SKM Halal, Tapi Thayyib?

by
Susu kental manis (SKM). Foto: Istimewa.

Produsen wajib mengedukasi konsumen dengan memberi informasi yang benar dan tidak menyesatkan.

Wartapilihan.com, Jakarta — Keputusan orang tua terutama ibu dalam memberikan Susu Kental Manis (SKM) sebagai minuman bernutrisi pada umumnya dipicu oleh gencarnya iklan SKM yang selama berpuluh-puluh tahun dikonsumsi masyarakat Indonesia.

Dalam materi promosi dari produsen tersebut, SKM digambarkan sebagai susu bernutrisi untuk minuman keluarga, termasuk anak-anak. Meski tak spesifik menggunakan model anak balita, namun penafsiran masyarakat pada umumnya, bahwa susu aman untuk dikonsumsi anak-anak, termasuk balita.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) pada prinsipnya mengikuti ketentuan BPOM (Badan Pemeriksa Obat dan Makanan). Jika SKM mendapatkan no pendaftaran dari BPOM (MD) serta tidak menanggalkan kehalalannya.

“Namun, menjadi tidak thayyib jika berlebihan dan tidak sesuai peruntukan. Jadi, konsumen harus tahu siapa yang boleh mengkonsumsi dan berapa banyak ukurannya,” ujar Wakil Direktur LPPOM-MUI Muti Arintawati saat dihubungi Warta Pilihan, Kamis (12/7).

Hal itu, ungkap Muti, menjadi kewajiban produsen untuk mengedukasi konsumen dengan memberi informasi yang benar dan tidak menyesatkan konsumen.

“Anggapan masyarakat bahwa SKM bisa jadi sumber protein susu, sehingga diberikan kepada anak-anak dengan bebas harus diluruskan,” katanya.

Ketua Halal Corner Aisha Maharani menambahkan, peruntukan SKM lebih thayyib (baik) jika digunakan sebagai topping atau penambah rasa, bukan sebagai konsumsi susu buat balita.

“Seperti MSG, orang suka berdebat baik buruknya. Sebenarnya tidak masalah kalau digunakan dengan sewajarnya,” kata dia.

Sementara itu, hasil survey Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) yang dilakukan bersama Yayasan Peduli Negeri (YPN) di Kendari serta dengan STIKES Ibnu Sina di Batam, terlihat bahwa iklan susu kental manis mempengaruhi persepsi masyarakat.

Penelitian dilakukan di dua daerah yakni di Kelurahan Mandonga, Kecamatan Mandonga, Kota Kendari, Propinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 13 31 Maret 2018 dan Kelurahan Sagulung Kota, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Propinsi Kepulauan Riau pada tanggal 6 14 April 2018.

“Kedua daerah tersebut kami pilih karena adanya pemberitaan di media terkait gizi buruk akibat pemberian SKM secara rutin pada balita. Pemilihan kedua daerah ini karena terdapat balita yang menjadi korban akibat mengkonsumsi SKM secara rutin,” jelas Ketua Pengurus Harian YAICI Arif Hidayat di Jakarta, Kamis (12/7).

Bermitra dengan Yayasan Peduli Negeri (YPN), Penelitian di Kendari mengambil responden 400 ibu rumah tangga dan di Batam bermitra dengan Sekolah Tinggi Ilmi Kesehatan (STIKes) Ibnu Sina Kota Batam mengambil responden 300 ibu rumah tangga yang memiliki balita.

Dari hasil survey yang menggunakan metodologi kualitatif (wawancara mendalam) dan kuantitatif dengan teknik random sampling representative diperoleh hasil di Kota Kendari masyarakat memiliki persepsi bahwa SKM adalah susu. Dengan sumber informasi utama sebesar 97% dari iklan produk di televisi dan 14% dari kemasan produk.

“Sedangkan di Kota Batam, masyarakat memiliki persepsi bahwa SKM adalah susu. Dengan sumber informasi utama sebesar 57% dari kemasan SKM dan 47% dari iklan produk di televisi,” ungkap Arif.

Selain itu, di Kota Kendari 1 dari 3 responden ibu memberikan SKM sebagai minuman susu kepada anak. Sedangkan di Kota Batam 1 dari 4 responden memberikan SKM sebagai minuman susu kepada anaknya.

Menurut dia, kecenderungan ibu yang mengalah pada anak juga menjadi alasan utama dalam pemberian minuman SKM ini. Sebagian besar anak tidak mau lagi mengkonsumsi susu yang lain selain SKM, rasanya yang manis dan mengenyangkan sangat disukai anak-anak.

Arif menjelaskan, anggapan SKM adalah susu bergizi dan ditambah kuatnya kemauan anak untuk minum SKM menyebabkan intensitas pemberian minuman SKM pada anak tidak tanggung-tanggung. Dari 130 responden di Kendari yang menggunakan SKM pada anak, 55% diantaranya memberikan minuman SKM setiap hari dan 31% setiap 2 hari sekali. Sedangkan di Batam dari 75 ibu, 35% diantaranya memberikan minuman SKM setiap hari, 5% setiap 2 hari sekali dan 20% 1-2 kali dalam seminggu.

“Tidak hanya intensitas minum SKM yang tinggi, dalam sehari rata-rata responden bisa memberikan minuman SKM sebanyak 1 sampai 2 gelas. Yang mengejutkan juga ditemukan ibu di Batam yang memberikan hingga 5 dan 10 gelas dalam sehari,” katanya.

Hasil survey menunjukkan, dari 130 ibu di Kendari, 56% memberikan minuman SKM 1 gelas sehari dan 44% 2 gelas sehari. Sedangkan di Batam dari 75 ibu, 53% diantaranya memberikan 1 gelas sehari, 38% 2 gelas sehari, 3% 5 gelas sehari dan 1% 10 gelas sehari.

Terkait dengan label di kemasan SKM, jelas Arief, temuan di Kota Kendari 75% masyarakat tidak terbiasa membaca label ingredient pada kemasan produk SKM sedangkan di Kota Batam 50% masyarakat tidak terbiasa membaca label ingredient pada kemasan produk SKM.

“Disamping itu, di Kota Kendari sebanyak 72 persen dan di kota Batam 27 persen masyarakat tidak mengetahui bahwa konsumsi SKM dalam jangka panjang bisa memicu obesitas dan diabetes,” terangnya.

Hasil survey ini, kata Arief, telah dibahas dalan Focus Groups Discussion (FGD) terbatas pada tanggal 17 Mei 2018 dengan menghadirkan stakeholders dari BPOM, Kemenkes, KPAI, KPI, IDAI, Persagi, YLKI dan beberapa aktivis, praktisi dan pengamat sosial dan kesehatan masyarakat, tambah Arif yang sejak awal sudah mengkampanyekan SKM adalah larutan gula beraroma susu.

Sementara itu, menanggapi kontroversi SKM selama ini, BPOM akhirnya menerbitkan Surat Edaran bernomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang ‘Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3)’. Ada 4 larangan dari BPOM untuk label susu kental manis. Label dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk apapun dan juga memakai visualisasi bahwa produk susu kental manis setara dengan produk susu lain.

“YAICI juga menegaskan bahwa sebagai produk susu kental manis aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat sebagai penambah rasa untuk membuat kue, minuman dan lain-lain, tapi tidak sebagai minuman pengganti susu untuk balita,” tandasnya.

Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *