Teknologi Komunikasi Plus Hati

by

Dampak pandemi Covid-19 sangat dahsyat. Semua dirumahkan, baik orangnya, bisnisnya, kegiatannya,  bahkan pekerjaan kantornya. Kegiatan ibadah pun tak luput dari ‘rumahisasi’.

Dalam situasi social-distancing dan domestifikasi itulah teknologi komunikasi berbasis internet mengambil peran untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ditimbulkannya. Hal ini makin menegaskan peran teknologi dalam menjalankan aktivitas keseharian menjadi sebuah kemestian.

Tehnologi benar-benar telah masuk dalam dataran budaya manusia secara substansial. Dan hampir dipastikan tidak ada manusia yang dapat bertahan hidup tanpa teknologi. Kita benar-benar telah masuk dalam perangkap  peradaban teknologi. Sebuah peradaban yang bakal menggantikan peran manusia. Di sinilah manusia tertuntut untuk kritis dan mengkritisi perubahan zaman yang cukup signifikan.

Teknologi yang diproduksi oleh peradaban Barat sangat materialistik sifatnya  yang melihat pikiran manusia sama dengan mesin, tentu tidak bisa diterima sebagai suatu kebenaran, karena manusia tidak hanya cerdas secara intelektual namun juga memiliki kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan hati.

Bagaimanapun cerdasnya akal yang mampu menciptakan  teknologi canggih tetaplah harus dalam control pengendalian diri.  Maka computer, robot dan sebagainya tetaplah sebagai sebuah artificial.  Kecerdasan hati jauh lebih smart dibandingkan kecerdasan pikiran. Artificial Intelegence, tidak akan pernah bisa menggantikan kecerdasan manusia.

Teknologi adalah sebuah rekayasa terhadap kemampuan berpikir manusia untuk mengambil keputusan tetapi mengesampingkan suara hati. Robot maupun computer itu ya artificial, kemampuan berpikir bukanlah kemampuan merasakan.

Tuntutan generasi sekarang mengarah kepada penguasaan teknologi. Artificial Intelengence dianggap dapat meng efisienkan berbagai aspek dalam kehidupan manusia melalui revolusi digital dan peranan manusia akan diambil alih oleh teknologi.

Lalu bagaimana dengan peri kehidupan beragama manusia kepada Sang Kholiq apakah juga bisa tergantikan dengan memasukkan peran teknologi. Seperti pengajian yang biasanya di masjid-masjid atau majlis taklim, kini cukup mendengarkan lewat layar kaca atau hand phone. Sehingga manusia hanya bisa mendapatkan informasi satu arah tanpa kajian mendalam melalui diaolg dan interaksi agar menimbulkan eksplorasi pengetahuan.

Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Hadist tersebut mengindikasikan bahwa perubahan zaman seperti hari ini yang mengedepankan teknologi, tidak berarti harus mengesampingkan hati. Karena bagaimana pun hati adalah panglima yang akan memberi perintah sebagai pengendali  atas tindakan untuk dijalankan. Maka nilai dan norma yang melekat dalam hati harus terimplemtasikan dalam tindakan akal berupa amal perbuatan. Sebagai contoh : Saat seseorang berkomunikasi dengan menggunakan teknologi, maka redaksionalnya harus mencerminkan suara hati, yang memiliki ketundukan sebagai manusia yang menghambakan diri pada Illahi. Sebagai makhluk yang beradab, sebagai makhluk yang memiliki tata nilai yang linier dengan nilai-nilai Ketuhanan. Begitu pula saat kita minta diantarkan makanan oleh petugas go food melalui aplikasi teknologi. Maka jangan lupa memanusiakan manusia, berilah tips kepada mereka yang bersusah payah dalam hujan dan terik matahasi mengupayakan agar kita bisa makan sesuai pesanan. Tontonan melalui teknologi tidak boleh meninggalkan tuntunan, dan lahir tidak boleh meninggalkan batin.

Teknologi sebagai perangkat keras tidak boleh turut mengeraskan hati kita, mari menata hati dan menjernihkan pikiran. Bagaimanapun teknologi tetaplah sebagai alat untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Kita memang harus berubah dan mampu beradaptasi dengan perubahan. Namun tentu akan lebih baik lagi kalau kita turut menentukan arah perubahan itu sendiri, sehingga tidak terbawa arus. Kita mengalir seperti air, namun mengalirlah ke tempat-tempat yang memberi manfaat, misalnya mengaliri sawah, perkebunan dan sebagainya. Bukan mengalir ke got-got yang bau apalagi mengalir ke comberan.

Mari islamkan teknologi, bijak dalam menggunakan teknologi, sertakan hati yang bersih untuk setiap aplikasi yang menggunakan teknologi. Isilah konten teknologi anda yang berupa hand phone misalnya, untuk hal-hal yang memberi kemanfaatan tidak hanya kemanfaatan  duniawi namun juga kemanfaatan kehidupan akherat. Maka keberkahan insyaallah tercurah kepada kita. Ajaklah teknologi bersyahadat agar mampu menghambakan diri melalui tangan-tangan manusia sebagai makhluk Tuhan.   Keislaman teknologi akan tampak dalam keberadaban penggunaanya. Insyaallah. (Teguh Yuwono MM, Dosen Unpam Tangsel)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *