Atas nama ‘kebebasan berpendapat’, Politikus anti-Islam, Geert Wilders dinilai menyakiti hati umat Islam karena rencana dirinya yang akan menyelenggarakan lomba menggambar karikatur Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa Sallam. Berbagai wacananya sebagai politikus juga terkesan menyudutkan umat Islam. Tapi, bolehkah umat Islam marah karena ini?
Wartapilihan.com, Jakarta — “Kalau kita tidak marah, berarti kualitas keislaman dan keimanan kita perlu diragukan,” kata Henri Shalahuddin, Ketua Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) kepada Warta Pilihan, Kamis, (26/7/2018).
Namun, kendati boleh marah, kata dia, sebagai muslim yg beriman, kualitas marah tentunya harus berbeda dengan yang lainnya.
“Jangan sampai diekspresikan yang justru merusak kemuliaan Islam,” lanjut dia.
Marah, terang Henri, berperan seperti polisi yang menjaga marwah diri. Dia diekspresikan sebagai bentuk pertahanan.
“Jangan sampai diekspresikan dengan sikap dan ungkapan yang justru mengesankan bahwa kita tidak lebih baik dari mereka,” tegas dia.
Ia pun sempat bercerita, almarhum Junus Effendi Habibie, atau yg lebih dikenal pak Fanni, Dubes RI untuk kerajaan Belanda saat itu mengkritik keras perilaku Wilders tersebut.
“Bahkan almarhum bercerita ke saya, beliau katakan saat wawancara dengan wartawan-wartawan lokal di sana dengan bahasa Belanda:
‘Jika saja lebih dari sekitar 1,5 milyar penduduk di bumi ini sangat memuliakan Nabi Muhammad, lalu tiba-tiba ada satu orang yang melecehkan beliau, pasti orang itu sinting,’
Lalu para wartawan itu menanyakan ke beliau, apakah yg Anda maksud itu Geert Wilders?
Beliau jawab: Siapa saja!” tutur dia.
Atas terjadinya hal ini, Henri menjelaskan, Pemerintah Indonesia bisa membuat nota peringatan dan protes terhadap Wilders.
Sebelumnya, Wilders sempat memosting diakun Instagram pribadinya, “Nabi Muhammad akan ke parlemen untuk pertama kalinya, kontes menggambar kartun Nabi Muhammad akan diadakan di gedung parlemen,” kata Wilders.
Berdasarkan keterangan yang dikutip dari Reuters, Partai Kebebasan Belanda (PVV) mengatakan, kontes menggambar kartun Nabi Muhammad diklaim telah disetujui oleh parlemen Belanda, khususnya Badan Anti-Terorisme Belanda, NCTV.
Wilders juga mengatakan dalam Twitter pribadinya pada Senin, 18 Juni lalu, bahwa ia sudah menerima lebih dari 100 gambar dan dia juga mengumumkan kontes menggambar kartun Nabi Muhammad akan diumumkan pada akhir tahun 2018 di parlemen Belanda.
Akibat perbuatannya tersebut, Wilders mendapatkan banyak kecaman keras dari Netizen seluruh penjuru dunia. Bahkan sudah banyak pihak yang melaporkan dirinya untuk diblokir di Facebook tetapi tidak dianggap sebagai hate-speech.
Atas hal tersebut, banyak pihak yang mengecam Geert, salah satunya dari Indonesia, yakni Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Berbagai Organisasi Islam Mengecam
Dalam pernyataannya, Sekretaris Jenderal OKI Yousef bin Ahmed Al-Othaimeen menyebut hal tersebut sebagai langkah ‘provokatif’, yang hanya menabur kebencian di antara kelompok beragama.
“Kebebasan berbicara bukan berarti melukai perasaan seseorang,” kata Al-Othaimeen, dilansir dari kantor berita Turki, Anadolu News Agency, beberapa waktu lalu.
Bulan lalu, Partai Kebebasan pimpinan Wilders mengumumkan rencana penyelenggaraan lomba kartun Nabi Muhammad di kantor partainya di Gedung Parlemen, Belanda. Partai anti-Islam itu juga pernah menyerukan agar Al-Quran dilarang.
Bentuk kebencian Wilders terhadap umat Islam juga terlihat dari dirinya yang menyerukan agar Belanda tidak menerima imigran dari penduduk mayoritas Islam.
Tak hanya itu, dia juga berkampanye untuk melarang jilbab di tempat umum, dan menyebut sapaan khas Islam sebagai pelanggaran ketertiban umum.
Hal yang sama disuarakan oleh Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Indonesia.
Ketua Umum FSLDK Fahrudin Alwi mengatakan, perlombaan itu merupakan bentuk penistaan terhadap agama Islam dan telah menyinggung dan melecehkan ajaran Islam, karena bagi umat Islam menggambar karikatur Nabi Muhammad adalah sesuatu yang diharamkan.
Fahrudin mendesak, agar Duta Besar Belanda untuk Indonesia supaya melakukan komunikasi dengan pemerintah Belanda, khususnya kepada pihak penyelenggara perlombaan, untuk menghentikan kegiatan perlombaan tersebut.
“Kami juga mendorong pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kominfo untuk terus berupaya mendesak Facebook agar memblokir semua akun Geert Wilders dan akun lainnya yang mengumumkan perlombaan karikatur Nabi Muhammad,” ujarnya dalam keterangan tertulis, beberapa waktu lalu.
FSLDK, kata dia, turut mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia untuk juga melakukan pengecaman terhadap perlombaan ini melalui berbagai cara, khususnya sikap sebagai bentuk pembuktian bahwa bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama dan anti untuk saling menistakan.
Kebebasan Berpendapat Bukan Berarti Bebas Mencela
Sementara itu, politikus Fahira Idris turut menanggapi hal ini. Menurut dia, gagasan yang mengatasnamakan kebebasan berpendapat, jelas tidak dapat dibenarkan apabila mengandung penghinaan, bertentangan dengan nilai perdamaian, serta melanggar penghormatan terhadap perbedaan Ras, Agama dan keyakinan.
“Wilders melalui wacana perlombaan ini, telah memantik penolakan dari sejumlah negara di dunia, dan jelas akan berdampak pada potensi perpecahan dan kebencian.
Dan hal ini terbukti, dengan banyaknya Gelombang protes dan penolakan dari berbagai negara di eropa dan dunia Islam yang sampai hari ini terus berdatangan,” tutur Fahira, Kamis, (26/8/2018), di Jakarta.
Dalam kesempatan ini, dirinya menghimbau dan mengajak kepada segenap masyarakat yang ikut serta menyuarakan penolakan ini, agar menempuh langkah-langkah yang strategis dan juga konstitusional.
“Indonesia sebagai negara majemuk serta berpenduduk muslim terbesar di dunia, selama ini dinanti peranan dan kontribusinya dalam membela dan memperjuangkan perdamaian di dunia khususnya dunia Islam,” tegasnya.
Indonesia, tekan Fahira, patut menjadi garda terdepan dalam menyuarakan sikap dan keprihatinannya serta berkontribusi menjaga kepentingan perdamaian dunia.
“Dan yang tak kalah pentingnya adalah, mohon doanya seluruh umat muslim di Indonesia, agar acara ini bisa dibatalkan,” imbuhnya.
Di akhir, Henri turut menambahkan soal kebebasan berpendapat. Bahwa kebebasan berpendapat bukan berarti kebebasan mencela.
“Kebebasan berpendapat bukan berarti kebebasan mencela. Apalagi, mencela keyakinan agama lain,” pungkas dia.
Eveline Ramadhini