Seringkali kita menyamakan antara riba dengan bunga. Apakah sebenarnya sama ataukah ada perbedaannya?
Wartapilihan.com, Jakarta – Pakar ekonomi Islam, Prof Dr Ugi Suharto menjelaskan, riba dan bunga pada dasarnya memiliki perbedaan dan persamaan tertentu. Riba merupakan hal yang haram, sedangkan bunga ada yang diharamkan, ada juga yang tidak.
“Adakah riba yang tidak berbunga? Tidak semua yang berbunga riba. Riba juga bisa tidak berbunga. Hal itu disebut interest (bunga) tanpa riba,” ujar Prof Ugi, pada acara bertajuk ‘Pemikiran Ekonomi Islam dan Isu tentang Riba vs Interest dalam Konteks Struktur Pemikiran Islam’, Sabtu siang (29/7/2017), di Aula INSIST, Kalibata, Jakarta Selatan.
“Apa itu riba? Apa itu interest? Untuk belajar riba kita harus belajar fiqih. Untuk tau interest harus belajar Finance,” lanjutnya.
Riba, menurut Prof Ugi, merupakan transaksi yang terkait pinjaman keuangan atau barang. Misalnya, dalam transaksi penukaran emas. Penukaran emas bisa disebut riba apabila ada ketidaksamaan waktu atau penukaran dilebihkan dengan kesepakatan. “Kalau kita ingin menukar emas dengan emas, harus sama waktunya dan sama beratnya. Kalau tidak sama, maka akan ada riba. Tidak boleh ada kelebihan, disebut riba fadhal. Riba nasa’, ada perbedaan waktu. Misal, punya dolar Amerika mau kita tukar uangnya tapi besok. Tidak boleh, harus hari itu juga. Kalau tidak, itu namanya riba nasa’,” tutur Dosen University College of Bahrain ini.
Untuk menjadi riba, terang lelaki kelahiran Ciamis ini, ada 3 ketentuan, yakni (1) Ada kelebihan (ziyadah), misalnya, pinjam uang Rp. 100.000 dikembalikan Rp. 150.000, (2) Harus dari pinjaman, jika barang dibeli 10 juta kita dijual 11 juta dengan barang yang bersifat pinjaman, (3) Pinjaman tersebut merupakan bagian dari persyaratan untuk membeli barang tersebut.
“Jika tiga-tiganya tidak ada melainkan hanya salah satu, tidak riba. Allah berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, jangan lakukan dengan cara yang batil kecuali kamu saling ridho.’ Tapi, kalau Akadnya sudah batil, ridho, maka tidak sah. Jadi keridhoannya tidak berlaku, karena sistemnya batil. Jadi akadnya harus benar dulu, begitu prinsipnya,”
“Pinjam bank konvensional, 10 juta diganti 11 juta. Akadnya riba. Ridho di sini tidak berlaku. Keridhoan tidak berlaku dalam sistem yang tidak batil,” pungkasnya.
Ia juga menegaskan, untuk menentukan suatu transaksi hala ataul haram bukan dari matematikanya. “Secara hukumnya beda, ada fiqihnya. Jadi tidak bisa halal haram dari kacamata Finance, tapi juga dari kacamata Islam,”
Demikian juga dengan isu bank Islam yang dianggap tidak memberikan bunga. Padahal tidak demikian, melainkan ini disebut sebagai bunga tanpa riba. Karena ia memberi bunga, tetapi tidak ada persyaratan sama sekali. “Jadi ini adalah interest tanpa riba. Bank Islam kurang tepat disebut bank tanpa bunga. Karena dia ngasih bunga, tapi bukan riba,” ucapnya.
Keberadaan bunga tanpa riba, di dalam bank syariah sering disebut sebagai transaksi murabahah. Bank Islam, menurutnya, paling besar asetnya dari jual beli barang dengan harga yang lebih mahal. Karena, hubungan nasabah dengan bank Islam adalah jual beli, sedangkan bank konvensional, pinjam meminjam dengan nasabah.
Ia menyimpulkan, riba tidak sama dengan bunga. Bunga sekarang tidak sama dengan riba. Ada yg menganut riba itu bunga, bunga itu riba. Tetapi sebetulnya tidak sehitam-putih itu. “Riba ada kesamaan dan ada perbedaan dengan bunga. Namun ada riba yang tidak berbunga, ada bunga yang tidak ribawi. Justru hal itulah jadi roda bagi perbankan Islam masa kini,” simpulnya.
Eveline Ramadhini