar anonimitas yang saya janjikan ke Prabowo tidak sebanding dengan kerugian yang lebih besar bagi rakyat Indonesia,” ujarnya melalui sebuah tulisan bahasa Inggris di blog-nya, Ahad, 22 Juni 2014.

Situs Tempo.co menulis : “Menurut Nairn, pemikiran Prabowo terungkap dalam wawancara off the record yang dilakukan di kantor perusahaan milik eks Komandan Jenderal Kopassus itu pada Juni dan Juli 2001. Kepada Nairn, Prabowo mengecam demokrasi di Indonesia, menyebut mendiang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai presiden buta, dan membayangkan diri menjadi seorang diktator.

Menurut Nairn, pemikiran ini harus dibuka karena relevan dengan kondisi saat ini. Prabowo, katanya, termasuk salah satu calon presiden yang akan dipilih masyarakat pada 9 Juli nanti. Karena itu, Nairn menganggap publik berhak mengetahui pemikiran Prabowo tentang negara, militer, dan pemimpin terdahulu. (Baca: Wartawan Investigasi Bongkar Rahasia Prabowo)

Nairn mewawancarai Prabowo sekitar Juni dan Juli 2001. Menurut wartawan kawakan yang meraih sejumlah penghargaan itu, wawancara tatap muka dilakukan di kantor perusahaan milik Prabowo di Mega Kuningan, Jakarta.

Prabowo diharapkan mau membuka informasi soal kasus pembantaian di Dili pada 12 November 1991 (dikenal sebagai Insiden Santa Cruz) secara off the record. Namun, eks Komandan Jenderal Kopassus itu tak mau membuka banyak informasi. Prabowo, kata Nairn, malah mengalihkan pembicaraan ke permasalahan lain.

“Prabowo berbicara tentang fasisme, demokrasi, kebijakan membunuh dalam tubuh TNI/ABRI, serta hubungan antara dirinya dengan Pentagon dan intelijen Amerika,” ujar Nairn.

Yang menarik adalah pengakuan Nairn wawancaranya dengan Prabowo itu adalah off the record, tapi ia buka dengan alasan demi kepentingan publik Indonesia. Sesuatu yang tabu sebenarnya wartawan mengungkap hal off the record ke public.

Di Tempo.co 2 Juli 2014, Allan juga menyerang Prabowo. Baca artikel berikut Tempo ini : “Jokowi dikelilingi pembunuh, Wiranto dan Hendro. Tapi Prabowo adalah pembunuh itu sendiri,” ujarnya dalam kunjungan ke kantor Tempo, Rabu 2 Juli 2014. Menurut Allan, jika Jokowi menang, itu bukan jaminan penegakan hak asasi manusia di Tanah Air. “Situasinya terbuka. Banyak hal terjadi jika Jokowi menang, bisa memburuk atau bisa lebih baik.”

Namun, dia berusaha meyakinkan, jika Prabowo terpilih, penegakan HAM suram. “Dengan Prabowo, itu tidak mungkin. Kesempatannya kecil.”

Baik Jokowi maupun Prabowo sama-sama didukung purnawirawan TNI. Dalam barisan Jokowi ada nama Abdullah Mahmud Hendropriyono, kepala Badan Intelijen Negara 2001-2004. Hendro dekat dengan Ketua Umum partai pengusung Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Sementara Wiranto, Panglima TNI pada 1998-1999 menyokong Jokowi melalui partainya, Hanura.

Hendropriyono dianggap otak pembunuhan aktivis HAM, Munir dan pembantaian Talangsari, Lampung. Sementara Wiranto dituduh bertanggung jawab atas pembantaian Santa Cruz di Dili, Timor-Timur pada 1991 dan pelanggaran HAM dalam unjuk rasa reformasi 1998.

Ihwal pernyataan Allan yang pernah mewawancarai Prabowo, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan tidak pernah mengenal Allan Nairn. Anggota tim pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1, ini tidak yakin terhadap tulisan yang dipublikasikan Alan di sebuah blog. ”Kami tidak tahu tulisan hasil wawancara itu benar atau tidak. Saya rasa tidak benar,” ujar Fadli saat dihubungi, Jumat, 27 Juni 2014.

