Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 28 Desember 2023, saya mendapat kehormatan untuk berbicara dalam acara diskusi akhir tahun di Kampus IPB University, Dramaga, Bogor. Acara digelar oleh Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, bekerjasama dengan Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan Majelis Pakar Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII).
Acara dibuka oleh Rektor IPB University Prof. Dr. Arif Satria. Tiga pembicara yang hadir: Prof. Dr. Didin Damanhuri, Prof. Dr. Yusman Syaukat, dan Dr. Adian Husaini. Dua guru besar IPB itu memberikan paparan yang kritis dan menarik tentang konsep serta jalannya pembangunan Indonesia selama ini.
Prof. Didin Damanhuri sudah saya kenal gagasannya sejak saya aktif sebagai wartawan Harian Republika. Sejak dulu, Prof. Didin Damanhuri memberikan kritik-kritik yang kontruktif terhadap praktik pembangunan ekonomi neo-liberal. Sementara Prof. Yusman Syaukat dikenal sebagai pakar ketahanan pangan. Ia mengajukan konsep ketahanan pangan dengan merujuk pada kebijakan pangan Nabi Yusuf a.s.
Sebagai pembicara terakhir, saya berkesempatan mengenalkan gagasan-gagasan Indonesia maju sebagaimana yang tertuang dalam buku saya “Indonesia Maju 2045: Konsep dan Peta Jalannya.” Saya menekankan pada proses pembangunan Sumber Daya Insan Indonesia yang unggul dengan mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
IPB University memiliki peluang besar untuk menjadi perguruan tinggi yang benar-benar menjalan fungsi universitas yang sebenarnya. Yakni, kampus yang melahirkan manusia seutuhnya (al-insan al-kulliy/universal man).
Dalam bidang pertanian, misalnya, IPB diharapkan melahirkan petani-petani yang tangguh, pekerja keras, dan zuhud. Betapa pun hebatnya konsep pembangunan pertanian di Indonesia, tidak akan sukses jika para petaninya tidak memiliki kualifikasi akhlak yang unggul. Hingga kini, tidaklah mudah sektor pertanian harus bersaing dengan sektor industri lainnya.
Karena itulah, nama IPB sebagai “Institut Pertanian Bogor” telah dipopulerkan namanya yang baru menjadi “Universitas IPB”. Alumni IPB sering disindir dengan ungkapan: “Lulusan IPB bisa apa saja, kecuali pertanian.”
IPB memiliki peluang besar menjadi model kampus ideal yang hakiki – yang melahirkan manusia seutuhnya. Yakni, manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Selain iklim religius yang kuat di kampus ini, rektornya pun saat ini menjadi Ketua Umum ICMI.
Maka, dalam diskusi itu, saya menawarkan gagasan, agar IPB membentuk Pusat Studi Agama, Sains, dan Peradaban yang berlevel internasional. Banyak kampus di Amerika Serikat dan Eropa memiliki pusat-pusat studi Islam di tingkat pasca sarjana. Di Malaysia, misalnya, Universiti Teknologi Malaysia (UTM) memiliki CASIS (Center for Advanced Studies on Islam, Science, and Civilization). Bahkan, Univesitas Indonesia sudah memiliki PSTTI (Pusat Studi Timur Tengah dan Islam) di tingkat magister (S2).
Itulah pentingnya gagasan-gagasan kemajuan, pembangunan, dan pendidikan yang ideal, sebagaimana saya tulis dalam buku Indonesia Maju 2045. Untuk itulah kita berharap, konsep-konsep yang ideal itu dirumuskan secara lebih komprehensif dan praktis oleh Perguruan Tinggi. Sebab, pemerintah biasanya hanya melaksanakan saja konsep-konsep pembangunan dan pendidikan yang dihasilkan oleh para pakar dari berbagai Perguruan Tinggi.
Gagasan pembangunan yang sesuai dengan amanah konstitusi itu sudah saatnya dirumuskan oleh para pakar dari Perguruan Tinggi. Kita memerlukan presiden yang baik, tetapi kita juga berkewajiban mengawal jalannya pemerintahan, agar sesuai dengan amanah konstitusi.
Dalam pendidikan, misalnya, jelas disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah melahirkan manusia yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia. Kita ini bangsa religius dan berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Maka, sepatutnya para murid yang muslim tidak dipaksa untuk menelan muatan-muatan kurikulum yang bertentangan dengan ajaran Islam. Misalnya, anak-anak dididik untuk mempercayai, bahwa mereka adalan keturunan manusia purba bernama hominid (sebangsa kera). Konsep ini jelas tidak ilmiah dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Banyak calon pemimpin yang saat ini berkampanye akan memberantas atau mengurangi angka kemiskinan. Tentu, itu merupakan program yang baik dan patut diapresiasi. Tetapi, patut dicatat, masalah yang paling mendasar dari bangsa kita bukanlah masalah kemiskinan, tetapi KRISIS AKHLAK.
Orang kaya dan yang punya kuasa tetapi memiliki AKHLAK YANG BURUK, justru lebih merusak masyarakat, dibandingkan orang miskin. Orang miskin yang akhlaknya baik, maka ia akan menjadi orang yang berguna bagi sesama. Ia tidak akan serakah dunia dan melakukan kejahatan, karena ia masih memiliki iman dan taqwa.
Kita berharap, para ilmuwan di IPB dan kampus-kampus lainnya berkenan mengkaji serius konsep-konsep pembangunan yang selama ini digunakan untuk membangun bangsa. Perubahan itu harus dimulai dari cara berpikir yang paling mendasar. Semoga kita tidak sombong dengan apa yang selama ini dianggap sebagai kebiasaan, tetapi keliru! Amin! (Depok, 31 Desember 2023).