Ketua Dewan Pakar Partai Golkar, Agung Laksono, meminta internal partai tidak panik atas ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Bagaimana nasib Novanto posisinya sebagai Ketum Golkar dan Ketua DPR?
Wartapilihan.com, Jakarta —“Ada beberapa percontohan di masa lalu, kita ingin kehidupan politik nasional tidak terganggu yang akhirnya tidak menguntungkan bagi kehidupan bangsa. Saya minta janganlah menggunakan momentum ini untuk memuaskan kehendak hatinya, syahwat politik mau merebut Ketua DPR, Ketua Umum Golkar, mari kita hormati proses hukum, kalau belum waktunya jangan dipaksa-paksa turun,” kata Agung Laksono kepada wartawan di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (18/7).
Artinya, lanjut Agung, semua pihak harus menganut asas praduga tak bersalah, karena proses penetapan Novanto sebagai tersangka belum final dan dia meminta teman-teman di DPP Partai Golkar tidak menggangu agenda internal Partai.
“Ketua Umum Partai tetap menjalankan tugas sebagaimana mestinya, tetap pada proses awal. Di sisi lain, hargai proses hukum berjalan sampai waktunya. Tidak perlu ada perubahan-perubahan, Plt (pelaksana tugas), Munaslub dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu juga akan terjadi, tergantung perkembangan hukum yang ada,” saran dia.
Kendati demikian, Partai Golkar tetap mendukung Presiden Jokowi baik secara politik maupun agenda pembangunan Presiden yang tertuang dalam Nawacita.
“Kita ada Pengadilan Negeri, ada Pengadilan Tinggi. Biar kita dewasa kalau merasa hukum sebagai panglima tertinggi. Kalau politik, kacau itu, jadi saya kira berlaku hal itu. Etika brpolitik jangan dibalik, selama belum inkraht iya jangan. Sebaikanya hukum di kawal, termasuk kita mendapat pengawalan dari Pers agar tidak di politisasi,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuturkan, pimpinan DPR akan berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Kajian DPR RI untuk mengambil keputusan secara kelembagaan tentang ketentuan dalam undang-undang MD3.
“Secara umum memang tidak ada yang signifikan mengubah komposisi dan posisi kepemimpinan. Kita akan kumpul dan Rapim dulu, ngobrol dan konferensi pers supaya clear,” ujar Fahri Hamzah.
Lebih lanjut, ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus e-KTP menurut Fahri, tidak mempengaruhi kinerja di DPR karena dilakukan secara kolektif. Menurutnya, urusan DPR adalah menjaga pengambilan keputusan dan sejauh ini tidak ada masalah.
“Kemarin itu dalam Rapim, Pak Setnov mau pimpin Perppu untuk bantu pemerintah. Tetapi dalam keadaan ini saya belum tahu apakah pimpin Perppu hari Kamis. Intinya dalam tugas pimpinan, kita tidak ada masalah,” ungkapnya.
Secara undang-undang, simpul Fahri, tidak ada ketentuan Ketua DPR mengambil posisi lain dan terbang ke luar negeri mewakili Indonesia. Namun, pimpinan DPR lain dapat mewakili.
“Masalahnya ada justice delay, kasus ini perlu pembuktian. Duit 1/2 Triliun itu dari mana. Mau liat duit segitu nentengnya. Kalau transfer kemana. Ketua DPR Marzuki Alie terima Rp 20 Miliar, Pak Novanto Ketua Fraksi masa terima 1/2 Triliun, Ketua DPR harusnya terima lebih banyak. Kita juga minta pertanggungjawaban, disebut mega korupsi, mana uangnya? Ini tidak ada uangnya, ada penggarongan gitu. Pusing kita sama KPK, uangnya gak ada,” pungkasnya.
Ahmad Zuhdi