“Dengan keyakinan yang kita lakukan adalah kebaikan, kami sampai juga di Enggano. Ternyata, enjoy-enjoy saja. Meskipun melalui laut selama 12 jam,” ujar Djonny bersyukur dapat jumpa dengan para du’at yang sejak lama berdakwah di Pulau Enggano, Bengkulu.
Wartapilihan.com, Bengkulu –-Awan cerah mengiringi penerbangan kami menuju Bandar Udara Fatmawati Soekarno, Bengkulu. Jarak Jakarta Bengkulu adalah sekitar 802 km dengan estimasi tempuh 1 jam melalui jalur udara. Dahulu bandara ini bernama Bandar Udara Padang Kemiling, kemudian diresmikan menjadi Bandar Udara Fatmawati Soekarno oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 14 November 2001.
Tiba di Bengkulu, kami singgah di kediaman da’i Dewan Da’wah asal Bengkulu Robyansah Alfaisal, tepatnya Telaga Dewa. Deretan rumah masyarakat tertata rapih lengkap dengan pohon kelapa yang tidak menjulang tinggi. Lalu lalang Jalan Raya Pagar Dewa di dominasi oleh civitas akademika IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Bengkulu.
Perguruan tinggi ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Fakultas Syariah IAIN Raden Fatah, yang kemudian dialihstatuskan menjadi sekolah tinggi agama Islam negeri. Sejak tahun 2012, STAIN Bengkulu berubah status menjadi institut agama Islam negeri berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 51, tanggal 25 April 2012.
Sembari rehat, nampak para mahasiswa sedang merampungkan tugasnya di kios print dan photo copy. Seteguk Air Tebu dengan harga cukup murah, hanya Rp 3.000 rupiah menghilangkan dahaga kami karena teriknya matahari. Menjelang sore, hujan rintik-rintik mulai membasahi bumi Rafflesia. Tak lama hujan reda, kami bergegas menuju Pelabuhan Pulau Baai.
Pelabuhan Pulau Baai adalah pulau di bagian barat Pulau Sumatera, tepatnya Provinsi Bengkulu. Jaraknya sekitar 20 km dari ibukota Bengkulu. Tempat ini adalah pelabuhan perikanan dan memiliki hinterlan yang cukup luas dengan potensi pertambangan, perkebunan dan kehutanan.
Bersama da’i Dewan Da’wah Ustaz Rahmat, Amil Yayasan Baitul Maal PLN Djonny Siswoyo dan Staf Fundraising LAZNAS Dewan Da’wah Robyansah Alfaisal kami bertolak ke Pulau Enggano menggunakan kapal feri. Jarak Pulau Baai Kota Bengkulu menuju Pulau Enggano memakan waktu 12 jam. Harganya cukup menyesuaikan dengan lama perjalanan dan fasilitas yang disediakan ASDP.
Untuk kelas ekonomi sebesar Rp 60.000, sedangkan VIP dengan tambahan AC Rp. 120.000. Pihak kapal laut menyediakan ranjang model barak dengan bahan besi bertingkat. Bedanya, VIP di ruangan bisnis dan fasilitas AC. Sedangkan, kelas ekonomi menyatu dengan kafetaria/kantin.
“Kalau kelas ekonomi hanya Rp. 30.000,” cerita Ustaz Rahmat kepada kami sembari merefleksikan tubuh di dalam kamar bisnis. “Hah, kok murah sekali Stadz?” tanya Ketua Harian Yayasan Baitul Maal PLN Djonny Siswoyo, merespon serius dan penasaran. “Iya, karena di subsidi pemerintah,” jawab Ustaz Rahmat, santai sambil senyum.
Pada 2016 silam, pihak Airport Fatmawati Soekarno menyediakan Airfast Susi Air untuk ke Pulau Enggano. Meskipun hanya 1 jam perjalanan, namun masyarakat harus merogoh kocek sebesar Rp. 500.000-600.000,- untuk sekali perjalanan. Itu pun hanya dijadwalkan 1 pekan 2 kali penerbangan. Yaitu hari Selasa dan Jumat. Belum lagi, jika cuaca dinyatakan tidak bagus. Penerbangan ditunda.
