Peradaban Islam yang dulu sempat menjadi sejarah yang tertoreh dengan indah, ialah sejarah yang amat penting bagi umat Islam masa kini.
Wartapilihan.com, Jakarta – Setelah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, kekhalifahan dahulu dipimpin berturut-turut oleh Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, dan Kesultanan Utsmaniyah.
Pada masa itu, peradaban Islam sangat luar biasa, masa emas yang kini tinggal sejarah. Per hari ini, umat Islam tengah berjuang untuk melawan gerakan sekuler dan liberalisasi yang tengah jadi virus di Indonesia.
Dr. Nirwan Syafrin Manurung, salah satu peneliti INSISTS dalam bidang sejarah Islam mengatakan, ada syarat-syarat penting yang harus diperhatikan untuk menjadi peradaban yang madani atau tamaddun.
“Tamaddun terkait dengan Madinah. Berasal dari kata ‘ad-diin’, yaitu kondisi atau keadaan berhutang. Ada yang berhutang dan menghutangi, yaitu hamba dan Allah,” tutur Nirwan, dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Sejarah dan Masa Depan Peradaban Islam di Nusantara’, Sabtu, (23/12/2017), di Kalibata, Jakarta Selatan.
Peraih gelar doktor dalam bidang pemikiran Islam dari ISTAC IIUM ini menerangkan, peradaban dapat terbangun manakala ad-diin terlaksana dengan sempurna.
“Peradaban terbangun apabila ad-diin terlaksana dengan sempurna. Dengan demikian Islam menjadi rahmatan lil alamin. Ketika ad-diin termasuk hukum Allah ditegakkan, kalau hukumnya diabaikan bagaimana mungkin Islam dapat menjadi Rahmat,” lanjut Nirwan.
Ad-diin dilaksanakan dengan menyatunya hukum Islam dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, ia melanjutkan. “Hukum Islam pada yang sama adalah etika Islam. Jadi jangan dibedakan antara akhlak, etika dengan hukum fikih,” imbuhnya.
‘Masa Kegelapan’ Warisan Penjajah
Lelaki kelahiran Tanjung Balai, Sumatera Utara ini menceritakan, sejarah mengatakan, Kerajaan Malaka dan Kerajaan Sasoko yang berada di Nigeria telah menerapkan hukum Islam sebelum masuknya penjajah.
“Ketika penjajahan datang, semua sistem diubah oleh mereka, khususnya pada sistem pendidikan dan juga sistem hukum,” tukasnya.
Ia menerangkan, dalam penelitian Alhaji Umar Alkali dan Kamal Alhaji Daud dikatakan, pada tahun 1700 sampai 1800, Islam masih diterapkan.
“Belanda tidak mengintervensi secara signifikan dalam hukum sampai sekitar abad 19, padahal Belanda sudah datang sejak abad 16,”
“Sekularisme hukum Islam dilakukan ketika penjajah datang, Islam sebagai way of life dirubah. Hal itu dilakukan karena kekhawatiran Barat yang mengatakan Islam adalah tantangan kepada cara hidup mereka,” lanjut Nirwan.
Maka, tidak heran apabila kini orang pendukung syariat dicap fundamentalis dan juga radikal. Ada juga penggunaan istilah ‘moderat’ agar ada upaya untuk menjauh dari syariat.
“Pertarungan itu memang ada, nyata (pertarungan pemikiran). Selama aturan Allah tidak kita aplikasikan, maka akan sulit melihat peradaban Islam berdiri. Hanya ketika ad-diin diaplikasikan, barulah bangsa ini bisa berdiri tegak, sebagaimana kita saksikan dalam sejarah,” pungkasnya.
Eveline Ramadhini