Wawancara Ismail Yusanto : “Kita Sekarang Berada di Tahap yang Kedua”

by

Wartapilihan.com – Pria kelahiran Yogyakarta, 58 tahun silam ini orangnya lugas. Perawakannya kalem dan tenang dalam menghadapi masalah. Ismail Yusanto memang sudah mempunyai bakat kepemimpinan sejak menjadi mahasiswa Universitas Gajah Mada, jurusan Teknik Geologi.

Ketika mahasiswa, Ismail aktif di Jamaah Salahuddin dan banyak memimpin kegiatan-kegiatan di masjid UGM. Tahun 90-an ia dan kawan-kawan Lembaga Dakwah Kampus Bogor membuat majalah Himmah. Majalah yang terbit bulanan itu berisi tentang pemikiran-pemikiran Islam. Meski oplahnya hanya ribuan, tetapi majalah itu mempengaruhi pemikiran aktivis-aktivis mahasiswa Islam di kampus-kampus ternama di tanah air.

Lulus dari UGM, Ismail melanjutkan mencari ilmu di Pondok Pesantren Ulil Albab Bogor yang diasuh oleh KH Didin Hafidhuddin. Laki-laki beristri Zulia Ilmawati ini ingin mendalami Islam dengan ustadz-ustadz kenamaan di Bogor. Selain mengaji pada Kiyai Didin, Ismail juga aktif ngaji pada Ustadz Abdurrahman al Baghdadi (Ustadz Abdurrahman ini dikenal sebagai tokoh yang memperkenalkan Hizbut Tahrir di Indonesia. Ia dikeluarkan dari Hizbut Tahrir Pusat tahun 2000-an).

Sejak tahun 90-an Ismail menjadi juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia. Meski kepemimpinan di HTI berganti, ia tetap menjadi juru bicara.

Setelah pemerintah melarang keberadaan HTI, Ismail dan kawan-kawan tentu tidak leluasa lagi dalam berdakwah. Bahkan beberapa anggota HTI menyatakan kepada Warta Pilihan bahwa sekolah-sekolah yang mereka dirikan juga didatangi polisi.

Tentu pelarangan yang mendadak kepada HTI ini, menjadikan Ismail marah. Karena ia dan kawan-kawannya telah puluhan tahun merintis dakwah lewat HTI. Ismail bingung dan merasa organisasinya tidak pernah melanggar hukum. “Apa kesalahan yang dibuat HTI?”tanya Ismail kepada para wartawan yang mengelilinginya.

Laki-laki yang piawai dalam bicara dan menulis ini juga marah kepada Presiden Jokowi. Ia menyatakan bahwa Jokowi kejam, zalim dan sewenang-wenang.

Berikut wawancara wartawan Warta Pilihan, Ahmad Zuhdi, dengan Ismail Yusanto :

 Kapan awal Muktamar Internasional HTI dilakukan di Indonesia?

Tahun 2007 kita melakukan di Gelora Bung Karno Senayan, kemudian 2013 dan 2015.

Bagaimana liku-liku perjalanan dakwah dari beberapa rezim?

Sebenarnya biasa saja sampai rezim Jokowi ini yang saya kira sangat represif. Yang lainnya biasa-biasa saja, kalau di masa Soeharto dulu kita memang kan baru awal. Terus zaman Soeharto itu kita baru sekitar 10 tahun, jadi memang masih kecil. Kemudian di masa Habibie Oke, di masa Gusdur Oke, di masa Megawati Oke, di masa SBY Oke, baru kali ini (Pemerintahan Jokowi represif).

Bagaimana dengan asas tunggal yang dulu diperintahkan Soeharto untuk semua ormas?

Itu tahun 1984, kita belum berbentuk. Dulu masih halaqah-halaqah (pengajian) saja sifatnya.

Basis awal dimana?

Di IPB, iya di Bogor lah tepatnya.

Sempat ada intimidasi atau persekusi di zaman Orde Baru?

Tidak ada.

 Apa langkah setelah dicabut Badan Hukum?

Kita akan melihat nanti langkahnya seperti apa karena sampai ini hari SK-nya kita belum menerima. Memang mereka (pemerintah) tidak ada komunikasi, tidak ada kita dipanggil. Surat pengesahan badan hukum itu kan yang diberikan negara kepada kita meskinya pencabutannya sampai kepada kita.

 HTI akan transformasi menjadi gerakan politik atau ormas lain?

Kita akan lihat nanti seperti apa, kita masih menunggu surat itu kemudian kerangka sosial-politiknya, hukumnya seperti apa, baru nanti kita akan tentukan langkah berikutnya seperti apa.

Sudah ada pembahasan internal ke arah sana?

Belum, belum ada.

Lumbung-lumbung kader akan pindah bila tidak secepatnya diakomodasi?

Oh tidak, kita tidak khawatir akan hal itu.

Bagaimana tahapan dakwah dalam HTI?

Kita sekarang berada di tahap yang kedua yaitu tafa’ul ma’al ummah yaitu berinteraksi dengan umat. Tahap kedua yang kita lakukan sekarang ini, tetapi tetap pertama yaitu pembinaan dan pengkaderan tetap jalan terus. Tahap yang ketiga tentu belum karena tahap yang menentukan.

Ada berapa marhalah (tingkatan) dalam pengkaderan?

Hanya ada satu.

 Materi-materi pengkaderan apa saja?

Anda bisa baca, ada Nidzamul Islam, Mafahim, ada 23 kitab seluruhnya.

 Referensi saat halaqah juga dari kitab tersebut?

Iya dari sana.

Bagaimana tahapan kekuasaan di dalam dakwah HTI?

Jadi sederhananya, dakwah-menjelaskan-siyasah syar’iyyah-khilafah. Kemudian orang setuju, selesai. Apakah dapat begitu? Saya kira ini cara pandang baru kita bisa melihat sirah Nabi, perubahan kekuatan itu timbul karena ada perubahan.

Perubahan apa saja?

Ada perubahan mindset karena itu dakwah yang mengubah pandangan hidup manusia tentang seseorang tentang beragama itu penting.

 Bagaimana cara menuju kekuasaan?

Kita bisa melihat contoh yang paling menarik adalah kerudung, sekarang kan tidak ada orang yang keberatan kerudung itu dipakai secara resmi seperti seragam SD, SMP, SMA kemudian polwan dan sebagainya. Nah ini berarti orang menyadari bahwa kerudung itu baik. Ketika baik siapa yang mengubah? Yang mengubah iya dirinya sendiri. Yang membuat aturan itu berubah, TNI berubah, Polisi berubah. Yang terpenting seperti itu dakwah masuk dulu. Kenapa mereka melihat bahwa kerudung itu baik karena dakwah. Jadi itu bukan suatu yang buruk, bukan sesuatu yang menakutkan. Jadi menjaga dakwah itu tetap dilakukan itu penting sekali dan menjaga pintu dakwah terbuka itu harus dilaksanakan.

Ruang diskursus dan dakwah dipersempit, bagaimana?

Nah itu implikasi yang paling serius dari pencabutan badan hukum itu yaitu terganggunya ruang dakwah, tertutupnya ruang dakwah. Dakwah menuju syariah dan khilafah.

Metode dakwah lain dengan tulisan atau tindakan masih terbuka, bagaimana?

Tentu begini, bukan dengan dicabutnya badan hukum mati lantas dakwah berhenti, kita tidak memandang seperti itu. Tetapi setidaknya sarana (washilah) dakwah itu hilang. Sarana yang cukup efektif itu hilang. Ibaratnya kita mobilitas tinggi selama ini kita katakanlah memakai mobil 500 cc, tetapi mobil itu hilang. Bukan berarti kita berhenti bergerak, masih ada sepeda mobil lain, sepeda, bisa lari tetapi penurunan kinerja itu berkurang.

Kedua, dakwah untuk tegaknya syariah dan khilafah bukan hanya dilakukan HTI,  lantas dengan dibubarkannya HTI dakwah itu berubah, tidak. Di situlah kita menyambut hal ini bukan dengan sedih dan mangkelMangkel tetap ada, sedih juga tetapi kita melihat itulah resiko dakwah ketika berhadapan dengan rezim yang dzalim.

Tentu kita juga berharap ada hikmah di balik ini semua. Dulu juga ada penerapan asas tunggal tetapi hikmahnya ternyata sangat besar. Itu saya kira hikmahnya.

Bagaimana menjaga ikatan emosional kepada anggota dan simpatisan di daerah?

Kalau itu sudah biasa, tidak masalah karena saluran kita bukan saluran ormas.

Bagaimana pandangan HTI soal nasionalisme?

Kita melihat pada dua hal. Pertama nasionalisme positif yaitu nasionalisme dalam bentuk kecintaan kepada tempat lahir, kecintaan kepada negeri sebagaimana Rasulullah juga cinta kepada Mekkah. Kemudian kecintaan itu ditunjukkan untuk menjaga negerinya dari gangguan, ancaman, kemungkaran, kemudian menumbuhkan kebaikan di negeri itu yaitu melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Inilah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir. Jadi kalau ada yang berpandangan HTI tidak nasionalis itu salah besar.

Kita mengingatkan pemerintah dari cengkaman neo-liberalisme, kemudian kita menuntut sumber daya alam dikelola sendiri, bukan oleh perusahaan asing. Kita juga mengingatkan pemerintah agar tidak mengeluarkan referendum sehingga Timor-Timor tidak terpisah dari Indonesia, itu mau disebut apalagi kalau bukan disebut sebagai nasionalisme.

Yang kedua, nasionalisme negatif. Nasionalisme negatif ini seperti yang dikatakan oleh Hans Kohn, bahwa pengabdian yang paling tinggi dilakukan untuk bangsa dan negeri. Ini sejenis nasionalisme chauvinis. Yang sering orang bilang ‘all is my country’, kemudian termanifestasikan dalam bentuk pengabdian kepada negara kemudian menolak terhadap kebaikan, itulah chauvinisme dalam bentuk sekularisme, penolakan terhadap syariat Islam. Inilah nasionalisme negatif. HTI jelas menolak nasionalis ini.

Saya kira yang sedang terjadi sekarang itu tumbuh, bercampur aduk antara nasionalisme negatif dengan nasionalisme positif. Sebagian orang menganut nasionalisme negatif dan nasionalisme positif karena itu tidak tepat (pembagian) golongan Islam dengan golongan nasionalis. Yang lebih tepat itu golongan nasionalisme negatif dengan nasionalisme positif. Itu yang saya kira sedang terjadi.

 Sama seperti Maqashid Syariah?

Iya itu kan Maqashid Syariah, Maqashid itu kan nilai-nilai yang ingin dicapai oleh syariah karena tidak mungkin nilai-nilai diterapkan kalau syariah-nya tidak diterapkan. Orang muter balik. Dia mengatakan menolak syariah yang terpenting maqashid syariah-nya tercapai. Bagaimana masqashid syariah tercapai, syariah ditolak?

Jadi pandangan kita seharusnya tertuju bukan di maqashid-nya tetapi di syariah-nya. Jadi syariah diterapkan dengan nanti maqashid-nya terwujud atau maqashid dapat tercapai bila syariah dilaksanakan.

Apakah penerapan syariah hari ini belum totalitas tanpa ada hudud/jinayat?

Sebenarnya tergantung kita memandangnya seperti apa. Sebab misalnya, ada undang-undang mengenai perbankan syariah, sudah ada. Nah sudah ada itu di dalam undang-undang perbankan syariah itu dianggap sudah 100%? Atau dianggap berapa persen? Kalau sekedar sudah ada, iya berarti 100% karena sudah ada. Tetapi dalam keadaan nya undang-undang itu ada menjadi bagian dari subsistem, subordinat dari undang-undang perbankan sekuler. Kalau begini kita tidak mengatakan sudah 100%.

Kalau misalnya dibandingkan volume perbankan syariah daripada perbankan konvensional maka kurang dari 5%. Sama juga dengan yang belum dilaksanakan. Jadi saya kira kita bisa melihatnya dalam dua kacamata. Pertama, developmentalisme. Developmentalisme yang ada sekarang ini dilihat dari angka 0, makanya ini dilihat sebagai suatu kemajuan. Yang tidak ada perbankan syariah sekarang ada. Cara pandang ini penting bahwa ada keberhasilan dari ikhtiyar kita. Tetapi menggunakan cara pandang ini kita juga keliru, seolah-olah kita sudah selesai.

Oleh karena itu kita penting menggunakan cara pandang kedua yaitu optimalisme. Optimalisme itu kita menilai keadaan sekarang dari titik akhir. Hei betul anda ada kemajuan, tetapi ingat anda ada di titik dua. Sementara ini 10 bukan sudah dapat 8, tetapi sudah dapat 8 kurang 2 dalam perspektif optimalisme karena itulah maka dakwah normatif, dakwah kemestian itu penting. Mestinya begini, mestinya begitu itu penting untuk menggeret dari apa yang semestinya. Dari alhamdulillah yang tadi itu punya kekuatan untuk tetap terus bergerak ke arah semestinya.

Kalau untuk Perbankan Syariah semestinya bagaimana?

Semestinya itu kan Indonesia tidak ada sistem keuangan perbankan sekuler seluruhnya syariah, nah ini kita bicara kemestian. Berarti kita tidak akan berpuas diri sekedar sudah ada. Bagaimana sistem keuangan sekuler tersebut menjadi tidak ada, ada satu-satunya yaitu keuangan syariah.

Sama seperti pelarangan Khamr pada zaman Rasulullah maksudnya?

Bukan, yang penting kita baca dari segi ikhtiar (usaha) ini suatu kemestian, sehingga kita harus mengkombinasikan. Saya setuju dengan pandangan developmentalisme tetapi juga jangan sampai hilang optimalisme. Jangan juga kita menggunakan optimalisme thok dan menghilangkan developmentalisme. Sebab kalau hanya optimalisme kita melihat belum ada kemajuan.

Muaranya di sistem?

Iya betul sekali. Nah disitulah sebenarnya perjuangan ideologis menjadi sangat penting.

Bagaimana sistem demokrasi dalam kacamata HTI? Apakah setuju dengan demokrasi Islam?

Sistem demokrasi itu sudah banyak dikritik bukan hanya oleh HTI. Bahkan Google menyatakan demokrasi merupakan sistem yang paling buruk. Anda googling sendiri kritik terhadap sistem demokrasi itu akan keluar banyak. Kemudian orang mempersoalkan HTI anti demokrasi. Sekarang silakan tunjukan kepada demokrasi dimana letak yang mengatakan bahwa negara kita negara demokrasi. Ayo coba tunjukan.

Di dalam Pancasila? Kerakyatan? Loh itu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan. Perwakilan disitu. Kalau melihat sila ke empat, pemilihan langsung itu salah. Ketua Umum Pemuda Pancasila itu mengatakan, bahwa Pancasila ini sudah bukan lagi lima sila tetapi empat sila, hilang sila keempat itu.

Terus dimana coba, di UUD 45 tidak ada juga disana disebutkan. Ada di pasal 33 kalau tidak salah itu ekonomi yang demokratis, sebagai sifat bukan sebagai sistem. Makanya aneh kalau orang mengatakan negara kita itu negara demokrasi, bahkan kalau anda membaca risalah debat di dalam BPUPKI itu ada founding father kita yang mengatakan bahwa negara kita ini tidak boleh dipengaruhi oleh faham-faham asing, faham-faham Barat diantaranya demokrasi.

Apa yang mendasari HTI melakukan kritik terhadap demokrasi?

Jadi kritik terhadap demokrasi itu biasa dan itu yang dilakukan juga oleh Hizbut Tahrir. Kritik yang dilakukan oleh HTI itu bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Kedaulatan di sini berarti membuat serta menetapkan hukum, menetapkan halal haram dan benar atau salah. Di dalam Islam menetapkan hukum halal-haram benar atau salah itu menurut Allah SWT. Kalau di dalam demokrasi itu berdasarkan kedaulatan rakyat, di situlah titik mendasar Hizbut Tahrir menolak sistem demokrasi. Makanya kita menyebut demokrasi itu bukan dari Islam bukan ajaran Islam dan kita menyebut “ad-demokratiyah nidzamin kufrin” (demokrasi itu sistem kufur). Itu kritik kita.

