BELAJAR DARI INDONESIA, SEMOGA PALESTINA BERSATU MERAIH KEMERDEKAAN

by

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Banyak bukti sejarah yang menunjukkan jasa besar tokoh-tokoh Palestina atas kemerdekaan Indonesia. Indonesia pun terus membela dan membantu perjuangan Palestina untuk meraih kemerdekaannya. Banyak pendapat menuju kemerdekaan, tapi sebaiknya ada titik temu untuk melangkah bersama.

Beberapa tahun menuju kemerdekaan, tokoh-tokoh Indonesia sudah berdebat secara intelektual. Bahkan, perdebatan itu dilakukan secara terbuka melalui media massa. Polemik tentang “model negara merdeka” didiskusikan secara ilmiah.

Terjadilah perdebatan antara Soekarno-A. Hassan, Soekarno-Natsir, dan sebagainya. Tapi, ketika Soekarno ditahan Belanda, Mohammad Natsir dan kawan-kawan, justru yang pertama kali mengunjungi Soekarno di penjara.

Tahun 1935, Sutan Takdir Alisyahbana memicu perdebatan luas dengan tulisannya yang mengajak bangsa Indonesia mengikuti Barat. Ketika itu, Sutan Takdir menulis artikel  bertajuk ”Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru”, di Majalah Pujangga Baru, edisi Agustus 1935.  Ia mengajak masyarakat meninggalkan zaman prae-Indonesia yang disebutnya sebagai ”zaman jahiliyah Indonesia”.

Menurut Sutan Takdir, Indonesia baru harus sejajar dengan negeri-negeri terkemuka di dunia. ”Bukan Indonesia musium barang kuno,” tegasnya. Untuk itu ia mengajak orang Indonesia untuk mengarahkan kiblat pandangannya ke Barat. ”Dan sekarang ini tiba waktunya kita mengarahkan mata kita ke Barat,” tegasnya.

Ramailah polemik tentang Indonesia Baru tersebut. Perdebatan itu terus berlanjut di BPUPK. Intinya, ada dua aspirasi besar di Indonesia. Satu, ingin negara merdeka diatur oleh agama Islam. Dua, negara merdeka dipisahkan dari agama.

Syukurlah, para tokoh bangsa itu bersedia untuk bertemu, berdiskusi, dan mencari titik temu. Dan pada 22 Juni 1945, di bawah pimpinan Soekarno, disepakatilah Piagam Jakarta. Setelah itu masih ada lagi kesepakatan-kesepakatan baru. Dan Indonesia bisa meraih kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan hingga kini.

 

*****

Kondisi bangsa Palestina pun sama dengan Indonesia. Di sana ada PLO pimpinan Yaser Arafat yang memilih jalan perdamaian. Sesudahnya, digantikan oleh Mahmud Abbas. Ada juga Hamas, Jihad Islam, dan lain-lain yang lebih memilih jalan jihad peperangan melawan penjajahan Israel.

Jalan perdamaian sudah dicoba selama puluhan tahun. Sejak tahun 1970-an, berbagai upaya perdamaian sudah dicoba. Tetapi, masih gagal. Masalahnya memang pelik. Banyak perbedaan dan faksi-faksi yeng berbeda pandangan, baik di pihak Palestina maupun Israel.

Sebagai contoh, Kesepakatan Oslo tahun 1993, Perjanjian Wye River II, di Sharm El-Sheikh, 5 September 1999. Kedua perjanjian ini diharapkan menjadi pijakan penyelesaian status final Palestina. Tetapi, PM Israel Ehud Barak mensyaratkan penumpasan “terorisme” terhadap Israel, sebagai imbalan diserahkannya sebagian wilayah Tepi Barat.

Menyusul perjanjian itu, sejumlah tokoh Hamas dan Jihad Islam ditahan oleh otoritas Palestina.  Dalam lampiran rahasia yang menyertai Kesepakatan Oslo, yang disiarkan oleh Majalah Al Mujtama dan Al Wathan edisi 7 September 1993, disebutkan, bahwa PLO mengakui eksistensi negara Israel dan hak bangsa Israel di Palestina, dan pemerintahan Israel mengakui eksistensi PLO sebagai pemerintahan sementara otonomi.

PLO berjanji akan menghentikan semua aksi publikasi yang bersifat permusuhan terhadap Israel dan akan melakukan pembersihan terhadap aksi-aksi  penentangan politik atau militer Palestina mana saja yang diarahkan kepada perusakan Israel dan pembunuhan warga negaranya. Menteri Lingkungan Israel, Yoshi Sharied, menyatakan, bahwa Israel membantu memperkuat PLO demi melemahkan musuh-musuhnya yang juga menjadi musuh Israel, yang secara terang-terangan disebutnya Gerakan Hamas.

Di pihak Israel juga terjadi penentangan keras terhadap upaya perdamaian dengan Palestina. Bahkan, PM Israel Yotzak Rabin menjadi korban pembunuhan Ekstrimis Yahudi bernama Yogal Amir, tahun 1996. Bagi Yahudi ekstrim ini, Tanah Yang Dijanjikan Tuhan tidak boleh diserahkan kepada bangsa selain bangsa Yahudi.

Apa pun perbedaan yang ada di antara para tokoh Palestina, kita berharap terus dilakukan upaya mencari titik temu, agar perjuangan bisa dilakukan lebih efektif. Kita berharap, di kalangan bangsa Palestina, ada tokoh-tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Soekarno, Hatta, Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan lain-lain.

Kita percaya, Palestina memiliki semua itu. Semoga Indonesia dan negara-negara Islam anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) dapat lebih menguatkan lagi upaya untuk menyatukan kekuatan bangsa Palestina demi meraih kemerdekaan yang – rasa-rasanya – sudah semakin dekat. InsyaAllah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *