Maneger Nasution: Pembubaran Pengajian Tak Sesuai UU

by
Anggota Komnas HAM Maneger Nasution. Foto: Republika/Musiron

Wartapilihan.com, Jakarta – Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menyesalkan terjadinya pengusiran pengajian Ustadz Khalid Basalamah. Pengajian bertema “Manejemen Rumah Tangga Islam” yang digelar di Masjid Shalahudin, Perumahan Puri Surya Jaya, Sidoarjo, Jawa Timur pada Sabtu (4/3) itu diprotes sekelompok massa hingga Ustadz Khalid Basalamah menghentikan pengajiannya. Menurut Maneger, kpengajian adalah kegiatan ibadah yang dijamin Undang-undang. Pembubaran pengajian bertentangan dengan Undang-undang.

“Melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama dan/atau kepercayaannya merupakan hak asasi manusia yang dilindungi oleh Pasal 28 E UUD 1945, Pasal 22 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya kepada Warta Pilihan, Selasa (7/3).

Maneger menjelaskan, hak untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat juga dijamin oleh Pasal 28E UUD 1945 dan Pasal 25 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Tindakan permintaan pembubaran yang dilakukan sekelompok orang tersebut adalah tindakan yang tidak menghormati UUD NRI tahun 1945 dan hak asasi Ustadz Khalid Basamalah serta jemaahnya sebagai warga negara Indonesia,” Maneger menguraikan.

Maneger menyarankan, bila pihak-pihak tertentu berpendapat ada kesalahan dalam ajaran yang disampaikan , maka seyogyanya melapor ke Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun Kepolisian.

“Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang dinilai merupakan wadah yang memiliki otoritas untuk memeriksa dan memutuskan hal-hal menyangkut ajaran agama Islam dan/atau melaporkannya ke pihak kepolisian apabila mempunyai bukti-bukti yang dapat diterima dan dinyatakan sah menurut hukum Indonesia,” terangnya.

Maneger menegaskan, tindakan permintaan pembubaran yang dilakukan sekelompok orang tersebut adalah tindakan yang tidak menghormati UUD NKRI tahun 1945 dan hak asasi penceramah serta jemaahnya sebagai warga negara Indonesia.

“Pemaksaan kehendak dalam penyelesaian sengketa dapat dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum dan tidak menghormat hak asasi korban untuk mendapat keadilan dalam proses hukum yang dijamin Pasal 17 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,” jelasnya.

Oleh karena itu, Komnas HAM menghimbau agar semua pihak dapat menahan diri untuk tidak melakukan tindakan di luar hukum dan menghormat hak asasi masing-masing warga. Selain itu, negara dituntut hadir dan menunaikan kewajibannya melindungi, memajukan, menegakkan, dan memenuhi hak-hak konstitusional setiap warga negara.

“serta menjamin hal yang sama tidak terulang lagi di masa yang akan datang,” ujarnya.

Dinilai Standar Ganda

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) Dr. Jeje Zaenuddin, menilai ada standar ganda dalam menyikapi perbedaan pendapat, kemajemukan, dan keragaman oleh sekelompok oknum ormas Islam. Ia mencontohkan ada oknum ormas Islam yang menunjukkan diri toleran dengan mengawal pelaksanaan tahun baru dan natalan di gereja, namun di sisi lain justru bersikap tidak adil kepada sesama saudara muslim.

“Ketika muncul di internal kita pandangan yang sedikit berbeda, lalu menggunakan cara-cara yang justru jauh dari pendekatan yang digunakannya kepada saudara-saudara non muslim. Penggunaan double standard ini sangat jauh dari sikap adil dalam Islam,” ujarnya saat dihubungi Warta Pilihan, Selasa (7/3).

Lebih lanjut ia mengatakan, saat ini akses masyarakat untuk mempelajari paham keagamaan sangat terbuka. Masyarakat dinilai sudah dewasa untuk mengidentifikasi ucapan menghasut dan memprovokasi.

“Kalau benar beberapa teman dari salafi yang sifatnya menghasut dan memprovokasi, maka masyarakat punya hak mengadukan dan melaporkan, bukan dengan cara-cara membubarkan paksa,” jelas dia.

Reporter: Pizaro

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *