Mendesak MK Putuskan Presidential Threshold

by
Desain Foto: Eveline / Warta Pilihan.

“Ini gugatan yang sangat mendesak untuk segera diputuskan, jangan beralasan menunda-nunda persidangan karena banyak gugatan lain yang sedang di urus, alasan itu politis,” desak Irfan.

Wartapilihan.com, Jakarta — Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) berinisiatif memberikan obat masuk angin ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk ultimatum karena dinilai lamban memberikan putusan atas gugatan penghapusan ambang batas pencapresan (presidential threshold) pada pemilu 2019.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum PP KAMMI Irfan Ahmad Fauzi saat diskusi “Adu Kuat Jokowi VS Prabowo” Rabu (8/7) malam di warung Komando, Tebet, Jakarta.

Menurut Irfan, Mahkamah Konstitusi seharusnya sadar perannya saat ini untuk segera ambil keputusan atas gugatan presidential threshold.

Irfan menilai Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold telah mematikan hak konstitusi rakyat untuk dipilih.

“Solusi terbaik untuk menjaga hak rakyat dan munculnya alternatif presiden Indonesia dengan menghapus presidential threshold. Itu harga mati,” tegas Irfan.

Ia melanjutkan, bila tidak ada putusan sebelum penutupan pendaftaran Capres-Cawapres terlihat betul adanya politisasi di Mahkamah Konstitusi.

Padahal putusan ini berpengaruh dalam perubahan eskalasi politik di Indonesia. Ini membuat demokrasi di negeri ini semakin sehat dan berintegritas.

“Kalau MK telat ambil keputusan, tidak hanya obat masuk angin yang diberikan. kader KAMMI akan ramai-ramai mendatangi kantor Mahkamah Konstitusi” tutup Irfan.

Di lain pihak, Koordinator Pusat Democracy Watch Indonesia, Deni Setiadi menyayangkan masih berlakunya UU Pemilu yang disahkan oleh tersangka korupsi.

“Secara etika politik, UU tersebut cacat hukum karena dipimpin oleh ketua DPR yang kala itu telah berstatus tersangka,” tegasnya.

Deni pun mendorong masyarakat sipil dan mahasiswa untuk mengkritisi hal ini kepada MK agar dievaluasi.

“Tidak hanya PT 20% yang membatasi hak konstitusi masyarakat maju Capres Cawapres yang patut dibatalkan, namun secara keseluruhan Undang-Undang tersebut pun patut dievaluasi karena disahkan oleh orang yang bermasalah dan kini menjadi tahanan di Suka Miskin,” tandas Irfan.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum Kader Muda Demokrat (KMD), Kamhar Lakumani, ia mengatakan, belum jelasnya wakil presiden di tengah stok kader yang kompeten bisa terbelenggu karena adanya batasan presidential thrashold untuk dapat diusung parpol mengikuti kontestasi Pilpres.

“Ironi ini menjadi tragedi tatkala berkembang dalam pandangan publik bahwa koalisi yang terbentuk saat ini terbaca sebagai koalisi penguasa yang menggunakan kekuasaan sebagai instrumen perekat dan koalisi penantang yang menggunakan uang sebagai perekat,” kata Kamhar.

Ketua DPP KNPI ini mengatakan, persoalan ini bisa dihindari jika tidak ada presidential thrashold.

“Kami menaruh harapan besar pada Mahakamah Konstitusi sekalipun waktunya sudah sangat kasif namun belum terlambat,” ujar dia.

Ia berharap semoga masih ada sisa-sisa kenegarawanan kepada para yang mulia hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk segera mengeluarkan putusan terkait judicial review presidential threshold (PT).

“Kita berharap ini menjadi preseden yang direspon cepat segenap elemen kelompok strategis, jangan diam agar MK ‘terbangun’ dan ‘tersadar’ sebagai lembaga yang merupakan anak reformasi mengambil peran terdepan menyelamatkan demokrasi yang menjadi tujuan reformasi,” pungkas Kamhar.

 

Eveline Ramadhini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *