WARTAPILIHAN.COM, Jakarta – Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri, Komjen Pol. Ari Dono Sukmanto menyatakan, tak ada yang bisa membantah lagi bahwa tindak pidana perdagangan orang (TPPO) merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM terbesar di dunia. Sebabnya, manusia dijadikan komoditas serupa benda yang hanya dihargai oleh uang semata. Bukan dihargai sesuai kemanusiaannya. Untuk itu, jerat hukum tanpa kompromi akan diterapkan.
“Masih banyaknya PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) dan Perorangan yg bekerjasama dgn oknum di Kedutaan Saudi Arabia utk mendapatkan visa cleaning service, visa ziarah, visa umroh dan visa kunjungan yang disalahgunakan menjadi TKI untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ini tentu pelanggaran HAM berat,” tegas Ari dalam siaran persnya, di Gedung sementara Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat pada Rabu (17/5).
Ari menegaskan, terkuaknya TPPO oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri memperlihatkan bahwa telah terjadi pengabaian HAM oleh oknum dan PPTKIS. Bukan hanya itu, keterlibatan klinik kesehatan yang membantu proses pemberangkatan dengan memberikan persyaratan kesehatan yang tidak memenuhi syarat yang diatur dalam UU Kesehatan, memperlihatkan kelindan dari TPPO ini.
“Jejaring yang berkelindan dan seolah-olah rumit itu kini sudah tak bisa dikompromi lagi. Kami telah menjerat mereka tanpa kompromi yaitu mengusut aset para tersangka, dalam arti menjerat juga melalui regulasi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Semua karena ini merupakan masalah kemanusianan, bukan sekedar masalah hukum belaka,” sambungnya.
“Di sisi lain, ada supply and demand yaitu peningkatan kebutuhan TKI bahkan sejak pemberlakuan moratorium gaji TKI Ilegal (TKI kaburan-red) meningkat 2-3 kali lipat. Ini juga jadi bagian perhatian pemerintah menuntaskan TPPO sejenis ini,” Ari menerangkan.
Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Herry Nahak menyatakan bahwa terkuaknya kejahatan manusia yang mengorbankan 80 WNI itu merupakan hasil kerjasama dengan berbagai pihak. Seluruh korban TPPO itu telah dikorbankan oleh berbagai oknum dan perusahaan yang patut mendapat sanksi tegas.
“KBRI di Riyadh, misalnya, telah menginformasikan bahwa ada 286 WNI yang berangkat Umroh tapi tidak kembali pada tahun 2016. Kini telah berhasil dipulangkan sebanyak 69 WNI yang menyalahgunakan visa Umroh untuk bekerja di Saudi Arabia. Selain menyalahgunakan visa Umroh, ada 68 TKI yang telah dikembalikan ke Indonesia karena penyalahgunaan Visa Cleaning Service tapi di sana justru menjadi Asisten RT di Saudi Arabia,” tutur Herry.
Tak hanya itu, terdapat 39 WNI yang telah diselamatkan oleh KBRI Kuala Lumpur di Bandara KLIA yang diduga akan diberangkatkan ke Timur Tengah dengan Non Prosedural. Berikutnya, ada 6 WNI yang terlantar di Colombo yang akan bekerja ke Saudi Arabia dan 11 WNI yang harus dipulangkan dari Lebanon karena tidak mau bekerja di Syria. Selanjutnya informasi dari Mensos RI terkait adanya pengiriman TKI illegal melalui perbatasan Sebatik Kab. Nunukan Kaltim, perbatasan Entikong Kalbar, Batam dan jalur tikus lainnya.
“Ini sesuai dengan data lain yang juga telah menyebutkan bahwa total keseluruhan WNI overstay hingga 2015 sebanyak 588.075 individu. Saudi Arabia merupakan magnet tersendiri bagi TKI terutama yang Muslim yaitu untuk bisa bekerja (menjadi TKI-red) sekaligus juga bisa melaksanakan umroh atau haji. Selain itu, TKI di Arab Saudi dianggap sebagai pekerja yang mempunyai etos kerja tinggi dan dianggap multi talenta. Ini menggiurkan. Sayangnya disalah-gunakan oleh para oknum,” kata Herry.
Kasatgas TPPO Bareskrim Polri, Kombes Pol. Ferdy Sambo menyebutkan bahwa dari seluruh kasus yang terungkap itu, 10 tersangka sudah terjerat regulasi yang terproses tanpa kompromi.
“Kasus-kasus itu berangkat dari banyak titik pelanggaran. Mulai dari penyalahgunaan visa, penipuan dengan janji bekerja di luar negeri, pemberangkatan secara ilegal hingga fakta travel umroh yang bekerjasama dengan pelaku untuk menggunakan fasilitas Umroh tapi tidak kembali dan bekerja. Sebutannya Umroh Sandal Jepit. Hingga saat ini, 10 tersangka sudah kami jerat dan diproses tanpa kompromi,” tandas Ferdy.
Reporter: Satya Wira