Bagaimana soal kekuasaan di tangan rakyat?

Betul kekuasaan di tangan rakyat, di dalam Islam pemimpin dipilih rakyat. Bedanya kalau di dalam demokrasi pemimpin dipilih untuk melaksanakan kedaulatan rakyat tetapi di dalam Islam pemimpin dipilih untuk melaksanakan kedaulatan Syariah.

Bagaimana dengan demokrasi Islam?

Nah, kalau demokrasi Islam itu contradictiu-interminis karena kalau dalam demokrasi itu kedaulatan di tangan rakyat tetapi dalam Islam kedaulatan di tangan Allah. Kan tidak cocok, kontradiksi. Kedaulatan Allah di tangan rakyat atau kedaulatan rakyat di tangan Allah kan tidak bisa. Seperti kapitalisme Islami, kapitalisme itu kan bertentangan dengan Islam, orang patokannya paham modal kok. Kapitalisme Islami, itu kan tidak cocok. Seperti maaf, maling Islami, koruptor Islami kan tidak bisa juga.

Orang yang menganut faham tersebut termasuk Kafir?

Enggak, tidak ada. Kita tidak pernah mengatakan bahwa mereka ini yang menganut paham demokrasi itu kafir. Di dalam Al Maidah itu kan berlaku barang  Siapa yang tidak berhukum dengan Hukum Allah maka dia kafir, dzalim atau fasik. Kafir itu kan bertentangan dengan Islam. Artinya memang dia menolak hukum Islam. Sistem yang ada sekarang ini bukan Islam, jadi beda antara sistem dengan orang. Sistemnya bukan Islam, orang itu ada yang dzalim, fasik dan kafir. Harus dilihat satu-satu tidak bisa langsung justifikasi.

Formalisasi syariat Islam?

Disitulah pentingnya dakwah.

Bagaimana menuju perubahan?

Jadi kalau kita bicara perubahan itu banyak sekali macam-macam, perubahan yang bersifat elementer, gradual, fundamental sampai bersifat revolutif. Jadi gampang tidaknya itu tergantung skala perubahan, volume perubahan.

Pada waktu itu (reformasi 1998) praktis sangat sulit membayangkan Soeharto jatuh, partai Golkar di tangan dia, PDIP PPP di tangan dia, Fraksi Polri TNI, media massa, ulama, konglomerat bahkan preman di tangan dia. Tetapi itulah dinamika masyarakat, itu yang tidak bisa kita perkirakan. Dalamnya laut bisa kita lihat, tetapi dalamnya hati siapa yang tahu? Dimana dakwah akan mempengaruhi disitu dakwah bermain, society mind.

Kejatuhan Soeharto tidak lepas dari intervensi asing, ada bantuan dari luar untuk mewujudkan cita-cita Khilafah?

Tidak ada. Kita tidak menggunakan sistem people power, kita menggunakan uslub (metode) an thariqul ummah (ummat yang sadar). Kalau people power itu kan pergerakan massa seperti teori Karl Marx. Tetapi kekuatan ummat itu society juga state. Yang disebut thariqul ummah itu masyarakat di grassroot dan di parlemen. 1998 itu banyak faktor, tetapi dakwah itu belum dominan. Pak Harto berubah itu kan karena ada pengajian di Cendana juga pengaruh di state (negara). Walaupun tidak seperti sekarang, makanya menjaga keterbukaan dakwah itu sangat penting sekali termasuk di state. Berada di society dan state.

Mad’u (objek dakwah) HTI siapa saja di level state (negara)?

Beragam, semua yang dinamakan manusia itu mad’u-nya HTI. Pokoknya ada di semua kalangan, ada di tempat masing-masing.

Darimana sumber pendanaan HTI?

Iuran, iuran itu ada yang sebulan Rp 10.000, ada yang Rp 50.000, Rp 100.000, Rp 1.000.000 beragam. ||

Ahmad Zuhdi/Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *