Dalam kurun waktu lima puluh tahun ini terjadi perubahan yang sangat besar dalam hal perubahan peran suami dan istri. Dulu, para suami bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga, sedangkan istri lebih banyak mengurus kehidupan rumah tangga. Kini, karena perubahan global, kebanyakan istri pergi mencari nafkah juga yang secara tak langsung mengganggu kondisi hormonal perempuan.
Wartapilihan.com, Jakarta –Hal itu disampaikan Ummu Rochimah, Konsultan Keluarga RKI Setiabudi. Menurutnya, dengan terjadinya perubahan perilaku hidup secara global di semua belahan dunia, membuat keseimbangan hidup berumah tangga ikut terpengaruh.
“Meningkatnya beban biaya kehidupan mau tidak mau telah ikut berperan dalam mengeluarkan istri dari rumahnya untuk ikut mencari nafkah bersama dnegan suami. Secara langsung hal ini akan mempengaruhi irama perjalanan kehidupan rumah tangga, ” tutur Rochimah, pada laman keluarga.or.id, Kamis, (12/4/2018).
Berkurangnya waktu bagi istri untuk mengurus rumah dan keluarganya serta berkurangnya waktu untuk sosialisasi dan bermasyarakat, ia menerangkan, akan membawa dampak meningkatnya stres di kalangan istri.
“Saat seorang istri yang turut bekerja pulang ke rumah, ia akan dihinggapi beban untuk menjadikan rumahnya tetap rapih, anak-anak dan suami terpenuhi kebutuhannya. Hal ini akan menjadi stress baru baginya. Untuk itu ia perlu jenis dukungan yang baru dari pasangannya. Inilah sumber stres baru dalam kehidupan rumah tangga masa kini,” tukas dia.
Stress membuat perbedaan antara laki-laki dan perempuan menjadi semakin dalam. Tanpa adanya stress saja, kadang kala suami dan istri tidak bisa memahami perbedaan yang ada pada keduanya. Jika ditambah dengan beban stres yang muncul sebagai dampak perubahan peran, tentu dapat mengakibatkan semakin memperdalam perbedaan yang ada.
Ummu mengatakan, pada umumnya perempuan akan mengalami perubahan keseimbangan yang disebabkan berubahnya hormon-hormon perempuan selama siklus menstruasi berlangsung.
“Ini peristiwa alamiah yang terjadi pada perempuan umumnya. Sejatinya dalam diri laki-laki maupun perempuan terdapat hormon-hormon yang sama seperti hormone estrogen, progesterone, oksitosin dan testoreton. Yang membedakannya hanya dari segi jumlahnya saja. Jadi dalam diri setiap manusia tanpa terkecuali ada sisi feminin dan sisi maskulin,” terang Rochimah.
Ia pun mengutip perkataan John Gray, Ph.D dalam bukunya Beyond Mars and Venus: Membangun Hubungan Ideal di Zaman yang Semakin Kompleks. John mengelompokkan karakteristik feminin dan maskulin sebagai berikut. karaktersistik dari sisi feminin antara lain: bergantung, emosional, merawat, rentan, kooperatif, berdasarka bisikan hati, mencintai, menerima, tulus, memercayai, dan cepat tanggap.
Sedangkan karakteristik dari sisi maskulin, yaitu : mandiri, menjaga jarak emosi, pemecah masalah, tangguh, kompetitif, berdasarkan analisis, berdaya, tegas, kompeten, percaya diri, dan bertanggung jawab. Karakter-karakter ini dimiliki oleh siapa saja tidak peduli ia seorang laki-laki mapun perempuan.
Ia menekankan, seorang istri yang ikut ambil bagian dalam upaya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, hal ini secara alamiah akan mempengaruhi keseimbangan hormon-hormon tersebut.
“Pekerjaan di luar rumah, baik itu di kantor atau di luar ruangan lainnya akan meningkatkan hormon yang lebih menonjolkan sisi maskulin seseorang. Sehingga akan terjadi ketimpangan hormon jika ia tidak mampu meningkatkan hormon dari sisi femininnya. Ketika ini terjadi, ia akan lebih rentan terhadap berbagai gejala stress,” imbuhnya.
Adapun gejala umum stres pada istri saat terjadi ketidakseimbangan istri adalah (1) merasa terbebani, (2) sering berputar pada pikiran negatif, (3) mengalami kelelahan baik fisik maupun lelah jiwa, (4) mengalami kesulitan tidur, (5) sering menyimpan dendam, (6) merasa tidak puas terhadap apapun, (7) gairah seksual menurun atau menjadi rendah, (8) memiliki kekerasan hati dan menjadi keras kepala, (9) sulit untuk melakukan perubahan, dan gejala yang terberat adalah (8) mengalami depresi.
Terapi Ampuh Menghilangkan Stres Istri
Masih dijelaskan oleh Ummu Rochimah, salah satu hormon yang dapat menciptakan kebahagiaan bagi seorang istri atau perempuan yatiu hormon oksitosin, sering disebut juga sebagai hormon bahagia atau hormon cinta.
“Hormon ini dapat menurunkan kadar stress bagi seorang istri . Istri atau perempuan dapat memproduksi oksitosin ketika mereka menerima dukungan yang dapat mengungkapkan sisi feminin dalam dirinya,” ucap dia.
Salah satu terapi yang ampuh untuk menghilangkan stress pada istri adalah ketika ia menemukan tempat untuk berbagi perasaan. Istri akan berusaha mencari tempat untuk berbagi perasaan.
“Dalam ruang-ruang konseling seringkali dijumpai istri atau perempuan yang berbagi perasaan dan mengeluhkan suaminya kepada konselor menemukan dirinya mengalami penurunan stress yang cukup signifikan dibandingkan sebelum ia berbagi perasaan walaupun konselor tidak melakukan apapun kecuali mendengarkan dan tidak menyangkal perasaannya,”
Maka dari itu, seorang suami perlu untuk belajar mendengarkan perasaan istri dengan tulus dan tanpa menyalahkan atau menghakimi istrinya.
“Seorang suami perlu mengingat bahwa mendengarkan perasaan istri bukan saja langkah pertama dalam memecahkan masalah. Bagi istri yang sedang dilanda stres, didengarkan saja perasaannya tanpa suami harus melakukan apapun sudah menjadi jalan keluar dari stresnya,” tukas Rochimah.
Kendati demikian, menurutnya, istri juga perlu mengingat bahwa mengeluh tentang pribadi pasangannya tidak akan memberikan jalan keluar apapun. Istri harus belajar untuk berbagi masalah dan tidak mengeluhkan tentang pribadi pasangannya, hal ini akan membuatnya mampu menemukan daya untuk memunculkan sisi terbaik dirinya di hadapan pasangan.
“Perlu diketahui bersama oleh pasangan suami dan istri, bahwa rumah tangga akan menjadi lebih tenang dan nyaman ketika mereka berdua dapat mengelola stres dengan baik. Stres yang tidak dikelola dengan baik oleh orang tua dapat berdampak buruk bagi perkembangan jiwa anak-anaknya,” pungkas dia.
Eveline Ramadhini