Kapolri, GNPF dan Ahok

by
Aksi 2 Desember 2016 yang diikuti sedikitnya 3 juta umat Islam. Foto: Republika.

17 Januari 2017. Kapolri Jenderal Tito Karnavian tiba-tiba mengritik keras Majelis Ulama Indonesia. Tito menyatakan bahwa belakangan ini fatwa MUI berimplikasi luas dan memberikan dampak pada stabilitas serta gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat serta dapat berpengaruh ke sistem hukum yang ada di Indonesia.

Tito mencontohkan,ketika isu dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama mencuat, keluarlah sikap keagamaan dari MUI yang, di antaranya, mengatakan Ahok telah menistakan agama, Al Quran, dan ulama.

“Ini memiliki implikasi hukum yang luas. Karena kasus ini kemudian bergejolak, yaitu ada gerakan GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa) MUI. Atas nama gerakan ini kemudian terjadi mobilisasi masyarakat dan opini terbentuk. Dengan adanya sikap keagamaan dari MUI, bukan lagi hanya sekadar keterangan ahli, tapi juga semacam keputusan penodaan agama yang sudah jadi domain hukum positif, KUHP. Ini menarik bagaimana sikap keagamaan ini menarik masyarakat,” kata Tito.

Hal itu dinyatakan Tito dalam Focus Group Discussion, yang digelar di kompleks PTIK, Jalan Tirtayasa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Tito menuturkan fatwa tersebut kemudian memunculkan gerakan sosialisasi fatwa, dari cara yang lembut hingga mendatangi mal dan sebagainya. Meski atas nama sosialisasi, hal itu dapat menimbulkan keresahan, seperti yang terjadi di Solo, Jawa Tengah. Kata Tito, hal ini menunjukkan fatwa MUI bukan sesuatu yang harus dihindari karena sebelumnya fatwa sudah sering dikeluarkan. Tapi kini fatwa tak hanya berdampak pada keamanan dan ketertiban, tapi juga berkembang menjadi ancaman bagi keberagaman, kebhinnekaan, hingga keagamaan. (lihat detik.com).

“Ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan bagi kita tentang fatwa MUI hukum positif atau tidak. Kalau ini hukum positif, apa risikonya? Kalau bukan hukum positif, apakah betul harus ditegakkan? Kalau harus ditegakkan, siapa yang harus menegakkan? Kalau disosialisasikan, siapa yang mensosialisasikan? Dengan cara seperti apa mensosialisasikan?” ujarnya dengan gaya bertanya-tanya.

“Apakah benar cara mensosialisasikannya seperti pada Natal lalu, ramai-ramai datang dengan atribut tertentu ormas, mendatangi mal untuk bikin pernyataan?” sambungnya.

Tito mengakui ada sikap yang beragam di lingkungan Polri dalam menyikapi hal ini. Dalam kasus yang melanggar hukum, jelas dilakukan proses hukum. Tapi yang menjadi perbedaan sikap adalah ketika terjadi dengan modus operandi atas nama sosialisasi dengan ramai-ramai mendatangi mal.

“Tidak melakukan kekerasan, hanya sosialisasi, tapi itu menimbulkan kesan ketakutan di publik. Nah bagaimana sikap kepolisian menyikapi itu, ini juga menjadi pertanyaan bagi kita,” katanya.

Aksi 212 juga menjadi perhatian kepolisian. Sisi positifnya, situasi terkendali dan aman dengan jumlah massa yang besar. “Meski aman, tapi buka wacana baru, bukan dari saya, tapi tulisan-tulisan, tergerusnya mainstream Islam dan mulai naiknya transnasional,” ujarnya.

30 Januari 2017. Habib Rizieq penggerak utama demo 212 dan Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI menjadi tersangka. Habib yang kasusnya , melakukan tindak pidana penodaan terhadap lambang dan dasar negara. (lebih lanjut baca http://www.wartapilihan.com/habib-rizieq-sukmawati-dan-sejarah-pancasila/)

7 Februari 2017. Munarman, `tangan kanan Habib Rizieq` dijadikan tersangka oleh Polda Bali. Munarman diduga melakukan pelanggaran Pasal 28 UU ITE tentang fitnah. Hal itu berdasarkan laporan warga Bali, Zet Hasan, yang menilai pernyataan Munarman terkait pecalang melarang warga salat Jumat tidaklah benar. Pernyataan Munarman itu muncul dalam rekaman video di YouTube yang diunggah oleh akun Markaz Syariah pada 17 Juni 2016. Judul video itu ialah ‘FPI Datangi & Tegur Kompas Terkait Framing Berita Anti Syariat’.

13 Februari 2017. Islahudin Akbar, orang yang terlibat dalam keuangan GNPF MUI menjadi tersangka. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, Islahudin merupakan orang dekat Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir.

