Antibodi manusia kini bisa ditumbuhkan di laboratorium. Dapat membantu pasien yang menderita penyakit akibat penurunan antibodi.
Wartapilihan.com, Jakarta —Tidak lama lagi pasien yang menderita sakit parah akibat antibodinya menyusut, bisa diselamatkan. Tanpa menunggu terlalu lama, pasien disuntik antibodi dari orang lain yang sehat. Peneliti gabungan Amerika Serikat dan Inggris berhasil mengembangkan metode menumbuhkan secara cepat antibodi. Hasil temuannya itu dipublikasikan dalam Journal of Experimental Medicine, akhir Juli ini.
Tim peneliti gabungan itu berasal dari Massachussetts Institute of Technology, Harvard University, Francis Crick Institute dan Ragon Institute. Mereka bekerja di bawah pimpinan Facundo Batista, dari Francis Crick Institute, London. Seperti dikutip situs sciencedaily.com (24/7/2017) mereka melakukan itu dengan merawat sel B dari seorang penderita.
Sel B adalah salah satu jenis antibodi dalam tubuh untuk melawan infeksi oleh bakteri, virus, dan patogen invasif lainnya. Ia bekerja dengan cara mengenali dulu molekul “antigen” patogen yang spesifik. Lalu sel B bekerja dengan berkembang biak menjadi sel plasma yang dapat mengeluarkan sejumlah besar antibodi yang mampu mengikat antigen dan menumpas infeksi.
Sel B yang diambil Batista dan koleganya dilapisi oleh nanopartikel yang berisi nukleotida CpG dan antigen yang sesuai. Nanopartikel ini meniru proses alami dan menghasilkan protein yang disebut TLR9 yang memulai produksi sel plasma yang diperlukan. Dengan cara tersebut, sel B bisa mengenal antigen spesifik yang dibawa kuman penyakit. Ketika kuman datang menyerang, sel B buatan itu diangkat untuk dikembangkan menjadi sel plasma yang dapat mengeluarkan antibodi.
Dalam penelitian tersebut, Batista menggunakan berbagai antigen sejumlah bakteri dan virus, termasuk virus tetanus dan beberapa protein dari varian virus influenza tipe A, termasuk virus AIDS yaitu human immunodeficiency virus (HIV).
Dengan menggunakan metode di atas, peneliti dapat menghasilkan antibodi spesifik dan afinitas tinggi hanya dalam beberapa hari. Selain itu, beberapa antibodi anti-influenza yang dihasilkan oleh prsedur ini misalnya, dapat mengenali beberapa strain virus dan mampu menetralisir kemampuannya untuk menginfeksi sel.
Batista dan rekan-rekannya berharap, pendekatan mereka akan membantu peneliti dengan cepat menghasilkan antibodi terapeutik untuk pengobatan penyakit menular dan penyakit lain, seperti kanker. Selain itu ilmuwan bisa menghasilkan vaksin secara lebih cepat ketika ada kondisi terjadinya wabah penyakit yang belum tersedia vaksinnya.
“Teknologi yang dikembangkan dalam penelitian ini memungkinkan produksi antibodi manusia sepenuhnya dengan cepat, dan secara in vitro (ujicoba di laboratorium — red),” ujarnya. Pasien juga tidak perlu divaksinasi sebelumnya atau pasien harus mendapat darah donor untuk memulihkan kondisinya.
Metode yang dikembangkan Batista terbilang baru. Selama ini, yang dilakukan para ilmuwan baru sebatas membuat vaksin. Vaksin dibuat dan digunakan untuk mencegah datangnya penyakit. Untuk mengembangkannya pun harus digarap melalui uji klinik yang membutuhkan waktu lama dan biaya mahal. Ada pula vaksin teraupetik untuk mengobati berbagai penyakit.
Pengembangan vaksin melibatkan pengambilan sampel penyakit dan menciptakan antigen dengan menumbuhkan virus pada sel primer. Caranya, peneliti biasanya mengambil sampel darah dari pasien yang terinfeksi untuk diambil antigen sel kuman. Dari situlah ilmuwan membuat vaksin. Sedangkan dalam metode Batista, ilmuwan tak perlu mengambil sampel dari penderita yang terinfeksi penyakit kanker hati misalnya, untuk menghasilkan antibodi guna keperluan terapi penyakit.
Namun demikian metode Batista bukan berarti gampang diterapkan. Sebab, selain menghadapi antigen spesifik, sel B memerlukan sinyal kedua untuk berkembang menjadi sel plasma. Inilah yang sulit ditiru.
Studi mengenai pembuatan antibodi kini menjadi perhatian sejumlah periset. Salah satunya yang dikerjakan periset GeNeuro, Swiss. Mereka tengah membuat antibodi buatan yang dapat mendeteksi adanya penderita diabetes. Nama antibodi itu berkode GnbAC1 yang dirancang untuk menghambat protein yang disebut MSRV-Env yang telah terdeteksi terdapat pada pankreas penderita diabetes tipe 1. Diabetes tipe 1 adalah jenis penyakit gula karena pankreas tidak lagi memproduksi hormon insulin, sehingga diperlukan suntikan insulin dari luar.
Antibodi tersebut akan diuji pada 60 pasien yang baru-baru ini didiagnosis dengan diabetes tipe 1.
“Studi praklinis kami menunjukkan bahwa MSRV-Env menyebabkan penghambatan produksi insulin, baik secara in vitro maupun pada hewan,” kata Herve Perron, Chief Scientific Officer GeNeuro, yang mengembangkan GnbAC1. Pada diabetes tipe 1, MSRV-Env telah ditemukan pada pankreas di lebih dari 50 persen pasien.
Helmy K