‘Bersatu Hadapi Bencana’ menjadi tema yang akan menghimpun kepedulian seluruh manusia terhadap saudara yang tertimpa bencana.
Wartapilihan.com, Jakarta –Pusaran siklon tropis Cempaka berputar persis di selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Siklon Dahlia menderu setelah Cempaka. Imbas pusarannya yang sangat dekat dengan daratan selatan Jawa Tengah, Siklon Cempaka memicu peningkatan drastis curah hujan. Aksi Cepat Tanggap (ACT) berupaya memberikan respon tercepat dan terbaik untuk meringankan derita saudara yang tertimpa bencana.
Vice President ACT Iqbal Setyarso mengimbau masyarakat Indonesia harus tetap waspada meskipun badai Cempaka kemarin sudah mulai melemah. Sebab, kata dia, banyak masyarakat yang secara tidak sadar tinggal di tempat yang rawan bencana.
“Mari jadikan kesiapsiagaan sebagai habbit. Indonesia adalah laboratorium kebencanaan, maka turunan sikap kita harus menjadi early warning komunitas, masyarakat dan negara,” ujar Iqbal dalam konferensi pers ‘Bersatu Hadapi Bencana’ di Menara I65, Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (30/11).
Melihat tingginya eskalasi bencana, ACT telah menyiapkan sejumlah pos komando siaga bencana, baik di daerah yang memiliki ACT cabang maupun kota-kota lain dengan menggandeng ormas Masyarakat Relawan Indonesia (MRI). Iqbal menjelaskan ACT bukan hanya melakukan pencegahan, tapi pihaknya ingin mitigasi diperhatikan oleh lintas sektor pemerintahan.
“ACT memiliki banyak relawan karena bencana banyak. ACT bukan partai politik atau LSM. Tetapi kita memberikan bantuan secara intens dan mereka (penerima manfaat) tidak hanya menjadi relawan, ada yang sekarang menjadi lurah bahkan kepala desa. Semakin banyak orang menyadarkan, semakin banyak yang tergerak dengan pertolongan-pertolongan lain,” ungkapnya.
Iqbal menjelaskan, kesulitan tim lapangan ACT tidak hanya di dalam negeri, bahkan di luar negeri. Mulai dari limited bank dalam melakukan transfer, penyerahan bantuan dengan prosedur harus mengirimkan Dirjen, sampai rigid-nya birokrasi.
“Birokrasi bagi kami menjadi dewa yang sangat menakutkan. Bahkan ada (NGO) plat merah yang hanya seremonial memberikan bantuan, dokumentasi, setelah itu pergi meninggalkan tempat,” keluhnya.
Sementara itu, tim ACT sudah bersiaga di Gunung Agung, Karangasem, Bali, sejak pertengahan September. Sejak saat itu, serangkaian aksi telah dilakukan, di antaranya mendirikan dapur umum untuk menampung ratusan pengungsi. Saat status Gunung Agung meningkat menjadi siaga, tim pun segera melebarkan aksinya dengan membagikan ribuan masker kepada masyarakat sekitar Gunung Agung.
“Kami meminta pemerintah dari pusat dan Karang Asem harus mengambil langkah cepat. Dari 229 titik pengungsian, jumlah pengungsi baru 45.000. Artinya masih ada 1/3 di zona merah,” imbuh Director Disaster Emergency Respon Dwiko.
Dia menandaskan, seluruh tim sudah disiapkan di Pulau Jawa. Dalam mendistribusikan bantuan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Satkorlak. Diantaranya dari Dinsos, BPDB, TNI dan Polri di wilayah masing-masing dengan harapab tidak ada penumpukan bantuan di setiap tempat.
“Untuk tim relief, kami mengelola bagaimana manajemen posko yang harus segera memberikan pelayanan terbaik kepada para korban. Adapun jangka panjang, kita akan buatkan dapur umum yang menjadi sentral logistik masyarakat setempat,” pungkasnya.
Sebagai informasi, ACT melakukan sejumlah respon nyata terhadap bencana. Diantaranya Emergency Response erupsi Gunung Agung, Emergency Response banjir dan tanah longsor di Gunungkidul, Bantul, Yogyakarta dan Sleman, Emergency Response erupsi menahun Gunung Sinabung, Emergency Response banjir bandang Pacitan, Emergency Response banjir di Ponorogo, Emergency Response banjir di Wonogir, dan Emergency Response pergeseran tanah di Cianjur.
Ahmad Zuhdi