22 Februari 2017. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebut Ketua Yayasan Keadilan untuk Semua (YKUS) Adnin Armas menjadi tersangka. Adnin disangka melanggar UU Yayasan. “Untuk Saudara Adnin dan BN kita mintai keterangan sebagai saksi. Saudara Adnin tersangka Undang-Undang Yayasan,” kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR di gedung DPR/MPR Jakarta.

000

Gerakan sistematis menjadikan tersangka lawan-lawan ideologi Ahok, tiba-tiba mewarnai jagad perpolitikan di negeri ini. Para aktivis Islam dan 3 juta umat Islam yang ikut dalam aksi 212 tidak menyangka hasilnya tokoh-tokoh mereka terancam jeruji besi.

Tito Karnavian, jenderal yang sebelum aksi 212 (2 Desember 2016) cukup `dekat` dengan Habib Rizieq dan tokoh-tokoh Islam tiba-tiba menjadi sosok yang menakutkan. Tito tiba-tiba mempermasalahkan fatwa MUI, Tito tiba-tiba mengusik uang infak dari ribuan orang yang masuk ke GNPF MUI. Tito tiba-tiba menjadikan tersangka Habib Rizieq, Munarman, Islahudin Akbar, Adnin Armas dan kabarnya sebentar lagi Bachtiar Nasir.

Entah, siapa dibalik gerakan ini semua, Tito dan timnya atau orang-orang kuat di atas Tito, wallahu a`lam.

Yang jelas, gerakan kriminalisasi ulama dan dai Muslim ini, menjadikan Ahok dan kelompoknya tersenyum. Boleh jadi kemenangan Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta putaran pertama 15 Februari lalu, dampak dari gerakan politik ini.

Bila ditarik ke belakang, meski Tito dekat dengan tokoh-tokoh Islam terutama ketika menjelang aksi 212, tapi Tito juga dekat dengan Ahok. Bahkan Ahok pernah sesumbar bahwa ia teman lama Tito. Tentang hal ini, CNN Indonesia menulis :  Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku senang Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian menjadi calon tunggal Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Bahkan beberapa waktu lalu, Gubernur yang disapa Ahok ini, sempat menyatakan keinginannya agar eks Kapolda Metro Jaya ini menjadi Kapolri.

“Ya minimal doa gue manjur juga gitu,” kata Ahok setelah peresmian Ruang Publik Terbuka Ramah Anak dan berbuka bersama dengan warga Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (15/6/2016).” (http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160615204342-20-138449/tito-karnavian-jadi-kapolri-ahok-doa-gue-manjur/).

Gerakan pemidanaan tokoh-tokoh Islam jelas menguntungkan Ahok dalam pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta, baik dalam putaran pertama atau putaran kedua yang akan berlangsung 20 April 2017 nanti. Karena seperti diketahui Habib Rizieq, Munarman, Bachtiar Nasir, Adnin Armas dan lain-lain, adalah pendukung gerakan Gubernur Muslim Jakarta (GMJ). Dengan pembusukan opini bahwa ada masalah keuangan di GNPF MUI, maka masyarakat akan ragu untuk memilih gubernur Muslim (Anies Sandi). Seolah-olah pendukug berat gubernur Muslim Jakarta tidak bisa bersih dari korupsi.

Dan itu nampaknya target politik dari kriminalisasi dai dan ulama ini. Sehingga diharapkan dengan kemenangan Ahok reklamasi pantai utara Jakarta, peredaran minuman keras dan bisnis kemaksiyatan akan terus marak di Jakarta. Dan bila Ahok benar-benar menang dalam Pilkada DKI Jakarta April nanti, maka peran politik ulama kembali terpinggirkan di ibukota republik tercinta ini.

Umat Islam pun akan tertatih-tatih memulai politik Islam dari awal lagi. Tapi nampaknya itu tidak akan terjadi. Jutaan umat Islam yang kumpul di tengah gemericik hujan di Monumen Nasional Jakarta Desember 2016 lalu yakin bahwa Perang Badar dalam politik Jakarta ini akan dimenangkan kaum Muslimin. Allah SWT menyatakan : “Maka sesungguhnya kelompok Islam yang pasti menang.” Mudah-mudahan syarat kemenangan itu telah kita miliki.

Walhasil, bila kelompok Islam terus dicecar kasus keuangan GNPF MUI, kenapa polisi tidak aktif membantu KPK dalam masalah korupsi 30 Milyar uang reklamasi yang jatuh ke Teman-Teman Ahok? Dan kenapa Teman-Teman Ahok sampai saat ini tidak ada yang menjadi tersangka? Benarkah Ahok dan Teman-Temannya dilindungi istana? Pertanyaan-pertanyaan itu kini merebak di masyarakat. Wallahu a`lam. |

Penulis : Muhammad Izzadina

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *