Negeri kincir angin itu dikabarkan bersedia membangun giant sea wall (GSW/tanggul) di pantai utara.
Wartapilihan.com, Jakarta –Dilandasi keinginan luhur untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Alumni ITB tegas menolak mega proyek reklamasi. Hal itu disampaikan Koordinator Ikatan Alumni ITB Muslim Armas kepada awak media di Hotel Sofyan, Jakarta, Selasa (24/10).
Selain itu, dia mempertanyakan landasan Menko Maritim mencabut moratorium reklamasi yang terlalu tergesa-gesa tanpa adanya pertemuan dengan DPRD dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Terlebih, lanjutnya, di dalam Menko Maritim dan lintas Kementerian serta BUMN seperti PLN belum satu suara menerima pencabutan moratorium itu.
“Prosedur izin reklamasi seharusnya menunggu hasil kajian dari tata ruang, perda zonasi dan lain-lain terlebih dahulu. Kemudian hasil kajian (dari Menko Maritim) sampai sekarang yang kita minta belum ada,” kata Muslim Armas kepada Wartapilihan.com.
Untuk itu, pihaknya akan mengundang beberapa pakar guna menjelaskan kepada masyarakat. Mulai dari penjelasan soal lingkungan, sosial-budaya, psikologis, hukum perundang-undangan, sampai teknis implementasi. Selanjutnya, setelah public hearing, Ikatan Alumni ITB akan menyampaikan hasil rekomendasi penghentian reklamasi kepada Presiden, Kementerian dan Lembaga terkait, DPR, Pers, dan masyarakat.
“Kita berharap, pemerintah juga membuka hasil kajian itu ke publik. Karena kita ingin masyarakat tahu, reklamasi ini jangan hanya menguntungkan beberapa pihak tetapi juga merugikan banyak orang. Sebab, apabila merugikan, pemerintah akan mencari berbagai cara untuk mengatasi masalah itu, salah satunya dengan menaikkan pajak yang kita keluarkan,” paparnya.
Dia menjelaskan, suksesi pembangunan reklamasi di beberapa negara seperti Singapura dan Belanda karena teritori maritim disana berbentuk seperti melingkar dan tidak memiliki sungai. Sehingga, mudah untuk di bangun giant sea wall (GSW).
“Sekarang kalau kita mau bangun giant sea wall, berapa ribu hektar yang harus dibangun dengan panjang laut disana (pantai utara). Meskipun Belanda kabarnya siap untuk membangun, tapi nanti pemerintah akan membebankan pembiayaan itu kepada rakyat,” ungkapnya.
Muslim mencontohkan, ketika Rizal Ramli menjadi Menko Maritim, dia melakukan public hearing kepada publik secara komprehensif dan transparan. Termasuk melibatkan DPRD dan Pemprov DKI Jakarta. Bukan melakukan klaim sepihak dan mengambil tindakat tanpa persetujuan stake holder.
“Pak Luhut mengesankan adanya dukungan Alumni lTB dalam kajian yang merekomendasikan pencabutan Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta,” tuturnya.
Kendati Ridwan Djamaluddin bawahan langsung Menko Kemaritiman, maka pendapat dan rekomendasi Ridwan Djamaluddin perihal Pencabutan Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta, tegas Muslim, adalah bagian dari pekerjaaannya sebagai Deputi Menko Bidang Kemaritiman, dan tidak ada relevansinya dengan posisinya sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni ITB (IA lTB). Sebab, IA lTB independen dan tidak bisa di intervensi oleh siapapun.
“Alumni ITB selalu mengedepankan kepentingan rakyat, dengan tegas menolak pelaksanaan reklamasi di Teluk Jakarta. Kami juga mendesak Presiden untuk membatalkan pencabutan Moratorium sekaligus menghentikan pelaksanaan proyek Reklamasi yang masih berlangsung,” tandasnya.
Muslim menyarankan pemerintah untuk menentukan nasib pulau-pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta yang sudah terlanjur dibangun perlu dikaji secara mendalam dengan memperhatikan sepenuhnya amanat konstitusi UUD 1945.
“Reklamasi Teluk Jakarta bukan lagi masalah DKI Jakarta semata, melainkan sudah menjadi isu nasional, untuk itu Alumni lTB mengajak segenap mahasiswa dan alumni perguruan tinggi se-Indonesia serta elemen-elemen masyarakat lainnya, untuk bersama sama menolak pencabutan Moratorium Reklamasi Teluk Jakarta dan mengawasi proses dihentikannya proyek reklamasi,” tutupnya.
Ahmad Zuhdi