Wartapilihan.com, Jakarta – Sejarawan J.J. Rizal melihat adanya jurang antara kebudayaan Betawi dan dunia industri. Sebagai putera Betawi yang menekuni kebudayaan tersebut secara akademis selama 20 tahun, Rizal memandang arah pembangunan kebudayaan Jakarta salah arah. “Produk-produk yang dihasilkan pemerintah daerah, apalagi yang sekarang, itu bid’ah semua,” kata dia dalam acara Jakarta yang Berbudaya di Menteng, Jakarta Pusat, Jum’at (24/3) malam.
Ia memberi contoh yang paling sederhana, yakni pemakaian batik di hari Jum’at bagi pegawai-pegawai di Jakarta. “Di dalam sejarah, kita memang menemukan motif khusus batik betawi, tapi tidak seperti yang sekarang dengan gambar Monas, ondel-ondel, dan bajaj,” ungkapnya. Secara kasat mata hal tersebut memang tampak keren, “Tapi asketisme intelektualnya tekor,” kata pemilik penerbit Komunitas Bambu ini. Apa yang dimaksudnya dengan asketisme intelektual adalah upaya penelusuran secara intelektual kebudayaan asli Betawi.
Contoh lain diberikannya, yakni Pusat Kebudayaan Betawi Setu Babakan di Jakarta Selatan. “Saya heran setiap kali ke sana, ini Betawi dari planet mana? Uranus, Neptunus, atau Pluto?” tanyanya yang disambut tawa hadirin. Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memang sempat datang ke sana. “Dia mengomel setelah melihat praktik korupsi yang menggila dalam kepengurusannya, tapi solusinya bukan diserahkan ke pengembang, melainkan pembenahan yang lebih penting dari sekedar korupsi dana, yakni korupsi kebudayaan,” kata dia kepada Warta Pilihan. Rizal tak mau menyebut nama Ahok, dan menggantinya dengan sebutan “hamba Allah”.
“Dalam sejarah kebudayaan Betawi tidak dikenal yang namanya gapura, apalagi gapura di sana (Setu Babakan-red) memakai nama Si Pitung. Ini kebudayaan formalitas ala Orde Baru,” papar dia.
“Di sana kini ada tempat baru bernama Zona A, dengan bangunan penuh kaca dan pilar-pilar ala Barat. Di mana Betawinya?” ungkapnya dengan resah.
Setelah itu, ia menyoroti pembangunan Kalijodo yang kini dijadikan ruang terbuka papan luncur (skatepark), dengan dukungan pengembang. “Kalau kita melihat peta rencana pembangunan, daerah Kalijodo itu sepenuhnya ruang hijau. Jadi, semua harus diisi tanah dan pohon, tidak boleh disemen,” terangnya. Beberapa pembangunan sejenis membuat Jakarta turut menggusur kampung, supaya menjadi lebih mirip dengan Singapura atau Abu Dhabi.
“Padahal yang menyelamatkan perjalanan panjang kota Jakarta itu kampung, bukan perumahan elit. Setelah mendukung si “Gubernur hamba Allah”, band yang album pertamanya berjudul Kampungan (maksudnya, Slank-red) kini malah menghina kampung,” kata dia. Orang-orang yang merendahkan kampung-kampung Betawi di Jakarta adalah anonim. “Makanya sekarang banyak akun anonim, hahaha…” ucapnya santai.
Bagi Rizal, gubernur DKI Jakarta yang baru harus menjadikan kampung-kampung Betawi yang tersisa sebagai museum. “Kampung akan menjadi lokus kebudayaan,” tutupnya. I
Reporter : Ismail al Alam
Salah satu budaya kebanggaan di nusantara