Masih banyak proses dan tantangan yang harus diselesaikan jika UU JPH ingin wajib.
Wartapilihan.com, Jakarta — Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim menuturkan, (UU) Jaminan Produk Halal yang direncakan akan diimplementasikan pada 17 Oktober 2019 ini.
“Saya mengakui kalau kita kembali ke pasal 4 dengan tafsir dimulai dengan implikasinya dengan publikasi dan kondisi saat ini dengan 34 provinsi yang ada, sangat sulit diilaksanakan,” kata Lukman di Jakarta Pusat.
Lukman menjelaskan, berbagai stakeholder harus mencarikan jalan keluar agar tidak terkesan menetang UU tersebut. Ia sepakat UU halal bersifat mandatory, namun untuk 17 Oktober sukar diimplementasikan.
“Maka sama-sama kita mencari solusi, tapi juga dinaungi dengan undang-undang,” ujarnya.
Maka itu, ia mengharapkan agar UU itu tidak diimplementasikan tanpa melihat kesiapan dilapangan. “Jadi kita berpikir jalan keluar agar kita bisa melakukan revisi dan evaluasi,” katanya.
Senada, pakar hukum Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad mengatakan, Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) perlu dikaji ulang. “Salah satu masalahnya, terlalu banyak norma yang mengatur kewajiban,” ujarnya.
Kata Suparji, UU itu seharusnya dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat agar berkembang dengan baik, bukan justru menjerat masyarakat maupun para pelaku usaha. Oleh karena itu, setelah 17 Oktober akan ada satu tantangan baru, dimana hal tersebut belum dipersiapkan dengan baik.
“Saya ingatkan, perlu persiapan yang matang, agar tidak menjadi persoalan dalam penerapan UU tersebut,” katanya.
Suparji mengatakan bahwa UU JPH ini bertentangan dengan semangat debirokratisasi, banyak birokrasi baru yang membuat proses sertifikasi halal menjadi lama. Ada unsur Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), LPH dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), penyelia halal, auditor hingga kepada pelaku usaha. Sehingga tidak efektif.
“UU JPH ini kurang efisien karena adanya birokrasi baru, adanya kewajiban-kewajiban yang dapat berdampak pada lambannya pergerakan masyarakat,” ujarnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah, menjelaskan pemerintah harus ikut terlibat dengan memberikan bimbingan dan pembiayaan untuk pelaku usaha UMKM jika dalam UU tersebut halal menjadi wajib (mandatory).
“Pemberlakuan UU JPH ini memerlukan persiapan yang matang, dimana semua komponen pendukung telah siap dan diuji kelayakannya di depan publik,” ujarnya.
Adi Prawiranegara