Ifdhal Kasim: Kebijakan Perppu No 2 tahun 2017 Tidak Diktator

by
Dr Ifdhal Kasim, Staf Ahli Presiden (paling kanan). Foto: Eveline Ramadhini.

Pro dan kontra Perppu No 2 tahun 2017 terus bergulir. Bagaimana persepsi pemerintah?

Wartapilihan.com, Depok — Staf Ahli Deputi V Kantor Staf Presiden, Dr Ifdhal Kasim menjelaskan, kebijakan Perppu No 2 tahun 2017 tidak diktator. Pasalnya, ia menekankan, perlu dipahami bahwa pemerintah hanya mencabut hak dalam berorganisasi. Hal itu, menurutnya tidak melanggar Hak Asasi Manusia.

“Saya kira (penetapan Perppu tersebut) tidak diktator. Pembatasan hak memang dibolehkan dalam hak asasi manusia, yakni dengan dibatalkan badan hukumnya,” ucap Dr Ifdhal di acara Diskusi Publik yang bertajuk ‘Pro dan Kontra Perppu No 2 tahun 2017 dalam Tinjauan Tata Hukum Negara’ yang dilaksanakan hari ini, (21/7/2017), di Depok.

“Hak (ada) yang dapat dikurangi dalam situasi tertentu. Maka, hak-hak ini boleh dibatasi pemenuhannya, yaitu hak atas kebebasan berorganisasi, berekspresi, berkumpul. Sedangkan ada hak-hak yang tidak boleh dicabut oleh apapun, yaitu hak atas hidup, dan hak atas beragama,” lanjutnya.

Menurutnya, pembatasan yang dilakukan pemerintah tidakbisa dilakukan semena-mena, melainkan mesti menjaga. Pasalnya, ada pembatasan waktu dan hak, ada tujuan yang ingin dicapai negara secara legitimasi. “Pembatasan hak yang dibuat adalah sesuatu yang memang diperbolehkan sepanjang tidak digunakan untuk kepentingan lain oleh negara,” lanjutnya.

Ia pun menjawab berbagai kritikan yang ada, mengenai setiap organisasi yang diberhentikan haknya, maka tetap ada hak untuk ajukan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Dengan kata lain, tidak menutup proses peradilan. “Setiap organisasi yang dicabut, hak untuk mendapatkan kembali tetap didapatkan. Secara prosedural, dapat menghampiri Pengadilan tata usaha negara. Diuji kembali apa penilaian dari pejabat tata usaha sesuai dengan asas hukum atau tidak,” terangnya.

Ia menambahkan, dalam sistem presidensial, presiden selalu diberikan kewenangan untuk memberlakukan keadaan emergensi, yang berikutnya keluarkan Perppu. Undang-undang telah mengatur itu. Kedua, presiden ketika disumpah menjadi presiden, menyatakan kesetiaannya kepada Pancasila dan UUD 1945. Maka ia bisa menetapkan Perppu sesuai kepentingan negara yang dinilai mendesak.

Ia merespon berbagai kritik yang belakangan ini muncul di masyarakat, “Beberapa yang saya respon dari kritikan. Kita perlu menata kembali organisasi masyarakat ke dalam kerangka kehidupan bernegara,”

“Semuanya tetap dalam koridor negara. Posisi dari pejabat Pengadilan Tata Usaha penting melakukan kontrol terhadap organisasi. Pengadilan dapat menjadi tempat untuk menguji,” tandasnya.

Acara ini menghadirkan juga Pakar Hukum Tata Negara Dr Fitra Arsil. Turut mengundang Yusril Ihza Mahendra, namun ia tidak bisa hadir karena ada suatu keperluan. ||
Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *