Lamun Serap Karbondioksida

by
Lamun. Foto: mataroradio.cat.

Padang lamun memberikan manfaat besar bagi kehidupan manusia. Ekosistem ini menunjang keberlangsungan sumberdaya perikanan Indonesia sebagai habitat komoditas hasil laut bernilai ekonomi tinggi seperti baronang dan rajungan. Padang lamun di Indonesia juga menjadi sumber makanan dugong yang statusnya terancam punah. Selain itu, satu hektar padang lamun juga mampu menyerap emisi karbon dioksida sebanyak 24 ton/hektare per tahun atau setara dengan 35 sepeda motor selama satu tahun.

Wartapilihan.com, Jakarta – Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penelitian Osenografi LIPI, Dirhamsyah. Namun di tengah manfaat yang melimpah itu, terdapat aktivitas manusia yang dapay membuat penurunan kondisi padang lamun. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Oseanografi LIPI menunjukkan hanya 6,67 % padang lamun yang kondisinya sehat, sementara 42% berada dalam kondisi kurang sehat.

“Lamun adalah satu-satunya tumbuhan berbunga yang secara penuh beradaptasi pada lingkungan laut. Lamun tumbuh pada berbagai macam substrat membentuk hamparan luas yang disebut padang lamun. Secara ekologis, keberadaan padang lamun menciptakan ruang bagi banyak organisme untuk berkembang dan berinteraksi, membentuk satu kesatuan ekosistem di laut dangkal,” jelas Dirhamsyah, Senin, (1/10/2019), dalam acara bertajuk ‘Penyampaian Status Padang Lamun Indonesia’, di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Ancol, Jakarta Utara.

Hingga saat ini, dia menerangkan, Indonesia belum memiliki data pasti luasan padang lamun. Beberapa sumber menyatakan luas padang lamun di perairan Indonesia diperkirakan seluas 3 juta hektare. Namun perhitungan luasan ini masih bersifat estimasi awal, sehingga membutuhkan verifikasi langsung.

“Hasil verifikasi luasan padang lamun Indonesia yang dilakukan Tim Wali Data Lamun Indonesia yang dipimpin oleh LIPI menunjukkan Indonesia setidaknya memiliki padang lamun seluas 292 ribu hektar. Jumlah luasan tersebut adalah yang tertinggi di negara-negara Asia Tenggara,” papar Dirhamsyah.

Dirhamsyah menjelaskan, informasi luasan padang lamun dapat memberikan indikasi kondisi dan potensi lamun secara menyeluruh. “Jika terjadi penurunan, ini menunjukkan adanya tekanan atau ancaman pada ekosistem tersebut. Sebaliknya jika luasannya stabil atau naik, ini menunjukkan peluang padang lamun untuk lestari semakin tinggi,” ujarnya.

Meski mempunyai padang lamun terluas se-Asia Tenggara, sebagian besar kondisi padang lamun Indonesia ternyata masih dalam kondisi kurang sehat. “Dari keseluruhan lokasi yang divalidasi, hanya 6,67% yang kondisinya sehat misalnya di Maumere dan Sikka,” ungkap peneliti lamun Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Nurul Dhewani Mirah Sjafrie.

Sementara di lokasi lain, lanjut Nurul, berada pada kondisi kurang sehat bahkan miskin. “Bahkan, padang lamun yang berada di kawasan konservasi seperti di Wakatobi juga kondisinya kurang sehat. Jika mengacu ke Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004, maka padang lamun dengan tutupan 42% berada dalam kondisi kurang sehat,”ungkap Nurul.

Nurul menjelaskan, kondisi padang lamun sangat berkorelasi dengan biota laut yang memanfaatkan ekosistem ini, seperti penyu dan dugong. “Hasil kajian LIPI menunjukkan padang lamun, terutama yang terdiri dari spesies Halodule dan Halophila, berperan penting sebagai sumber makanan dugong,” tuturnya. Dirinya mengungkapkan, tanpa jenis lamun ini, populasi dugong di Indonesia akan semakin terancam menuju kepunahan.

Menurut Nurul agar padang lamun tetap mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan, upaya konservasi padang lamun harus mampu mencegah aktivitas yang mengancam kelestariannya. “Kegiatan transplantasi lamun dapat dilakukan untuk memulihkan padang lamun yang telah hilang atau rusak dan menciptakan areal padang lamun yang baru,” pungkasnya.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *