Wartapilihan.com, Yangon – Militer Myanmar telah menghentikan “operasi pembersihan” di Rakhine utara, kata seorang pejabat senior, Rabu (15/2). Keputusan ini mengakhiri empat bulan tindakan kekerasan yang dilakukan pihak keamanan. PBB telah memperingatkan kemungkinan terhadap kejahatan kemanusiaan.
Ratusan minoritas Muslim diperkirakan tewas dan hampir 70.000 orang telah melarikan diri ke Bangladesh sejak militer melancarkan operasi militer untuk menemukan militan yang menyerang pos perbatasan polisi.
Para pengungsi telah menceritakan pengalaman mereka bagaimana pasukan keamanan memperkosa, membunuh, menyiksa orang Rohingya, dan membakar rumah-rumah mereka selama operasi empat bulan.
Sebuah laporan PBB berdasarkan laporan dari pengungsi di Bangladesh mengatakan, pasukan telah melakukan sebuah “kebijakan penghitungan teror” yang mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Selama berbulan-bulan, Myanmar telah membantah kesaksian serupa yang dikumpulkan oleh media asing dan kelompok HAM. Laporan tersebut dianggap sebagai direkayasa. Media asing dan kelompok HAM dibatasi aksesnya ke wilayah tersebut.
Namun, tuduhan PBB telah memberikan tekanan pada pemerintah sipil Myanmar yang dipimpin oleh pemenang Nobel Aung San Suu Kyi untuk mengendalikan militer, yang masih mengendalikan tuas kunci kekuasaan.
Pada Rabu (15/2), Penasihat Keamanan Nasional Thaung Tun mengatakan, pasukan keamanan mengakhiri operasi mereka dan meninggalkan daerah tersebut di bawah kontrol polisi.
“Situasi di Rakhine Utara sekarang telah stabil,” kata Thaung Tun pada sebuh pernyataan, seperti dikutip AFP (15/2).
“Operasi pembersihan yang dilakukan oleh militer telah dihentikan, jam malam telah mereda, dan yang ada hanya kehadiran polisi untuk menjaga perdamaian.”
Pemerintah telah memberikan tugas komisi yang didukung negara dan dipimpin oleh mantan militer untuk menyelidiki tuduhan dalam laporan PBB.
“Kami telah menunjukkan bahwa kami siap untuk bertindak bila ada bukti jelas terhadap pelanggaran,” Thaung Tun menambahkan dalam pernyataan itu.
Lebih dari satu juta Muslim Rohingya hidup di negara bagian Rakhine. Mereka diperlakukan sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan ditolak kewarganegaraannya.
Konflik komunal antara umat Buddha dan Rohingya di tahun 2012 membuat puluhan ribu Rohingya tinggal kamp-kamp pengungsian. Kelompok HAM membandingkan kondisi Rohingya dengan “apartheid”.
Suu Kyi mendapat kritikan tajam karena tidak berbicara menentang tindakan keras baru-baru ini yang telah melemahkan niat baik yang ia bangun selama bertahun-tahun berjuang untuk demokrasi setelah junta militer berakhir.
Pekan lalu, Paus Francis mengatakan, Rohingya telah disiksa dan dibunuh “hanya karena mereka ingin hidup dengan budaya mereka dan keimanan sebagai Muslim”.
Reporter: Moedja Adzim