FDS, Hari Santri dan Reshufle

by

Santri, identik dengan mandiri dan dekat dengan ulama. Gigih memperjuangkan apa yang mereka perjuangkan.

Wartapilihan.com, Jakarta –Diresmikannya 22 Oktober sebagai Hari Santri tiada lain merupakan apresiasi negara terhadap peran santri. Santri memiliki kontribusi besar dalam merebut kemerdekaan serta mengisi kemandirian bangsa.

Sejak tahun lalu, Mendikbud Muhadjir Efendi menggagas Kebijakan FDS (full day school). Namun, kebijakan tersebut mendapatkan kritik dari kalangan pendidik dan pesantren.

“FDS bertentangan dengan samangat negara yang mengakui hari santri,” demikian kata Gus Aik, ketua panitia Hari Santri 2017, saat ditemui di sela-sela grand launching Hari Santri 2017 di lantai 8 Gedung PBNU, Kamis (10/8).

PBNU merasa bahwa kebijakan tersebut sangat merugikan khususnya di daerah. Ia juga menyatakan, kelompok yang menyebut gerakan #JihadTolakFDS adalah politisasi, tidak bisa dibenarkan

“Kepentingan para santri menolak FDS itu memperkuat karakter pesantren yang terbukti dalam sejarah memiliki semangat kebangsaan tanpa batas,” imbuhnya.

Menurutnya, daripada FDS yang ditolak banyak orang, lebih baik Mendikbud bersama Kemenag mengampanyekan gerakan nasional AyoMondok yang digunakan oleh banyak kalangan karena nilai positifnya.

“FDS bagi kami tidak selaras dengan semangat Hari Santri, yang menghargai madrasah diniyyah sebagai lembaga pengajaran formal yang sangat dibutuhkan untuk membentuk karakter anak didik yang ikhlash belajar, berjuang dan beramal tanpa harus menuntut langsung kepada negara,” tandasnya.

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, tidak setuju dengan keputusan penetapan Hari Santri oleh Presiden Joko Widodo. Menurutnya, tidak perlu ada eksklusivitas antara santri dan non-santri.

“Selama ini, santri dan non-santri itu sudah melebur. Muhammadiyah berkeberatan dengan Hari Santri itu,” kata Haedar.

Penetapan Hari Santri, kata Haedar, merupakan bagian dari janji kampanye politik Jokowi saat Pilpres 2014 lalu. Sebagai sebuah proses politik, Presiden merasa memiliki tanggung jawab untuk merealisasikan setiap janjinya.

“Penetapan tersebut dikhawatirkan justru akan membuat sekat-sekat primordialisme baru di tengah masyarakat. Jauh lebih bijak apabila Presiden mengedepankan kemajuan sektor pendidikan Islam. Sebab, santri merupakan representasi dari pesantren atau pendidikan Islam,” ujarnya.

Senada dengannya, Ketum KB PII ‎Husin Tasrik Makrup Nasution mengherankan banyak media yang mengunggah sikap NU menolak Permendikbud 23/2017 dengan alasan pelaksanaan Permendikbud akan menghapus peran Madin (madrasah diniyah).

“Sebagian besar sekolah sudah menjalankan sistem pendidikan dan pengajarannya sesuai Permendikbud 23/2017, namun dari hasil evaluasi, tidak ada satupun sekolah yang merasa Permen tersebut menafikan peran Madin. Justru memperkuat peran Madin diberbagai daerah. Pendidikan karakter berbasis akhlaqul karimah menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan Permendikbud 23/2017,” ungkapnya dalam keterangan tertulis.

Selain itu, kata Husin, diberbagai media pernah dimuat bahwa Mendikbud sudah melakukan silaturahmi, dialog dan diskusi dengan tokoh dan petinggi NU. Hasilnya dinilai bagus setelah mendengar langsung dari Mendikbud.

“Tetapi kenapa jelang isu reshufle, kok tiba-tiba menggeliat lagi? Ada apa ya?” tanyanya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *