Jusuf Kalla merasa ironis karena sebagian besar produk yang dijual di E-commerce didominasi oleh Negeri Cina. Hampir 80 persen barang diimpor dari Cina.
Wartapilihan.com, Jakarta – Pemerintah kini tengah membahas pertumbuhan ekonomi, khususnya berupaya menciptakan kesetaraan antara produk dari Cina dan juga produk lokal.
“Sebagian besar produk e-commerce dari Cina dan ini sama juga dialami semua negara, bukan hanya kita,” kata Jusuf Kalla, kepada awak media, di kompleks Istana Wakil Presiden, Rabu (27/12/2017).
Sebelumnya, pemerintah Indonesia sudah lama incar prosentase besar untuk jumlah produk UMKM lokal di e-commerce. Ditargetkan, pada tahun 2020, 80 persen produk yang dijual di e-commerce adalah hasil UMKM lokal.
Jusuf Kalla melanjutkan, regulasi pajak yang adil bagi produk Cina maupun produk lokal akan digalakkan agar produk Indonesia dapat bersaing. “Pajak antara produk Cina dengan produk lokal masih timpang,” tukas Kalla.
“Harus mempunyai platform yang sama, harus mempunyai pajak yang sama. Masalahnya, kalau produk dalam negeri kena pajak, produk luar negeri malah nggak. Jadi mereka langsung kirim aja, tak ada PPN nya atau PPhnya. Itu kan tidak sama efeknya,” pungkasnya.
Hal senada juga pernah diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Ia mengatakan, ada tantangan besar bisnis dalam jaringan (online) yang sedang berkembang di Indonesia; hampir seluruh produk dikuasai oleh negeri Tirai Bambu itu.
“Bisnis online sekarang jadi masalah karena barang-barangnya kebanyakan barang impor sekitar 95 persen dari luar negeri, termasuk Cina. Barang dari Indonesia itu kurang dari 5 persennya saja,” kata Luhut dalam seminar bertajuk ‘Renewable Energy & Energy Conservation: Knowledge Sharing Session’, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Yusuf Wibisono pakar ekonomi mengatakan, banjir produk Cina memang bukan fenomena baru. “Banjir produk cina sudah lama, ketika mereka masuk ke e-commerce, itu adalah antisipasi jangka panjang sebab potensi e-commerce sangat besar ke depan,” kata Yusuf, kepada Warta Pilihan, Jum’at, (29/12/2017).
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini menganalisa, akar permasalahannya justru terletak bukan pada persaingan bisnis daring tersebut, melainkan ada pada rendahnya daya saing dan dangkalnya struktur industri. Maka, menurutnya, pemerintah perlu membenahi sektor riil terlebih dahulu.
“Tidak ada langkah instant, pemerintah harus membenahi sektor riil, terutama industri manufaktur dan pertanian, peningkatan daya saing dan pendalaman struktur industri harus serius dilakukan,” pungkas Yusuf.
Eveline Ramadhini