ICJR : Evaluasi Kebijakan Pemidanaan

by

Beberapa waktu lalu, empat orang Narapidana asing larikan diri dari Lapas Kerobokan Bali. Keempatnya melarikan diri dengan cara menggali terowongan ke luar Lapas. Bagaimana tanggapan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)?

Wartapilihan.com, Jakarta – Supriyadi Widodo Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform menjelaskan, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan terkait pemidanaan. Pasalnya, sampai dengan 20 Juni 2017 terdapat tidak kurang dari 26 kasus melarikan diri di Rutan dan Lapas di Indonesia.

“Bagi ICJR, problem melarikan diri dari Rutan dan Lapas di Indonesia tidak terlepas dari masalah laten kelebihan beban penghuni di Rutan dan Lapas di Indonesia,” ujar Supriyadi, Selasa, (20/6).

Berdasarkan data yang dihimpun ICJR sampai dengan Juni 2017, Kapasitas
Rutan dan Lapas di Indonesia ialah 122. 204 orang. Namun, dengan kapasitas itu, jumlah penghuninya justru mencapai
225.835 orang atau terdapat kelebihan beban penghuni sejumlah 185%.

“Salah satu dampak langsung dari
meledaknya kepadatan penghuni Rutan dan Lapas tersebut adalah resiko kemanan yang tidak lagi terjamin, termasuk memastikan penghuni Rutan dan Lapas tidak melarikan diri,” lanjutnya.

Ia menuturkan, secara faktual terdapat resiko keamanan yang serius yang diakibatkan oleh tingginya tingkat
kepadatan penghuni Rutan dan Lapas.

Berdasarkan Riset ICJR pada 2014, alasan kelebihan beban penghuni, mengakibatkan ketiadaan tempat dalam Lapas. “Akibatnya pada saat malam hari, hanya blok atau sebagian dari blok yang dapat dikunci, karena sel tidak dapat dikunci,”

Hal ini menurutnya dapat memunculkan
resiko keamanan yang besar baik di antara penghuni maupun antara penghuni dan petugas, serta kemungkinan melarikan diri yang tinggi. “Secara logis, kelebihan beban itu juga berdampak pada rasio antara petugas jaga dan penghuni Rutan
dan Lapas.”

Pada tingkat nasional, rasio antara petugas dan penghuni mencapai 1:44 pada 2014, angka tersebut membengkak pada 2016 dimana rasionya menjadi 1:55 orang. Sementara itu, di beberapa penjara tertentu kondisi ini makin buruk, pada 2016, Rutan Salemba harus memastikan kondisi Rutan aman dengan ratio penjagaan 1:161 orang.

“Perlu dicatat, Semakin buruk tingkat kepadatan, maka semakin buruk pula tingkat penjagaan dan keamanan, Pada 2014, seperti Lapas Banjarmasin rasionya bisa jauh lebih mengkhawatirkan lagi, yaitu di angka 1:450,”

Situasi ini, ujar Supriyadi, dapat sebabkan pengelolaan penjara bisa menjadi sangat sulit mengingat rendahnya rasio
penjaga terhadap penghuni. “Dalam kondisi tersebut, maka ketidakmampuan personel Lapas dalam membendung jumlah penghuni Lapas yang melarikan diri menjadi terasa cukup rasional,” paparnya.

Sejalan dengan itu, ia melanjutkan, Pemerintah justru merekomendasi berbagai Undang-undang yang sangat sarat dengan kriminaliasi dan pemenjaraan, contoh paling mudah adalah RUU KUHP yang saat ini dibahas di DPR. “Dalam RUU KUHP saja, terdapat 1.154 perbuatan pidana yang ancaman pidananya adalah penjara,”

Maka dari itu, ICJR berharap pemerintah melakukan evaluasi yang serius atas kebijakan pemidanaan di Indonesia khususnya mengantisipasi overkriminalisasi untuk meminimalisir overcrowding dalam Lapas. “Persoalan dalam Lapas tidak akan pernah selesai kalau Pemerintah memang mendesain Lapas sebagai tempat akhir untuk menampung beban peradilan pidana tanpa secara serius mengevaluasi kebijakan
pemidanaan,” pungkasnya. ||

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *