Rumitnya Penyelesaian Masalah Buruh Migran

by
Buruh sedang bekerja. Foto : pengampunanpajak

Wartapilihan.com, Jakarta – Persoalan Tenaga Kerja Indonesia yang menjadi Buruh Migran di negara lain menyisakan banyak persoalan. Diantaranya belum optimalnya koordinasi antar instansi, maraknya perekrutan secara non prosedural, banyaknya pemalsuan data/dokumen TKI, perbedaan data yang tersedia antar TKI, rendahnya kualitas CTKI, dan peran calo/sponsor masih dominan dan Self Defense Capacity yang masih lemah.

Merespon hal di atas, Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengundang berbagai elemen untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai UU TKI, penanganan dan peninjauan. Di antaranya hadir Ketua BNP2TKI Nusron Wahid, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Ketenagakerjaan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil, Sekretaris Daerah NTT, Asosiasi APJATI, Asosiasi ASPATAKI, Jaringan Buruh Migran, Serikat Buruh Migran Indonesia, Solidaritas Perempuan dan Komisi IX yang dihadiri dari Fraksi PDIP, Gerindra, PKS, PKB dan Demokrat.

Nusron Wahid, mengatakan bahwa masalah krusial Tenaga Kerja Indonesia yang keluar negeri adalah masalah prosedur dan sistem. Banyaknya tenaga kerja yang unprosedural membuat BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) kesulitan dalam meninjau dan mengawasi tenaga kerja dengan baik.

Frans Selam Sekretaris Daerah Nusa Tenggara Timur menuturkan prosedur yang sangat rumit dan panjang akan membuat Tenaga Kerja Indonesia yang ingin ke luar (negeri) melakukan cara-cara ilegal. “Persoalan kita sekarang semua orang ingin hidup lebih baik, dengan segala kemampuan yang rendah dan birokrasi yang sangat panjang, akhirnya mereka keluar negeri secara non prosedural,”tutur dalam Rapat Dengar Pendapat di Ruang Pansus C, Nusantara 2 Gd DPR RI,  Rabu (1/2) Jakarta. Ia mencontohkan, pembuatan SKCK dan KTP elektronik, bagaimana warga luar daerah harus ke Polda atau Polri untuk membuat SKCK dan e-KTP dengan waktu yang lama dan ongkos sangat mahal.

Peserta rapat dari Fraksi Gerindra mengatakan, ego sektoral instansi terkait masih menjadi duduk perkara persoalan buruh migran. Kemiskinan, pendidikan dan budaya hidup menjadi akar problematika yang harus segera ditanggulangi. Direktorat Imigrasi Kementerian Tenaga Kerja, memberikan solusi riil. Diantaranya membuat aplikasi android TKI Keren, Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA TKI), Peningkatan Kualitas Sumber Daya Aparatur, Bentuk Satgas di 21 Provinsi untuk mencegah TKI non Prosedural (Anggota Satgas terdiri dari berbagai elemen, ada Dinsos, Depnaker, Imigrasi, Polisi), Kerjasama Luar Negeri (membuat MoU baik bilateral, regional dan multilateral, Evaluasi Kinerja PPTKIS dan Sanksi Administratif 2016 ada 46 PPTKIS salah satunya adalah non prosedural.

Sementara itu Rieke Diah Pitaloka dari FPDIP mendesak untuk segera dibentuk tim advokasi dan yurisprudensi terkait regulasi TKI. Ia menemukan indikasi perdagangan manusia, pelecehan seksual dan kekerasan psikologis. “Keberhasilan kita untuk menciptakan lapangan kerja bagi rakyat kita sendiri. Kita harus hati-hati mengenai bebas visa dari negara yang jumlah penduduknya banyak. Ironisnya, kantong-kantong industri malah menjadi pengirim TKI,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan.

Deddy Yusuf dari Komisi IX menambahkan, Pembagian kewenangan antar lembaga dan peran Pemerintah Daerah harus lebih optimal. “Karena biasanya TKI yang sudah pulang, akan kembali menjadi TKI lagi, jadi harus diberdayakan dan diberikan kesempatan kerja yang baik” tutur Deddy Yusuf.

“Kesalahan yang biasa kita cari adalah kesalahan moral individunya bukan kesalahan sistemnya. Padahal moral adalah produk dari sistem yang buruk. Contohnya adalah Hongkong, Hongkong pun yang sistemnya bagus bobol juga” ungkap Fahri Hamzah. Pemerintah dalam hal ini diwakili DPR memberikan 3 rekomendasi. Pertama, perbaikan regulasi, kedua perbaikan sistem kelembagaan dan ketiga perbaikan terkait profesional yang bekerja didalamnya.  |

Reporter : Ahmad Zuhdi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *