“Hukum bukan lagi menjadi alat untuk menegakkan keadilan, tetapi menjadi alat membungkam yang tidak satu perahu dengan pemerintah,” tutur Adnin Armas.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pasca aksi monumental pada 2 Desember 2016 atau dikenal dengan Aksi 212, pemerintah belum mampu menghadirkan solusi-solusi terhadap persoalan keummatan dan kebangsaan. Tak hanya itu, justru penangkapan dan teror terhadap ulama dan aktivis kian menjadi.
Hal itu menjadi salah satu latar belakang Habib Rizieq Shihab untuk berada di Saudi Arabia sampai waktu yang belum ditentukan. Rabu (21/2) lalu, rencanananya Imam Besar Front Pembela Islam itu kembali ke Tanah Air. Namun melalui rekaman audionya, ia mengatakan belum dapat kembali ke Indonesia atas petunjuk istikharah.
Merespon hal tersebut, beberapa penasihat hukum yang tergabung dalam GNPF-Ulama menginisiasi Kaukus Pembela Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Rizieq Shihab (KPIBI-HRS). Sekjen Kaukus Pembela Imam Besar Umat Islam Indonesia Dedi Suhardadi menuturkan, Kaukus dibentuk atas keprihatinan para alumni 212 atas persoalan-persoalan yang terjadi di Indonesia. Diantaranya persoalan keamanan terhadap ulama. Padahal, kata dia, tugas pemerintah adalah menjamin keselamatan, kemananan dan ketentraman rakyatnya.
“Kita berkumpul di Kaukus Pembela untuk sama-sama menolong, mengawal dan membela para ulama, termasuk Imam Besar Umat Islam Indonesia Habib Rizieq Shihab. Forum ini akan menjadi wadah membela rakyat Indonesia yang dikriminalisasi,” kata Dedi.
Peneliti INSIST Ustaz Adnin Armas menyatakan, wajah Indonesia di era pemerintahan saat ini memiliki kompleksitas persoalan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Mulai dari korupsi, tata kelola pemerintahan yang lemah, eksploitasi alam secara serakah, diskriminasi penegakan hukum, hingga teror para ulama secara seporadis dan komunal.
“Bicara penegakan hukum, wajar kalau rakyat itu berteriak. Hukum bukan lagi menjadi alat untuk menegakkan keadilan, tetapi menjadi alat membungkam yang tidak satu perahu dengan pemerintah,” tuturnya.
Senada hal itu, Tokoh Tionghoa Lieus Sungkharisma mengingatkan pemerintah bahwa NKRI milik seluruh rakyat Indonesia. Bukan milik penguasa apalagi segelintir elite. Indonesia, kata Lieus, akan mandul jika ulama dan aktivis di kriminalisasi secara terus menerus.
Saat ini, terang Lieus, tidak ada jalan lain kecuali pemerintah melakukan rekonsiliasi. Jika hal itu tidak dilakukan, lanjutnya, pemerintah akan sulit dalam menjalankan program-program pembangunan yang dicanangkan.
“Negara ini lemah, (Indonesia) menjadi negara tempe. Kita butuh ulama dan aktivis yang tidak mengiyakan semua kebijakan pemerintah. (Penangkapan dan teror) ini tidak boleh terjadi lagi. Karena semua yang dikriminalisasi -rakyat- adalah tulang punggung pembangunan,” tandas Lieus.
Ustaz Muhammad Jibril menambahkan, pejuang-pejuang penegak kebenaran wajib tampil, tidak boleh terlalu lama istirahat. Pertemuan-pertemuan elemen umat harus diintensifkan untuk membakar semangat juang agar tidak terkena erosi. Yaitu ancaman dalam jihad fii sabilillah.
Ia mengajak siapapun yang hadir dalam Deklarasi Kaukus Pembela untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Setiap manusia, kata sapaan Abu Jibril, dilahirkan dalam keadaan susah payah. Karena itu, tujuan hidup setiap muslim adalah membela kebenaran dan memperjuangkan meskipun jiwa raga taruhannya.
“Hidup dan mati di tangan Allah untuk para pemberani. Jika penegak kebatilan memimpin Indonesia, maka tunggu kehancuran di masa akan datang,” ujar dia.
Sebagai informasi, KPIBI-HRS mengupayakan terwujudnya tiga tuntutan umat yang disingkat Trituma, yaitu: Pertama, hentikan kriminalisasi terhadap alim ulama dan aktivis. Kedua, menjamin keselamatan alim ulama dan aktivis. Ketiga, rekonsiliasi kebhinekaan guna persatuan Indonesia.
Trituma dierjuangkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku serta mengedepankan akhlak, moral dan etika dalam setiap kegiatan. KPIBI-HRS menyatakan kesiapannya untuk berdialog dengan pemerintah dan seluruh komponen bangsa guna optimalisasi kebhinekaan dalam rangka memperkuat persatuan Indonesia.
KPIBI-HRS tidak memiliki kepentingan politis dan tidak terafiliasi dengan partai politik. Dalam menjalankan of setiap aktivitasnya tidak ada unsur komersial untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu.
Ahmad Zuhdi