Wartapilihan.com, Jakarta – Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo membantah adanya pihak yang menyatakan bahwa Kementerian Pertahanan ikut campur dalam hierarki komando TNI. Menurut Gatot, tidak ada yang salah dalam hierarki komando dan tidak ada seorang pun yang boleh melakukan intervensi kepada hierarki Komando. Menurutnya, yang yang disampaikan oleh Kementerian Pertahanan pada rapat Rencana Program Anggaran Tahun 2017, Senin (6/2) adalah hierarki soal anggaran dan pengadaan.
Tubagus Hasanuddin, Wakil Ketua Komisi I DPR RI berpandangan, materi rapat yang disampaikan oleh panglima TNI menyangkut keberatan tentang penggunaan masalah penganggaran yang tidak sesuai aturan perundang-undangan.
“Kalau saya lihat dari keduanya (anggaran dan pengadaan), seharusnya masalah ini diselesaikan oleh pemerintah. Soal Peraturan Menteri dan sebagainya tidak perlu didiskusikan oleh DPR, karena setelah saya pelajari memang Permen tahun 2015 justru lebih lengkap. Dimana memasukkan unsur pasal-pasal klausul, tentang misalnya, KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) yang merupakan fungsi perencanaan anggaran dan pengadaan. Termasuk di dalamnya juga ada unsur atau pasal yang ada di UU Industri Pertahanan,”ucap Tubagus.
Politikus F-PDIP ini terkejut karena UU TNI dibuat tahun 2004, kemudian UU Pertahanan Negara dibuat tahun 2002, dari tahun 2002, 2004 sampai tahun 2017. Ia merasa antara hubungan kerja dalam pengadaan sampai dengan tahun ini baik-baik saja.
“Buat saya ini agak surprise kalau tiba tiba ada perbedaan pendapat seperti itu. Andaikan kalau ada masalah, dalam Komisi I sepakat masalah itu diselesaikan lewat pemerintah, untuk kemudian dipaparkan ke DPR.”
Tubagus melihat dalam undang-undang TNI dinyatakan panglima adalah pengguna kekuatan. Tapi kalau yang menyiapkan kekuatan, urusan anggaran juga masalah pengadaan itu ada di kewenangan Kementerian Pertahanan, seperti dalam Undang-Undang Pertahanan pasal 16 ayat 6.
“Saya pun heran ada pernyataan Panglima dan Menhan tidak setuju dengan pembelian helikopter AW 101. Karena buat DPR itu ketika presiden melarang membeli AW 101, ya kami menganggap itu selesai, tidak ada masalah dan tidak ada rencana masalah itu didiskusikan dalam rapat hari Senin kemarin,” katanya.
Lebih lanjut lulusan Akmil tahun 1974 ini menjelaskan, anggaran disediakan untuk membeli Heli dari Menteri Keuangan atau anggaran Sekretariat Negara. Ia meminta spesifikasinya dari Mabes Angkatan Udara. Kemudian ditetapkan AW 101. Ketika sudah ditetapkan kemudian Presiden tidak berkenan dan Kemenkeu membintanginya. Artinya membintangi, uang itu tidak boleh dipakai.
“Yang menjadi pernyataan untuk kita kok tiba-tiba bintangnya dicopot? Ini mungkin perlu saya dapatkan informasi dari media juga. Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) akan melaksanakan investigasi, karena mencopot bintang yang dilakukan oleh Menkeu itu tidak serta merta. Ada prosedur yang harus dilalui dan itu harus ada surat lengkap yang harus diaplikasikan,” pungkasnya. |
Reporter : Ahmad Zuhdi