Afif Hamka : Hamka Memadukan Muhammadiyah dan Tasawuf

by
Afif Hamka dan Dr Syamsuddin Arif. Foto : Insists

Wartapilihan.com, Jakarta – “Hamka mengajak anak-anaknya agar menjadikan shalat bukan hanya sebagai kewajiban. Tapi ibadah untuk menemui sang kekasih. Bagi Hamka mencintai Allah bukan sekedar yang wajib disembah, tapi Dialah sang kekasih yang Maha Tercinta,”terang Afif Hamka di Gedung Insists, Kalibata Jakarta, Sabtu (10/6).

Karena itu, Hamka sering mengajak anak-anaknya untuk shalat berjamaah subuh di masjid dekat rumah, Masjid Al Azhar.

Ulama besar Hamka, menurut putranya, Afif Hamka memang merupakan ulama yang patut diteladani. Afif menceritakan sewaktu ia kecil, ia melihat ayahnya ini tiap hari, bila tidak keluar kota, selalu kebanjiran tamu di rumahnya. “Seperti tamu pasien dokter,”jelasnya. Para tamu itu mengadukan berbagai masalah, mulai dari masalah agama, masalah perkawinan, perceraian dan lain-lain. Yang mengherankan, menurutnya Hamka tidak pernah memungut bayaran sepeserpun untuk konsultasi ini. “Padahal kalau dikasih kotak infak, tentu akan banyak yang nyumbang. Ketika aku usul itu, malah dikatakan Hamka, wah Afif kamu mata duitan,”kata Afif disambut tawa puluhan peserta yang hadir memenuhi aula Insists.

Hebatnya Hamka, ia memadukan antara ajaran Muhammadiyah dan tasawuf. “Buku Tasawuf Modern dan Pribadi karya Hamka banyak yang terkesan dan mendapat banyak inspirasi setelah membaca dua buku itu,”jelasnya.

Meski Hamka yang membuka cabang Muhammadiyah yang pertama di Sumatra, tapi sikap tasamuhnya terhadap perbedaan pendapat patut dicontoh. Menurut Afif, pernah pada suatu saat Masjid Al Azhar kedatangan tamu Ketua MUI Jakarta, KH Abdullah Syafiie pada waktu itu. Hamka kemudian meminta kepada KH Abdullah Syafiie (ulama NU) untuk menjadi khatib dan berpesan kepada petugas adzan agar adzan dua kali pada hari Jumat itu.

Begitu pula, menurut Afif, waktu pergi haji ke Mekah naik kapal bersama KH Idham Chalid. “Bila Hamka yang jadi imam shalat subuh, maka ia pakai Qunut, karena ia melihat yang jadi makmum Idham Chalid. Sebaliknya, kalau Idham Chalid yang jadi imam, ia tidak pakai qunut, karena ia lihat yang jadi makmum Hamka,”terangnya.

Selain dikenal sebagai ulama, Hamka juga dikenal sebagai sastrawan, budayawan dan sejarawan. “Ia menulis buku roman Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli dan lain-lain,”jelasnya. “Sebagai sejarawan Islam, Hamka menulis Sejarah Umat Islam, Perjuangan Jamaluddin al Afghani, Perbendaharaan Lama dan lain-lain.”

Selain itu, tahun 1955 Hamka sebagai pimpinan Muhammadiyah terpilih duduk sebagai anggota Majelis Konstituante. “Ia juga wartawan yang pernah memimpin majalah Pedoman Masyarakat di Medan dan Panji Masyarakat,”paparnya.

Kehebatan intelektualitas Hamka, menjadikan dirinya mendapat gelar honoris causa dari dua universitas ternama. Yaitu dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Al Azhar Kairo.

Menurut Afif, Hamka juga suka mengutip penyair Islam terkemuka, Syauqi Beik. Diantara syair yang dikutip Hamka dari Syauqi Beik adalah,”Ibumu melahirkanmu menangis ketika orang-orang tersenyum, maka berusahalah suatu saat kamu tersenyum di saat orang-orang menangis waktu kepergianmu.”

Hamka menulis lebih dari 130 judul buku tentang Islam. Meski Hamka pernah dipenjara Soekarno pada tahun 1964, tetapi persahabatannya dengan Soekarno tetap ia jaga. “Sehingga ketika Soekarno meninggal, Hamka datang menyolati Soekarno. Sesuai pesan Soekarno sendiri yang sewaktu hidupnya pernah menyatakan kepada utusannya bahwa bila ia meninggal, Hamka harus dipanggil untuk menyolatkan.”

Meski, Hamka pernah menjabat sebagai Ketua MUI, tapi sikap kritisnya kepada penguasa tetap ia jaga. “Sehingga Hamka menyatakan bahwa MUI itu ibarat kue bika. Dibakar dari atas oleh penguasa dan dari bawah oleh umat.” Sikap keteguhan Hamka ini terlihat ketika ia mengundurkan diri sebagai Ketua MUI karena menolak acara Natal Bersama.

Sewaktu Soeharto berkuasa, Hamka juga pernah memberi masukan kepada Pak Harto agar Ibu Tien ikut dalam acara-acara Keislaman di istana negara, seperti Maulid dan Isra’ Mi’raj. Ibu Tien yang tadinya tidak pernah ikut acara Keislaman itu, akhirnya ikut serta.

Sementara itu, Dr Adian Husaini dalam acara yang sama menganjurkan agar Presiden Jokowi mengambil buku-buku Hamka untuk pembinaan jiwa bangsa Indonesia, mengganti revolusi mental. “Buku Tasawuf Modern dan Pribadi Hamka itu bisa dipakai untuk pembangunan jiwa bangsa Indonesia,”terangnya. Adian mengaku bahwa sejak SMP ia sudah mengenal tulisan-tulisan Hamka di Majalah Panji Masyarakat.

Adian mengingatkan bahwa Hamka sangat perhatian terhadap sejarah. Dalam bukunya Hamka mengingatkan bahaya orientalis dan misionaris dalam pengajaran sejarah di Indonesia. “Bagaimana anak-anak dididik (keliru) untuk mencintai Gajah Mada daripada Raden Patah.”

Menurut Adian, Hamka pernah menulis bagaimana ia menuruti nasihat Haji Agus Salim ketika ia belajar Islam di Mekah. Saat itu, Agus Salim menasihati Hamka bahwa untuk menjadi ulama Hamka harus pulang ke Indonesia dan belajar dengan ayahnya. “Kalau 20 tahun ia terus belajar di Mekah, kata Agus Salim, nanti kalau pulang ia akan menjadi tukang doa saja. Hamka bersyukur atas nasihat ini.” ||

Izzadina

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *