“Organisasi kemanusiaan dengan misi netral lebih mudah diterima oleh pemerintah Myanmar,” kata Idrus Alatas.
Wartapilihan.com, Jakarta – Palang Merah Indonesia (PMI) bekerja sama dengan Medical Rescue Committee (MER-C) dan Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) sedang menjalankan pembangunan Rumah Sakit di Maungdaw, Myanmar. Rumah Sakit ini, kata Ketua Pelaksana PMI Ginandjar Kartasasmita merupakan inisiatif dari masyarakat Indonesia.
“Kita sudah komunikasi dengan Ketua Umum PMI yang juga sebagai Wapres, Pak JK (Jusuf Kalla). Kemungkinan pemerintah akan melakukan berbagai kegiatan lain untuk membantu Myanmar,” kata Ginandjar saat konferensi pers di Gedung PMI, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (14/9).
Dia mengatakan, rencana anggaran untuk membangun Rumah Sakit di lahan 2.500 meter persegi itu membutuhkan dana sebesar US$ 1,9 juta. Pihaknya telah bekerja sama dengan beberapa lembaga/NGO untuk mempercepat pembangunan tersebut.
“Untuk transparansi dan akuntabilitas, kita akan melaporkan kepada masyarakat. Dana yang sudah terkumpul dari Walubi sebesar US$ 1 juta. Sambil berjalan kita akan menutupi kekurangan-kekurangan itu,” ujarnya.
Senada dengan hal itu, Presidium Medical Rescue Committee/Merc Indonesia Sarbini Abdul Murad menyatakan, gagasan membangun Rumah Sakit di Myanmar merupakan upaya bagaimana membangun harmonisasi antara umat Islam dengan umat Budha di tempat tersebut.
“Kita dapat melihat bagaimana Borobudur merupakan simbol keragaman antar etnis, agama dan adat di Indonesia. Dimana sekitar sana banyak masyarakat muslim. Oleh sebab itu, Rumah Sakit adalah tempat yang sangat tepat diberikan kepada pemerintah Myanmar sebagai simbol harmonisasi,” papar Abdul.
Setelah sukses membangun Rumah Sakit di Gaza yang telah menghabiskan dana Rp 156 Miliyar, jelas Abdul, banyak pihak pesimis dapat dibangun Rumah Sakit di daerah konflik tersebut.
“Tapi alhamdulillah sampai hari ini kita tidak mendapatkan kendala untuk pembangunan Rumah Sakit karena hubungan baik antara pemerintah Indonesia dengan Myanmar. Kontraktor Myanmar mendukung kita. Insya Allah pada bulan 10 (Oktober) kita akan membangun tahap dua,” ungkap dia.
Dalam kesempatan sama, Ketua Divisi Konstruksi MER-C Idrus M. Alatas menyatakan, awalnya pihak MER-C membelikan lahan di Maungdaw, namun karena terdapat peraturan daerah, pemerintah pusat disana merubah lokasi tersebut sejauh 2,5 km.
“Kalau di sana tidak ada istilah hak pakai seperti di sini. Saya belum tahu regulasinya seperti apa, tapi yang jelas itu menjadi kewenangan pemerintah. Itu tanah pemerintah, kita tidak keluar sepeser pun,” tutur Idrus.
Lebih jauh, Idrus mengatakan, Pemerintah Myanmar mulai menutup diri dari beberapa komponen NGO (non government organisation) akibat hujan demontrasi dan resolusi dari berbagai negara.
“Iya itu hak mereka (pemerintah Myanmar). Kami diizinkan masuk karena kami tidak berdiri di atas satu kelompok, tetapi berdiri di atas semua kelompok. Karena misi kita adalah kemanusiaan, Bukan agama. Bukan dalam kacamata membela orang yang beragama Islam dalam keadaan tertindas. Prinsipnya kemanusiaan,” Idrus menerangkan.
“Kalau memang dibilang MER-C organisasi Islam, bukan. Jadi kita memang netral, organisasi kita tidak under bouw suatu kekuatan politik. Kita juga melakukan seperti di daerah Poso, Aceh, di saat seperti itu mediasi sangat dibutuhkan untuk berbicara ke sana dan ke sini,” tambahnya.
“Masih terjadi eksodus besar-besaran?,” Warta Pilihan menanyakan. “Hmmm menurut kabar yang beredar ya seperti itu,” jawabnya dengan jeda nada sekitar 3 detik.
Kendati demikian, tambah Idrus, pemerintah Myanmar memberikan apresiasi terhadap Indonesia karena satu-satunya negara di Asean yang ditunjuk oleh Myanmar melakukan diplomasi.
“Pemerintah di sana sangat hormat kepada Indonesia. Seperti gurunya bisa dibilang, karena mereka juga melihat multi etnik, agama dan kita rukun tetapi secara politik kita berbeda (dengan Myanmar),” tutupnya.
Ahmad Zuhdi