Tercatat 72 korban menjalani perawatan di beberapa rumah sakit. Diantaranya RS. Mintohardjo, RS. Pertamina, RSIJ, RS. Tarakan, dan RS Siloam.
Wartapiliham.com, Jakarta –Ambruknya selasar Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merupakan simbol tempat berputarnya investasi di Indonesia menunjukkan rendahnya kepedulian pengusaha pemilik gedung terhadap persoalan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
“Saya menduga dalam gedung tersebut tidak ada Panitia Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang memeriksa rutin kondisi gedung BEI terhadap keselamatan para pengunjung dan pekerjanya. Juga patut diduga bahwa Kemenaker dan Disnaker Provinsi DKI Jakarta tidak melakukan pengawasan terhadap K3 gedung tersebut,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Selasa (16/1).
Disamping itu, kata Iqbal, boleh jadi gedung lainnya di sepanjang jalan Thamrin – Sudirman tidak diawasi tentang K3-nya. Menurutnya, hal ini menunjukkan pemerintah pusat dan daerah kurang peduli dengan isu K3.
“Apalagi dengan terus menerus terjadinya kecelakaan kerja seperti kasus meledaknya pabrik kembang api di Tangerang, meledaknya pipa pabrik mandom di Bekasi, runtuhnya tambang di Freeport Papua dan banyak kasus lainnya yang totalnya telah menghilangkan nyawa ratusan orang dan ribuan orang luka-luka,” jelas Iqbal.
Tidak adanya tindakan apapun dari pemerintah terhadap pengusaha dan pemilik gedung untuk memberikan efek jera, kata dia, maka tidak menutup kemungkinan hal seperti ini tidak terulang. Akibatnya, sampai kapan pun isu K3 ini tidak akan menjadi perhatian sungguh-sungguh dari pemerintah dan para pengusaha. Asal sekedarnya saja perihal K3.
“Barulah kalau sudah terjadi kecelakaan dan diberitakan media yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan korban luka, pemerintah dan pengusahanya kalang kabut dan berusaha menangkis berita-berita miring tersebut,” lanjut Iqbal.
Selain itu, terang Iqbal, sikap pemerintah dan pengusaha yang tidak peduli atau hanya sekedarnya saja terhadap perihal K3 ini akan dipermasalahkan buruh Indonesia, KSPI menuntut pemerintah, pertama, berikan sanksi pidana kepada pengusaha dan pemilik gedung yang telah lalai menghilangkan nyawa orang atau luka luka terhadap orang lain. Hal ini lazim di lakukan di negara lain sebagai efek jera. Penegakan hukum tidak boleh kalah dangan kekuatan uang.
“Kedua, berhentikan pejabat berwenang yang berwenang yaitu Kadisnaker dan bila perlu Menaker harus mundur atau di berhentikan sebagai pertanggung jawaban publik. Budaya malu pejabat publik harus dikembangkan,” tegasnya.
Ketiga, tegakkan aturan K3 sebagaimana di atur UU No 1 Tahun 1970 tentang K3 seperti wajib membentuk panitia implementasi K3 yang terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja, memeriksa rutin tentang keselamatan orang, menyediakan perlengkapan K3, dsb.
“Keempat, revisi UU No 1 Tahun 1970, terutama pasal sanksi harus memberikan efek jera,” tandasnya.
Kasus runtuhnya gedung BEI ini, simpul Iqbal, mirip dengan runtuhnya gedung Rhana Plaza di Bangladesh, sehingga pada saat itu masyarakat dunia dan ILO mengutuk dan memberi sanksi berat kepada pemerintah dan pengusaha Bangladesh.
“Bagaimana dengan pemerintah Indonesia? Sebagaimana slogan ILO tentang K3, yaitu hilang satu nyawa sama nilainya dengan hilang seribu nyawa. Setiap orang wajib dilindungi nyawa dan keselamatan psikisnya,” pungkasnya.
Sebagai informasi, sebagian korban merupakan puluhan mahasiswa peserta ASEAN Stock Challenge 2017. Pihak penyelenggara acara ASEAN Stock Challenge, yakni Irvan dari Siaga Anugrah Persada menerangkan, peristiwa ambruknya selasar lalan lantai 1 Gedung BEI terjadi sekitar pukul 12.10 WIB. Hari itu, kata dia, merupakan puncak acara ASEAN Stock Challenge.
Awalnya, lebih 30 mahasiswa tengah berdiri bergerombol di salah satu selasar lantai 1 gedung selesar tersebut. Dan selasar yang mempunyai panjang 30 meter dan lebar 2 meter yang digunakan untuk berjalan itu tidak terdapat tiang penyangga.
Ahmad Zuhdi