PTFI harus tunduk dan tidak boleh menolak pemberlakuan seluruh ketentuan dalam berbagai Undang-Undang.
Wartapilihan.com, Jakarta — Mantan Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Simon Sembiring urun klarifikasi terkait banyaknya pendapat tentang hak yang dimiliki Freeport untuk memperoleh perpanjangan kontrak merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemerintah.
“Bahkan seorang Guru Besar pun ikut-ikutan memberi pendapat bahwa pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali memperpanjang kontrak tersebut. Padahal, jika kita teliti dengan seksama, hak perpanjangan tersebut tidak otomatis dimiliki Freeport,” ujar dia dalam Seminar Nasional Menggugat Freeport di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (26/7).
Ia merunut, Pasal 31 Ayat 2 Kontrak Karya (KK) Freeport memang memberi kesempatan atau hak kepada Freeport untuk mengajukan perpanjangan kontrak. Namun pasal tersebut banyak di salah artikan oleh berbagai pihak seolah-olah hak Freeport mengajukan perpanjangan memperpanjang 2×10 tahun tersebut otomatis harus disetujui Pemerintah RI.
“Padahal dalam pasal tersebut juga jelas dinyatakan bahwa diterima atau tidaknya usul tersebut masih tergantung pada persetujuan pemerintah, atau subject to Government of Indonesia (GoI) approval. Artinya GoI bisa saja menerima, namun bisa pula menolak,” katanya.
Kelanjutan dari kalimat tersebut adalah: “The GoI will not unreasonable withold or delay such approval”. Maksudnya Gol tidak bisa menahan atau menunda persetujuan tersebut tanpa alasan. Berarti kalau ada alasan yang relevan dan kuat, tentu saja pemerintah dapat membicarakannya dengan Freeport.
Dalam hal ini, kondisi Indonesia pada 1991 jelas sudah sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Peraturan perundangan pertambangan sudah berubah, dan GoI harus melaksanakan peraturan tersebut. Pemberlakuan peraturan tersebut harus terlaksana secara adil dan merata kepada setiap perusahaan, termasuk PTFI.
Sesuai ketentuan dalam UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba, serta seluruh peraturan turunannya, diketahui adanya ketentuan-ketentuan tentang sistem KK yang berubah menjadi IUPK, keharusan pemurnian di dalam negeri, kewajiban divestasi 51%, batasan luas wilayah tambang, dan lain-lain.
“Ada pula UU PT yang mengatur Freeport (PTFI) harus tunduk pada UU PT dan aturan turunannya. Demikian pula dengan UU tentang lingkungan dan turunannya,” katanya.
Menurut dia, PTFI harus tunduk dan tidak boleh menolak pemberlakuan seluruh ketentuan dalam berbagai UU tersebut. Pada saat yang sama, pemerintah pun harus melaksanakan pemberlakuan seluruh ketentuan tersebut terhadap PTFI.
“Jika PTFI membawa masalah pemberlakuan berbagai ketentuan di atas ke arbitrase intemasional, mestinya kita tidak perlu takut atau khawatir akan mengalami kekalahan. Hal ini karena di arbitrase pun yang dipakai sebagai acuan adalah peraturan perundangan RI. Bukan peraturan negara lain atau Amerika Serikat,” tegasnya.
Sidang-sidang arbitrase pun bisa dilaksanakan di luar negeri, atau bisa pula di Indonesia, tergantung kesepakatan bersama hakim arbiter. Ada 3 hakim arbiter, yakni satu yang ditunjuk oleh GoI, satu ditunjuk oleh PTFI, dan satu lagi yang ditunjuk atas kesepakatan bersama.
“Dengan kondisi demikian, mengapa kita harus dihantui rasa takut, dan merasa kalah sebelum berlanding? Jika terkait biaya, maka diperkirakan jumlahnya paling mahal US$ 15 juta. Jumlah ini tergolong murah jika kita ingin menegakkan kedaulatan negara kita, yakni kedaulatan yang telah diperjuangkan oleh jutaan nyawa pahlawan kita di masa lalu,” tuturnya.
Jika Indonesia menang dalam gugatan arbitrase, kata dia, maka biaya yang dikeluarkan tersebut akan kembali, dan ditambah pula dengan ganti rugi. PTFI memaksa GoI untuk tidak menjalankan UU yang berlaku di negara ini, lalu kita menerimanya begitu saja?
“Terlihat bahwa Gol telah kalah oleh gertakan Freeport, dan juga perpanjangan kontrak hingga 2041. Jika Pemerintah Indonesia menolak dengan alasan yang masuk akal, maka perpanjangan kontrak tidak akan diperoleh oleh Freeport,” tukas dia.
“Kita memiliki sangat banyak alasan untuk menolak permohonan perpanjangan kontrak oleh Freeport. Sehjngga harga saham divestasi yang harus kita bayar pun akan jauh lebih rendah dari yang telah disepakati saat ini,” pungkasnya.
Dalam kesempatan sama, Tokoh Reformasi Amien Rais membantah tuduhan dirinya sebagai Komisaris Freeport, Amien menyebut hal itu merupakan pembunuhan karakter. Ia pun mengumumkan sayembara siapa sa yang dapat membuktikan dirinya Komisaris Freeport, maka berhak mendapatkan 100 juta US$.
“Selain isu saya sebagai Komisaris Freeport, bulan Juli ini kita juga digemparkan narasi bahwa Freeport telah kembali ke pangkuan ibu pertiwi lewat HoA. Tetapi meminjam perkataan Richard, HoA tidak pernah mengikat. Dapat dicabut kapapun. Dan ia mengatakan bahwa HoA adalah bahasa transaksi,” kata Amien.
Amien berpendapat, sebaiknya kontrak karya (KK) dengan PTFI ditutup selamanya. Menurut dia, freeport telah melakukan 4 kejahatan sejak tahun 1990. Pertama, pencemaran lingkungan. Dalam sehari, limbah freeport dapat mencapai 170.000/hari.
“Anehnya, kita sendiri abai dengan pencemaran itu,” ujar Amien.
Kejahatan kedua adalah liberalisasi pajak. Freeport memasukkan alat-alat berat bebas pajak. Pihak freeport merasa seperti negara kecil di Indonesia. Mereka merasa membayar pajak lebih besar karena membandingkan dengan PT Djarum dan Gudang Garam.
Ketiga, kejahatan terhadap kemanusiaan. Gereja di Papua Barat memiliki data terkait usaha aparat yang mengkooptasi masyarakat bahkan tak segan menembak jika berusaha menggali emas di sekitar freeport.
“Indonesia harus menghitung kejahatan yang dilakukan freeport selama setengah abad, pencemaran lingkungan dan kejahatan HAM harus diusut. Jangan sampai masyarakat Papua beranggapan (pemerintah pusat) di Jakarta bersekongkol dengan freeport,” tuturnya.
Keempat, kejahatan menghancurkan institusi. Aparat TNI dan Polri di Papua Barat, tandas Amien, telah di kooptasi untuk kepentingan bisnis freeport.
“Saya gagal memahami pemerintah Indonesia dan para ahli sudah kalah janji dengan freeport, Indonesia akan jadi Irak kedua dan beberapa dalih yang mengerikan. Padahal, itu hanya gertakan saja,” tandasnya.
Ahmad Zuhdi