Harga Pangan Jelang Ramadhan

by
Harga Pangan Jelang Ramadhan

Satu bulan menjelang Ramadhan, alarm kenaikan harga pangan mulai berdering. Meski pun saat ini disebut harga masih stabil, dari pengalaman setiap tahun, adanya pertambahan permintaan bahan pangan, dipastikan akan membuat harga-harga terkerek naik.

Hal ini juga searah dengan kesimpulan Badan Pusat Statistik (BPS). Di mana tercatat harga beberapa komoditas pangan, seperti bawang putih, daging ayam ras, dan tomat mulai merangkak naik, sehingga dikhawatirkan berdampak pada inflasi ke depan.

Kepala BPS Suhariyanto, pada 2 Mei lalu mengungkapkan‎ inflasi April 2017 tercatat sebesar 0,09%. Penyebab inflasi dipicu naiknya tarif dasar listrik, tarif angkutan udara, harga rokok kretek, dan bensin.

Sementara bahan makanan deflasi 1,13 % dengan andil deflasi 0,24%, mengingat terjadi penurunan harga cabai merah dan rawit merah, bawang merah, beras, daging sapi, ikan segar, sayuran, dan minyak goreng.

Namun, BPS, kata Suhariyanto melihat, beberapa waktu ke depan yang harus diwaspadai dan jadi perhatian pemerintah, adalah adanya kenaikan harga beberapa produk pertanian lain yang bisa memberikan andil pada terjadinya inflasi. Seperti kenaikan harga bawang putih yang sudah memberikan andil inflasi di April lalu sebesar 0,03%, daging ayam ras, dan tomat masing-masing 0,02%.

Pemerintah sendiri, juga telah melakukan antisipasi untuk mengendalikan kenaikan harga jelang Ramadhan dan Lebaran tahun ini. Kementerian Perdagangan, misalnya telah menggandeng sejumlah pelaku usaha dan asosiasi, untuk bekerja sama mengendalikan harga dan memenuhi ketersediaan bahan pangan untuk hadapi tingginya permintaan selama bulan suci Ramadhan hingga Lebaran.

Kementerian Perdagangan juga akan menerapkan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) gula, daging, minyak goreng di tingkat ritel. Kendati demikian, langkah tersebut dinilai belum cukup mampu memberikan pemerataan pasokan ke seluruh Indonesia, karena cakupan kerja asosiasi pelaku usaha juga tak merata di seluruh Indonesia.

Selain itu, ada kebijakan baru dari kementerian, di mana distributor, sub distributor, dan agen kebutuhan pokok diminta untuk mendaftarkan diri tanpa dipungut biaya ke Kementerian Perdagangan termasuk lokasi gudang dan jumlah stoknya.

Pendataan ini dimaksudkan agar, pemantauan harga bisa lebih cepat dan jika ada penyimpangan akan lebih cepat terdeteksi. Kementerian perdagangan juga menggandeng Kepolisian untuk menegakkan segala penyimpangan terkait distribusi pangan ini.

Bagaimana pun langkah pemerintah diharapkan bisa berdampak bagi kegiatan ekonomi yang terkendali menjelang Ramadhan dan lebaran tahun ini. Namun, upaya ini juga belum bisa dianggap punya dampak jangka panjang bagi terjaminnya distribusi pangan yang tidak fluktuatif.

Karena persoalan utamanya adalah bagaimana harga pangan di setiap musim bisa terjaga. Dan persoalan ini sebenarnya terkait dengan masalah distribusi pangan. Selama ini petani Indonesia hanya melakukan budidaya dan produksi, dan tidak memahami kondisi pasar.

Distributor besar yang bergandengan dengan para broker hingga di lahan pertanian adalah yang sesungguhnya menguasai pasar pangan di negeri ini. Mereka pun mulai membentuk kartel-kartel pangan yang bisa mengubah harga dengan gampang.

Kartel-kartel pangan ini juga memanfaatkan tidak seragamnya data kebutuhan pangan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, dan Bulog. Data yang berbeda-beda dari tiga lembaga pemerintah pusat itu menyuburkan permainan kartel dalam memainkan harga kebutuhan pangan di Indonesia.

Jadi kebijakan politik pemerintah yang berani perlu diterapkan dalam mengatasi persoalan distribusi pangan. Pemerintah memang mulai membangun infrastruktur transportasi yang bisa diharapkan bisa menekan harga distribusi. Namun beberapa aspek lain, seperti pungutan liar di jalankan, yang seharusnya juga segera diselesaikan.

Di sisi lain, secara jangka panjang, pemerintah juga perlu menyosialisasikan ke masyarakat pentingnya diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan adalah suatu proses pemanfaatan dan pengembangan suatu bahan pangan sehingga penyediaannya semakin beragam.

Jangan sampai negara ini hanya menggantungkan makanan pokonya kepada beras, sementara luas sawah semakin berkurang. Padahal kita memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa, yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif makanan pokok kita.

Rizky Serati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *