Kedatangan Tim Kuasa Hukum Lembaga Adat Melayu Riau yang dipimpin Kapitra Ampera hanya diterima oleh Staff Pengaduan, tidak ada pihak Komisioner Komnas HAM yang menjumpai. Rencananya, Kapitra Cs akan mendatangi kembali guna meminta kelanjutan laporan yang diajukan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Intimidasi dan persekusi oleh sekelompok Ormas Bali terhadap Ustaz Abdul Somad (UAS) beberapa waktu lalu berujung di ranah hukum. Masyarakat adat Riau menanyakan pihak aparat yang telah merampas hak-hak warganya.
Tim Kuasa Hukum Lembaga Adat Melayu Riau yang dipimpin Kapitra Ampera hari ini, Senin (18/12) mendatangi Komnas HAM guna meminta Komnas HAM melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap pihak-pihak terkait dibalik kejadian yang menimpa UAS.
Kapitra menilai, Ormas-Ormas tersebut dapat dipidana sesuai Pasal 59 ayat (3) huruf a, b, c, dan d Perppu Nomor 2 Tahun 2017. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa Ormas dilarang untuk melakukan tindakan permusuhan, melakukan penistaan agama, melakukan tindakan kekerasan, merusak fasum dan fasos, serta melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum.
“Komnas HAM sebagai lembaga kemanusiaan yang konsen terhadap tindakan kejahatan kemanusiaan (crime again humanity) harus melakukan penyelidikan dan menahan orang-orang yang terlibat, karena Ustaz Abdul Somad merasa hak-haknya dirampas,” ujar Kapita.
Selain itu, Kapitra dan tim juga telah melaporkan kasus tersebut ke Bareskrim Mabes Polri, Polda Bali, Polda Riau, Polda Jawa Barat, Polda Banten, dan Polda Metro Jaya. Sebab, perbuatan yang dilakukan Ormas tersebut, lanjutnya, sangat mencederai demokrasi serta kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Kami minta tidak ada diskriminasi hukum. Kasus yang sama (persekusi) di Jatinegara, Solo dan Sumatera langsung ditahan, polisi sangat reaktif. Tapi kenapa ini diam saja, padahal sudah ada bukti yang konkrit, real dan viral,” ungkap Kapita.
“Sehingga ada dua penyelidikan yang harus berjalan simultan, agar hak-hak masyarakat sebagai warga negara dilindungi oleh aparat keamanan,” imbuhnya.
Senada hal itu, Azis Yanuar menagih janji Kapolri beberapa waktu lalu yang mengatakan pelaku tindakan persekusi harus diambil langkah tegas. Padahal, kata dia, pihak aparat hanya mendapatkan bukti-bukti tersebut dari media sosial yang viral.
“Kita menagih itu dan equality before the law terhadap umat Islam yang diduga melakukan persekusi, tetapi tidak ada bukti dan sampai saat ini sedang menjalani hukuman. Ini merupakan merendahkan hak martabat umat Islam,” tegasnya.
Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma’arif menambahkan, PA 212 akan terus mengawal kasus-kasus persekusi yang menimpa ulama dan umat Islam. Siapapun Ormasnya, tegas Slamet, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, untuk memenuhi rasa keadilan.
“Artinya, Presidium tidak akan membiarkan kasus seperti ini menghilang begitu saja. Kita akan mengawal kasus persekusi di Bali baik Ormas maupun pribadi-pribadi yang menyerang Ustaz Abdul Shomad,” tandasnya.
Kendati tim kuasa hukum mendatangi Komnas HAM, tidak nampak satupun Komisioner yang memberikan tanggapan terhadap Kapitra dan rekan-rekan. Kapitra hanya diterima oleh Staff Analisis Pengaduan Komnas HAM Reza.
“Harusnya, Komisioner menerima kita. Tidak boleh ada diskriminasi. Semua warga negara yang melapor kesini (Komnas HAM) harus diterima secara antusias. Kita akan menempuh upaya lain, kalau laporan kita diabaikan,” tegasnya.
Sebagai informasi, Polda Bali sedang melakukan pemeriksaan terhadap beberapa nama yang dilaporkan tim kuasa hukum UAS. Kapitra dan tim kuasa hukum juga akan melakukan somasi terhadap pihak Hotel Aston yang tidak menjalankan perlindungan konsumen, membiarkan Ormas tersebut merangsek masuk ke dalam hotel dan meneriakan kata “bunuh” terhadap Ustaz Somad.
Diantara nama anggota dan Ormas yang terlibat dalam kegiatan demo dan persekusi yaitu Sekjen Laskar Bali Ketut Ismaya, GanasPati, Ketua PGN Gus Yadi, dan Arif selaku pengurus Sandhi Murti. Sedangkan provokator yang melakukan hasutan melalui media sosia yaitu Senator DPD RI asal Bali Arya Wedakarna, Arif dan Jemima Mulyandari.
Ahmad Zuhdi