Wartapilihan.com, Jakarta – Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Dapil Jawa Barat XI (Garut, Tasikmalaya), Haerudin akan menggalang konsolidasi teman-teman legislatif DPR RI untuk menolak peraturan pengganti perundang-undangan (Perppu) No 2 Tahun 2017, yang diumumkan oleh Pemerintah melalui Menkopolhukam Wiranto, siang ini, Rabu (12/7).
“Kita prihatin dan menyesalkan atas pembubaran HTI jika tanpa proses pengadilan,” kata Haerudin saat dihubungi Warta Pilihan di Jakarta, Rabu (12/7).
Lebih lanjut, kata Haerudin, sikapnya menolak Perppu pembubaran ormas bukan serta merta menganut pemikiran yang sama dengan ormas bersangkutan, melainkan sebuah proses politik tanpa mengindahkan hak-hak dasar warga negara.
“Baik bersifat pribadi maupun komunal yang terjamin dalam konstitusi NKRI, sikap pemerintah adalah sebuah kerancuan hukum dan kesewenang-wenangan penguasa di sebuah sistem demokrasi yang memiliki jaminan hukum,” jelas Anggota Komisi IX tersebut.
Menurutnya, Perppu tersebut dikeluarkan harus dalam keadaan yang memaksa karena kegentingan situasi seperti yang dilakukan oleh Yusril Ihza Mahendra saat kejadian bom Bali tahun 2004 silam.
“Sekarang tinggal ditanya, apa benar keadaan sekarang sedang dalam kondisi genting? Kita akan menindaklanjuti hal ini kepada teman-teman DPR untuk menolak Perppu tersebut,” tandasnya.
Senada dengannya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, ormas yang tidak bersesuaian dengan identitas kebangsaan Indonesia yakni Pancasila dan NKRI, atau memiliki karakter anarkis dan mengancam kerukunan sah saja untuk dibubarkan demi menjaga Indonesia.
“Namun, terkait dengan upaya pembubaran tersebut tentu harus tetap ditempuh dengan cara formal-konstitusional, melalui mekanisme hukum yakni Pengadilan. Jangan sampai Pemerintah justru bertindak represif seperti era orde baru, karena perilaku seperti itu berpotensi abuse of power dan pasti mengancam demokrasi Pancasila yang sudah kita tata 20 tahun belakangan ini,” tutur Dahnil.
Artinya, kata Dahnil, represifitas terang akan sangat berbahaya, bukan justru mematikan ormas yang berideologi atau berlaku tidak sesuai dengan identitas keIndonesiaan, justru mereka bisa melakukan konsolidasi dan memperkuat diri karena merasa dizalimi. Maka, jalan hukum harus selalu dipilih dan ditempuh oleh Pemerintah.
“Pilihan soft approach terhadap ormas-ormas yang terindikasi melenceng dari Pancasila, agaknya akan lebih tepat dan efektif, karena soft approach tidak menyebabkan dampak kebencian dan dendam yang kemudian melahirkan kelompok-kelompok radikal baru,” jelas dia.
Menurutnya, langkah soft approach bisa dilakukan oleh Pemerintah dibantu oleh organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, HKBP, Nomensen, Walubi, PGI dan organisasi kemasyarakatan lainnya melalui intensifitas dialog dan pembinaan secara berkelanjutan.
“Bagi saya, upaya hard approach dengan pembubaran tidak akan pernah mematikan ideologi, bahkan jangan-jangan bisa menjadi lebih kuat, karena mereka merasa dizalimi, sehingga melakukan konsolidasi lebih rapi dengan mengubah nama, maka idealnya jalan dialog, pembinaan adalah jalan yang paling ideal, berbeda dengan apabila ada fakta secara hukum mereka melakukan tindakan ancaman dan anarkisme yang merusak Indonesia,” pungkasnya. II
[Ahmad Zuhdi]