Wartapilihan.com, Jakarta – Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah menuturkan, tidak ada istilah serang-menyerang dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo dalam kasus mega proyek e-KTP yang mengakibatkan kerugian negara sebesar 2,3 Triliun. Menurutnya, DPR selain memiliki fungsi di legislasi dan anggaran, juga memiliki fungsi pengawasan lembaga pemerintah baik struktural maupun non-struktural.
“Sekarang kalau kita mau awasi KPK, kita dibilang memperlambat, lantas siapa yang akan mengawasi KPK? Presiden terpilih dengan hasil pemilu kita awasi, apalagi ini bukan hasil pemilu dan menyangkut pemberantasan korupsi,” ujar Fachri di Gedung Nusantara IV DPR, Senin (20/3).
Fahri menganalogikan penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap dugaan tersangka seperti penangkapan yang dilakukan oleh Detasemen Khusus 88. “Jadi Komisi Pemberantasan Korupsi itu kalau ada orang ditangkap belum tentu benar kerjanya, karena belum tentu selesai, sama dengan Densus, kalau Densus itu membunuh teroris, terus terbunuh itu belum tentu bener,” terangnya.
Selain itu, ia menampik membela Pansus dalam hak angket e-KTP, karena pada prinsipnya Pansus memiliki audit, rapatnya terbuka dan tidak mungkin diintervensi.
“Justru Pansus bisa membuktikan, misalnya mana audit yang benar antara BPK dengan BPKP, audit BPKP mengatakan ada kerugian negara sebesar 50% dari proyek sedangkan BPK ada dugaan potensi kerugian negara 24,9 Miliyar saja,” lanjutnya.
Fahri menyesalkan banyak orang yang belum jelas apakah terlibat atau tidak tetapi sudah ramai dan menjadi bulan-bulanan. “Dimana itu akan dibuka? Itu momentum penting sekali untuk kita menginvestigasi tentang pengadaan barang dan jasa ini, karena ini di dalam Kemendagri merupakan proyek pengadaan barang dan jasa terbesar dalam sejarah di Kemendagri,” tukas pendiri KAMMI ini.
Ia mempertanyakan KPK yang memeriksa 15 lembaga audit Kemendagri. Baginya, 15 lembaga tersebut sudah bekerja dengan teliti dan maksimal. “Nanti harus kita dengarkan bagaimana versinya Pak Darmawan, kemudian versinya pemegang tender dan ini akan kita saksikan pada hak angket itu,” katanya.
Sejauh ini, Fahri dan pimpinan DPR menyerahkan masalah revisi undang-undang KPK kepada Presiden. Sebab masih dalam sosialisasi program legislasi nasional (Prolegnas).
“Silakan Presiden kita tunggu, karena rapat konsultasi terakhir saat Ketua DPR Ade Komarudin, saya inget betul Pak Ade Komarudin bilang Presiden mau mengubah waktu Komisi III datang lengkap ke Istana, tiba-tiba waktu itu pimpinan KPK mengundurkan diri karena ada forum rektor. Pesiden bilang belum waktunya, akhirnya gak jadi. Padahal pagi itu niatnya persetujuan, makanya komisi III dibawa semua waktu itu oleh Pak Akom, tetapi Presiden bilang sosialisasi, makanya sosialisasi jalan terus karena masih dalam Prolegnas,” pungkas Fahri. |
Reporter : Ahmad Zuhdi