Benarkah prediksi Allan bahwa Jokowi dikelilingi pembunuh, tapi Prabowo adalah pembunuh itu sendiri (sehingga ia memudian menjuluki Prabowo berbahaya)? Mungkin benar mungkin tidak. Tapi kini di tanah air, banyak Muslim yang dituduh teroris tanpa pengadilan dibunuh aparat Jokowi (Densus 88).

Allan dan Misi Politik

Tepat sehari sebelum Pilkada 2017 (18/4), Allan dalam tulisannya menguliti Fadli Zon, Harry Tanoe, Al Khathath, Usamah dan lain-lain. Kelompok-kelompok yang oposan terhadap Ahok ini sebagiannnya ia sebut makar. Di intercept.com, ia menulis artikel investigasi panjang berjudul : Trumps Indonesian Allies in Bed with Backed Militia Seeking to Oust Elected President. (Lihat : https://theintercept.com/2017/04/18/trumps-indonesian-allies-in-bed-with-isis-backed-militia-seeking-to-oust-elected-president/)

Tulisannya ini kemudian diterjemahkan oleh Tirto. id pada 19 April 2017. Situs ini memberi judul Investigasi Allan Nairn: Ahok Hanyalah Dalih untuk Makar. Artikel Allan ini kemudian ramai di media massa.

Lihatlah bagaimana Allan dengan `licin` memojokkan Prabowo cs dalam kalimat pertamanya : Rekan-rekan Donald Trump di Indonesia telah bergabung bersama para tentara dan preman jalanan yang terindikasi berhubungan dengan ISIS dalam sebuah kampanye yang tujuan akhirnya menjatuhkan Presiden Joko Widodo. Menurut beberapa tokoh senior dan perwira militer dan intelijen yang terlibat dalam aksi yang mereka sebut sebagai “makar”, gerakan melawan Presiden Jokowi diorkestrasi dari belakang layar oleh beberapa jenderal aktif dan pensiunan.

Allan Bohong?

Selanjutnya dalam judul kecil Usaha Makar, Allan memojokkan Fadli Zon, Munarman, FPI, Kivlan Zen, Al Khathath dan Usamah Hisyam. Lihat tulisannya berikut ini :

“Protes besar-besaran muncul menjelang Pilgub DKI Jakarta 2017. Mereka menuntut petahana Gubernur Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dipenjara atas tuduhan penistaan agama. Dengan pendanaan yang baik dan terorganisir, demonstrasi berhasil mengumpulkan ratusan ribu di jalanan Jakarta.

Dalam perbincangan dengan tokoh-tokoh kunci gerakan perlawanan terhadap Ahok, diketahui kasus penistaan agama ini hanya dalih untuk tujuan yang lebih besar: menyingkirkan Joko Widodo dan mencegah tentara diadili atas peristiwa pembantaian sipil 1965—pembunuhan massal oleh militer Indonesia dan didukung pemerintah AS. Aktor utama dalam ‘serangan pembuka’ yang berperan sebagai penyuara dan pendesak adalah Front Pembela Islam (FPI), yang diketuai Rizieq Shihab. Bersama Rizieq, dalam rantai komando, ada juru bicara dan Ketua Bidang Keorganisasian FPI, Munarman, serta Fadli Zon.”

Dengan narasumber Laksamana (Purn) Soleman B. Pontomantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan penasihat aktif Badan Intelijen Negara (BIN), Allan kemudian memojokkan para aktivis itu mendemo Ahok, sebenarnya untuk tujuan makar. Allan menulis :

Menurut Soleman, para pendukung gerakan makar di kalangan militer menganggap Ahok cuma pintu masuk, gula-gula rasa agama buat menarik massa.

“Sasaran mereka yang sebenarnya adalah Jokowi,” katanya.

Caranya tentu bukan serangan langsung militer ke Istana Negara, melainkan “kudeta lewat hukum”, mirip-mirip kebangkitan rakyat yang menggulingkan Soeharto pada 1998. Hanya, kali ini publik tidak berada di pihak pemberontak—dan tentara nasional Indonesia, alih-alih melindungi Presiden, lebih senang ikut menggerogotinya.

“Makar ini bakal kelihatan seperti pertunjukan People Power,” ujar Soleman. “Tetapi karena semuanya sudah ada yang mengongkosi, militer tinggal tidur,” dan presiden sudah terjengkang saat mereka bangun.

Skenario lain: Aksi-aksi protes yang dipimpin FPI bakal menggelembung kelewat besar, membikin Jakarta dan kota-kota lain kacau-balau, lalu militer datang dan menguasai segalanya atas nama menyelamatkan negara. Kemungkinan penuh kekerasan ini dibicarakan secara rinci oleh Muhammad Khaththath, Sekjen Forum Umat Islam, dan Usamah Hisyam saat saya bertemu mereka Februari lalu (Usamah adalah penulis biografi SBY berjudul SBY: Sang Demokrat).

Lebih dari urusan keagamaan, menurut mereka, masalah terbesar Indonesia saat ini adalah komunisme gaya baru, dan militer harus siap turut campur dan menggembalakan keadaan karena Indonesia belum cukup dewasa untuk demokrasi. Jokowi, kata mereka, menyediakan lahan bagi komunisme dan satu-satunya organisasi yang cukup kuat buat menghadapi komunisme ialah tentara nasional.

Mereka mengaku sudah punya daftar orang-orang komunis di Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah yang mereka incar. Di lapangan, mereka mengikuti panduan taktik dan strategi dari seorang jenderal antikomunis yang bekerja bersama mereka. Tentara hanya mungkin ikut campur bila ada kekacauan. Dalam keadaan damai, mereka tak dapat berbuat apa-apa.

Khaththath dan Usamah berkata kepada saya bahwa mereka tidak menginginkan pertumpahan darah. Mereka ingin kudeta damai, tetapi juga menekankan, dalam beberapa pekan ke depan, bakal ada revolusi oleh umat. Istana ketakutan, kata mereka.

Setelah Khaththath ditangkap polisi dengan tuduhan makar, Usamah mengirimkan pesan kepada saya bahwa kini ia mengambil kendali perjuangan di lapangan—sebagaimana  peran Khattath setelah imam besar FPI Rizieq Shihab digembosi skandal seks dan masalah-masalah lain.”

Warta Pilihan mencoba menghubungi Usamah Hisyam kemarin malam (21/4) untuk mengonfirmasi hal ini. Usamah menolak keras demo-demo Ahok arahnya ke makar. “Kita tak pernah bicara kudeta tapi Allan yang selalu mau kaitkan Aksi-Aksi Bela Islam dengan makar. Seperti tulisan dia yang diramu dengan  fakta-fakta lainnya dari gerakan purnawirawan,” jelasnya.

“Kami memang tegas mengatakan menentang bangkitnya neo komunisme di Indonesia, dan mereka akan berhadapan dengan umat Islam serta tentara,” terang Ketua Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi) ini.

Tapi Usamah mengakui bahwa malam itu ia dengan Al Khathath memang ketemu di Rumah Makan Mbok Berek Saharjo. “Malam itu saya kebetulan habis meeting dengan ustadz di Mbok Berek Jalan Saharjo. Karena sudah jam 10 malam, maka ketika ngobrol-ngobrol dengan Allan, kita pindah lokasi di Satay House Senayan, depan Mbok Berek,” jelasnya.

Yang menarik adalah tuduhan Allan kepada Munarman pengacara itu hadir dalam pembaiatan massal kepada ISIS dan Abu Bakar al-Baghdadi serta Munarman pengacara Freeport McMoran. Munarman kepada Warta Pilihan mengaku tidak pernah diwawancara Allan. “Saya tidak mau diwawancara Allan,”terangnya.

Jadi? Wallahu alimun hakim. |

Redaksi : Izzadina

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *