Pada 2 November lalu, beredar berita bahwa organisasi-organisasi di Masjid Ukhuwah Islamiyah (MUI), Universitas Indonesia, termasuk dalam masjid kampus yang intoleran. Bagaimana pandangan Ketua Nuansa Islam Mahasiswa Universitas Indonesia (Salam UI)?
Wartapilihan.com, Jakarta –Fahrudin Alwi selaku ketua Salam UI 20 mengaku sangat tergelitik dengan adanya pemberitaan tersebut di media. Pasalnya, penelitian yang dilakukan Setara, menurut Fahrudin, tidak dapat dikatakan valid karena dari pihak Salam, juga Masjid UI maupun DISC Masjid UI tidak ada yang diwawancarai oleh Setara Institute.
“Dari data 529 masjid dan 927 mushola di Depok, Setara hanya mewawancarai 20 orang. Itupun pihak Masjid UI, DISC, dan Salam UI tidak ada yang diwawancarai. Melihat itu semua, hati kecil ini tergelitik geli untuk share ke pembaca budiman tentang Masjid UI, DISC, dan Salam UI,” kata Alwi, kepada Warta Pilihan, Sabtu, (4/11/2017).
Selain itu, Fahrudin tergelitik pula karena Setara mengaku menggunakan metode ‘covert indepth interview’. Padahal penelitian akademik semestinya tidak boleh menggunakan cara ‘covert’ (sembunyi-sembunyi) dalam penelitian.
“Ia harus menjelaskan maksudnya lewat ‘consent form’. ‘Ethical clearance’ dalam penelitian akademik itu penting,” tutur Fahrudin.
Tentang Masjid UI, DISC Masjid UI dan Salam UI
Masjid UI, dikatakan oleh Abdul Muta’ali selaku ketua Masjid UI, sejauh ini Masjid Ukhuwah Islamiyah adalah masjid dengan konsep paham keagamaan yang berlandaskan pemahaman Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam koridor Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Adapun seluruh kegiatan dan kajian Masjid UI mengacu pada lima dasar nilai yaitu tafahum (pemahaman ke-Islaman yang komprehensif), tawazun (keseimbangan materialisme dan spiritualisme), tawasuth (moderat), takamul (universal dan holistik), tasamuh (saling menghormati perbedaan).
“Paham keagamaan Masjid UI berlandaskan pemahaman Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam koridor Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika,” tegas Abdul.
Didin melanjutkan, selama ia menjadi pengurus di Salam UI, terhadap sesama umat Islam tidak ada aksi intoleransi.
“Tempo hari ada agenda UI Bershalawat dari kawan-kawan saya di Asyraf UI dan komunitas mahasiswa NU. Beberapa waktu lalu juga Masjid UI dihadiri oleh pengisi dari Pemuda Muhammadiyah. Intoleran dari mana toh, wong adem ayem tentrem ngono iku kok. Perbedaan ada, tapi bukan itu yang ditonjolkan,” kata Didin prihatin.
Adapun pendapatnya mengenai Depok Islamic Study Circle Masjid Ukhuwah Islamiyah (DISC Masjid UI), Didin mengaku pernah ikuti agendanya meski bukan anggota aktif. Di sana, ia diajarkan pemikiran ulama seperti Fakhruddin Ar-Razi, Ibnu Khaldun, dan lain-lain.
“Di DISC, saya juga dikenalkan dengan pemikiran ulama lokal nusantara seperti Hamka dan Natsir. Kalau yang begitu dianggap intoleran, berarti belajar pemikiran ulama lokal nusantara juga dianggap intoleran? Iki pye toh, belajar sama ulama sendiri dibilang intoleran. Gelitik betul,” imbuh dia.
Ketua Puskomnas FSLDK Indonesia 2017-2019 ini menegaskan, program Salam UI merupakan syiar, baik melalui soft movement maupun kajian. “Salah satu contoh soft movement adalah Spirit Day: senam pagi yang diikuti oleh masyarakat UI dan warga Jabodetabek. Agenda ini dibuka baik untuk yang berjilbab maupun belum, sudah berkeluarga ataupun masih jomblo,” lanjutnya menerangkan.
Kedua, Salam UI bersama UKM Kerohanian se-UI mengadakan peringatan 72 Tahun NKRI dengan video dengan link berikut: https://youtu.be/Ki-8k3BrgEw dan media https://www.google.co.id/amp/s/www.jawapos.com/read/2017/08/17/151631/mahasiswa-ui-lintas-agama-bergandengan-tangan-kampanye-kebhinnekaan%3famp=1.
“Selain itu, bersama UKM Kerohanian se-UI diinisiasi KMB UI, kami melakukan UI Peduli. Berbagi sesuatu kepada Ibu Penyapu Jalan di UI. Lihat video https://youtu.be/TcxUgTgo3bU,” tandas Didin.
Ketiga, terkait tuduhan ujaran kebencian kepada LGBT menurutnya sungguh tuduhan yang kejam. Salam UI pada dasarnya menyadari, LGBT adalah suatu kenyataan sosial di Indonesia.
“Memang ada kalangan masyarakat Indonesia yang memilih orientasi seksual yang berbeda. Salam UI berada pada posisi bahwa sejatinya heteroseksualitas adalah fitrah manusia sesuai yang ditetapkan Allah SWT,”
“Maka, Salam UI tidak pernah berada dalam posisi memusuhi LGBT, sebaliknya ingin selalu mengajak teman-teman yang berorientasi seksual berbeda untuk kembali kepada fitrah penciptaannya. Prinsip dakwah kami adalah ‘mengajak dan bukan menghakimi’,” tandasnya.
Selain itu, Salam UI bersama Rektor UI membahas tentang radikalisme di UI dan adanya kesepakatan bersama Salam UI dan KMB UI terkait peristiwa pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai.
“Mari berpikir kembali, apakah kajian dengan pengisi NU, Muhammadiyah, dll di MUI adalah intoleran? Atau mengkaji pemikiran ulama lokal nusantara juga intoleran? Atau melakukan soft movement dengan senam pagi untuk keluarga dan ‘jomblo’ juga intoleran? Atau berkolaborasi dengan semua UKM Kerohanian untuk bersinergi dalam kebaikan juga intoleran?” Tanya Didin.
Ia pun mengutip sebuah ayat di Al-Qur’an, surat Al-Maaidah ayat delapan, “… Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa…”
Eveline Ramadhini