Wartapilihan.com, Jakarta – Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menyayangkan sikap Said Aqil Siradj. “Yang mengherankan sikap Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj yang banyak bergandengan tangan dengan kelompok kafir tetapi dengan kelompok Islam begitu kerasnya,”jelasnya kepada wartawan di kantor Yusril Ihza Mahendera, Jakarta hari ini (12/7).
“Sebenarnya kita selama ini sudah komunikasi, kita pernah bertemu dengan beliau, dengan pengurus PBNU lengkap. Tapi kenapa kenyataannya beda. Wallahu Alam. Kemudian soal LPOI (Lembaga Persahabatan Ormas Islam, ormas bentukan Aqil Siradj –red) juga kita sudah lakukan kroscek, mereka tidak pernah mengatakan seperti itu dan tidak pernah terlibat seperti Adz-Dzikra, PUI, Al-Washliyah, Persis dan lainnya,” terang Ismail.
Namun, kata Ismail, sejauh ini belum ada dari ormas dan pihak pemerintah yang getol ingin membubarkan HTI untuk melakulan klarifikasi dan debat ilmiah secara terbuka. “Enggak ada diskusi, enggak ada dialog, ini benar-benar rezim represif yang tidak mentaati undang-undangnya sendiri,” tukasnya.
“Pemerintah telah menjadi contoh buruk dalam ketaatan pada UU. Ketika UU dirasa menyulitkan dirinya, dibuatlah Perppu. Sementara secara obyektif, seperti yang dijelaskan oleh Prof Yusril dalam rilisnya, tidak ada alasan bagi terbitnya Perppu. Tidak ada kegentingan yang memaksa, juga tidak ada kekosongan hukum,” Ismail menerangkan.
Secara substansial, kata Ismail, tidak ada dasar untuk membubarkan HTI. HTI adalah kelompok dakwah berbadan hukum legal. Sesuai tujuannya, selama ini telah melaksanakan dakwah dengan santun, tertib dan selalu sesuai prosedur. Tidak ada hukum yang dilanggar. Kenapa dibubarkan?
“Sementara diluar sana banyak kelompok yang anarkis, menyerukan separatisme, korup, menjual aset negara dan sebagainya malah dibiarkan. Oleh karena itu, jangan salahkan publik bila menilai ini rezim represif anti Islam,” tegas alumni UGM ini.
Selain itu, Ismail dan beberapa anggotanya dilarang memberikan ceramah di kampus-kampus termasuk Universitas Gajah Mada yang sebelumnya rutin mengisi kajian disana.
“Jelas sekali, dan ternyata setelah saya bertemu beberapa tokoh mereka mengalami juga seperti itu. Ustad Bachtiar Natsir, Ustad Didin Hafiddudin juga seperti itu. Yang jelas ini kelompok sekuler-radikal kemudian kristen-radikal itu yang saya kira dominan, sehingga tidak pernah bersahabat dengan umat Islam,” jelas alumni Pesantren Ulil Albab Bogor ini.
Rencananya, setelah HTI mengetahui pemerintah menerbitkan Perppu, bersama Prof Yusril dan 1000 pengacara akan menyelenggarakan konferensi pers dan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
“Kemungkinan tempatnya disini (kantor Yusril). Memang beginilah dakwah apalagi berhadapan dengan rezim sekuler,” pungkasnya. ||
[Ahmad Zuhdi]