Pria berbadan gempal dalam obrolan kami ikut berbaur. Dia sudah terbiasa Pulang Pergi Enggano-Kota Bengkulu membersamai pengunjung dari berbagai daerah guna mengunjungi keindahan dan kearifan lokal Enggano.
“Mudah-mudahan Susi Air sudah dapat digunakan karena tinggal analisis ekonomi dan harganya. Ke depan Enggano ini akan terintegrasi dengan Jakarta. Tapi, maklum, harganya masih Rp 600 ribu karena belum subsidi,” kata pria dengan sapaan Mas Rudi.
Tak hanya Rudi, Dosen Universitas Bengkulu (UNIB) Khoirul Muslim di sebelah kami menceritakan pengalamannya di Bumi Rafflesia tersebut. Sejak 1986, ia ditugaskan Menteri Pendidikan Daud Jusuf tugas di daerah.
“Dulu, saya diberikan pilihan dinas daerah di Bali, Makassar dan Bengkulu. Dan saya lebih memilih Bengkulu he he,” ujar pria asal Yogyakarta itu.
Kendati hujan datang, cuaca menuju Pulau Enggano bersahabat. Guncangan ombak laut sangat terasa ketika kami istirahat malam. Bak roal coster, perut terasa sedikit mual meskipun kelelahan membuat kami terlelap dalam perjalanan sepanjang 12 jam itu.
“Kita beli pop mie yuk. Sepertinya enak nih,” ajak Pak Djonny kepada kami. Kompetitif, harganya sama seperti di kapal laut pada umumnya, 15.000 rupiah.
Tak terasa, adzan Subuh berkumandang. 1 jam setelah kami melaksanakan shalat Subuh tepatnya pukul 06.15, kapal tiba di Pelabuhan Kahyapu Pulau Enggano. Jernihnya air laut serta rimbunan pohon kelapa menjadikan pandangan Enggano tidak terlupakan. Kesegaran udara pagi merasuk ke dalam relung sukma. Subhanallah. Maha Suci Engkau.
Dari kejauhan terlihat Ustaz Safrudin Zakaria menunggu kami dengan mobil kijangnya. Ustaz Saf begitu sapaan akrab kami telah memulai dakwahnya sejak tahun 1978. Ia ditugaskan Bapak Mohammad Natsir Allahu Yarham. Bersama rekannya, Ustaz Saf berangkat dari Bengkulu menuju Yayasan Darul Falah di Bogor untuk mengikuti daurah.
Setelah dua tahun mengikuti daurah, ia ditugaskan Pak Natsir berdakwah di Pulau Enggano. “Kami ditugaskan disini karena memang sejak dulu wilayah Enggano menjadi sasaran empuk kristenisasi,” ujar Ustaz Safrudin.
Kini, di usia ke 68 tahun ia selalu setia membersamai para du’at yang dikirim Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Tak hanya itu, dengan sampan yang diberikan YBM PLN PUSENLIS 2 tahun lalu, Ustaz Saf dapat berdakwah dari satu desa ke desa lain dan mendapatkan sumber penghasilan dari mencari ikan di laut.
Tujuan kami ke pulau terluar ini adalah menyelenggarakan daurah du’at (pelatihan da’i) dan guru ngaji se-Pulau Enggano bersama YBM PLN PUSENLIS dan LAZNAS Dewan Da’wah. Sekitar 45 da’i dan guru ngaji dari 6 desa di Pulau Enggano mengikuti daurah. Mereka berasal dari Desa Kahyapu, Kaana, Malakoni, Kapoho, Meok, dan Banjarsari.
“Kami berharap daurah ini membuahkan hasil yang baik, dimana para da’i merumuskan gerakannya secara terencana, bukan hanya sporadis. Sebab, jika kebaikan tidak ditata dengan rapih, maka akan lemah. Pesan Bapak Hasan (Manager YBM PLN PUSENLIS) adalah dakwah di Enggano harus tumbuh dan menghasilkan sesuatu yang luar biasa untuk izzul Islam wal muslimin,” tandas Djonny.
Ahmad Zuhdi