”Bahwasanya tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau! Sesungguhnya aku termasuk orang zalim” (QS. al-Anbiya/21: 87).
Wartapilihan.com, Depok – Pengarang Tafsir Adhwa’ al-Bayan, yakni Syaikh al-Syanqithi menjelaskan bahwa huruf ”an” (bahwasanya) pada ayat di atas adalah ”an mufasirah”. Yakni, ”an” yang berfungsi menjelaskan kalimat sebelumnya dengan kalimat setelahnya. Inilah komunikasi doa yang diperagakan Nabi Yunus yang khas. Hal ini disampaikan Dr Syamsul Yakin, Pengasuh Pondok Pesantren Madinatul Qur’an, di Depok, Jum’at pagi (25/8/2017).
“Menurut penjelasan Wahbah Zuhaili dalam Tasir Munir, Nabi Yunus mengawali doanya dengan tauhid, kemudian tasbih dan pujian, kemudian istighfar dan pengakuan telah berbuat zalim. Ini tentu jadi formula penting bagi kita manakala kita berdoa, maka hendaknya mengawalinya dengan hal yang sama,” ujar Syamsul.
Dalam lensa sejarah, Nabi SAW juga mengajarkan doa Nabi Yunus tersebut: yakni, ”Tidak ada Tuhan Engkau. Maha Suci Engkau! Sesungguhnya aku termasuk orang zalim” . Hal ini seperti yang dituturkan beliau dalam hadits yang bersumber dari Saad Ibnu Abi Waqqash, ”Doa Dzun Nun (Nabi Yunus) ketika ia berdoa pada saat berada dalam perut ikan paus, ’Laa Ilaaha illaa Anta subhaanaka inni kuntu minadz dzaalimiina” (tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau! Aku termasuk orang zalim). Maka, tidak ada seorang Muslim pun yang berdoa kepada Tuhannya dengan doa ini menyangkut suatu hal, melainkan Tuhan memperkenankan doanya itu” (HR. Baihaqi).
“Ya, itulah doa Nabi Yunus Ibnu Matta. Menurut pengarang Tafsir al-Mishbah, yakni Quraish Shihab, ia lahir di Gats Aifat Palestina. Beliau diutus Allah kepada penduduk Nainawi setelah kehancuran Bait al-Maqdis, sekitar abad kesebelas sebelum hijrah yakni sekitar awal abad kedelapan sebelum masehi, dan dia dikuburkan di Jaljun, satu desa yang terletak antara Qudus di Palestina dan al-Khalil yang terletak di tepi barat Laut Mati,” lanjut Syamsul.
Apa yang menyebabkan Nabi Yunus berada dalam perut ikan paus dan bagaimana proses keluarnya Nabi Yunus hingga berada di daratan? Kisahnya, tulis Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilal al-Qur’an, terjadi ketika Nabi Yunus diutus ke suatu negeri dan mengajak penduduknya untuk beriman kepada Allah. Namun mereka tidak mengikuti ajakannya. Maka, dada Nabi Yunus menjadi sempit dan Nabi Yunus pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah. “Nabi Yunus tidak bersabar terhadap rintangan dakwah bersama mereka. Kemarahannya yang menggelora dan tekanannya yang keras menuntunnya ke tepi pantai. Di sana dia mendapatkan sebuah kapal yang sedang merapat di dermaga, lalu ia pun ikut berlabuh di dalamnya,” paparnya.
Menurut Quraish Shihab, Syamsul menjelaskan, dermaga atau pelabuhan itu bernama Yafa di Palestina. Ia berlabuh pada sebuah kapal yang hendak menuju tempat yang bernama Tarsyisy, satu kota di sebelah barat Palestina.
Cerita tentang Nabi Yunus juga diabadikan Nabi SAW dalam sabda beliau yang bersumber dari Anas Ibnu Malik. ”Bahwa ketika terbersit keinginan Nabi Yunus untuk berdoa dengan bacaan tersebut saat berada dalam perut ikan paus, ia pun mengucapkan, ’Allaahumma Laa Ilaaha illaa Anta subhaanaka inni kuntu minadz dzaalimiina” (Ya Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau! Aku termasuk orang zalim). Doa tersebut, akhirnya, datang di bawah arasy, lalu malaikat berkata, ’Ya Rabb, sebuah suara lemah yang tidak asing lagi dari tempat yang asing”. Lalu Allah SWT bertanya, ’Apakah kalian tidak mengenalinya?’
Mereka menjawab, ’Tidak ya Rabb, siapakah dia?’ Allah SWT menjawab, ’Hambaku, Yunus’. Mereka berseru, ”Hamba-Mu Yunus yang selalu diterima amalannya dan dikabulkan doanya’. Mereka kembali berkata, ’Ya Rabb, tidakkah Engkau mengasihi atas apa yang ia kerjakan ketika dalam keadaan lapang, sehingga Engkau berkenan menyelamatkannya dari bencana?’ Allah SWT menjawab, ’Ya’. Kemudian Allah SWT menginstruksikan kepada ikan paus untuk memuntahkannya ke daratan’” (HR. Ibnu Abi Hatim).
Dosen Pascasarjana FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, pelajaran apa dalam kehidupan ini yang bisa kita dapatkan dari kisah Nabi Yunus? “Pertama, sebagai kaum beriman kita harus menempuh jalan dakwah supaya kita bisa menyebarkan kebaikan dan perbaikan di muka bumi kepada orang lain. Karena hidup beriman kepada Allah adalah suatu kenikmatan yang sangat besar. Kenikmatan itu harus secara estafet kita distribusikan,”
“Kedua, dalam melaksanakan dakwah, hendaklah kita senantiasa bersabar, tidak meninggalkan mereka. Ketiga, di kala mendapat bala dan bencana tetaplah sabar dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT. Nabi SAW kemukakan, ”Tidak ada kelelahan, penyakit, kecemasan, kesedihan, bahaya, kesusahan, bahkan duri yang menusuk seorang muslim, kecuali berkatnya Allah hapus kesalahan-kesalahannya” (HR, Bukhari-Muslim),” Syamsul menegaskan
“Nah, saatnya kita mengejar kemuliaan dengan berdoa seperti doa yang dilantunkan Nabi Yunus hingga Allah mengabulkan pinta kita,” pungkas Syamsul.
Eveline Ramadhini