Kecintaan saya terhadap keutuhan NKRI tidak lebih kecil dari kecintaan anda dan institusi anda kepada Republik Indonesia ini.
Wartapilihan.com, Jakarta – Belakangan ini semakin hari semakin terasa upaya-upaya sistematis untuk menyudutkan umat Islam di negeri yang merupakan negeri dengan mayoritas penduduk Islam terbesar di dunia. Meskipun dirinya buta, ia senantiasa mengikuti perkembangan sosial, politik dan keagamaan yang terjadi setiap hari di Republik ini terutama upaya-upaya lembaga penegak hukum dalam mendegradasi eksistensi Islam di tanah air ini. Demikian ungkap Imam Ikhwanul Muslimin Indonesia Habib Husein Alhabsyi, Senin (3/7).
“Dimulai dari perintah anda kepada bawahan agar melarang umat Islam melakukan shalat Jumat di pelataran Jalan Sudirman karena khawatir terjadi amuk massa, menangkap dan memperkarakan tokoh-tokoh nasional dengan tuduhan makar tanpa alasan yang kuat, membela penista agama secara berlebihan, melakukan kriminalisasi para ulama dengan merekayasa dan mengesampingkan fakta hukum lain, mendramatisir situasi keamanan seolah Indonesia sudah darurat teroris hingga membuat iklan layanan masyarakat yang menyudutkan umat Islam sebagai kelompok intoleran,” kata Habib Alhabsyi.
Lebih lanjut, upaya terakhir Kapolri kata Alhabsyi, adalah kulminasi yang tak sulit untuk dimaafkan. Betapa dalam tayangan iklan layanan masyarakat Divisi Humas Polri, masyarakat disuguhkan tontonan sebuah film dengan episode penuh fitnah keji terhadap umat Islam. Polri dinilai sengaja memproduksi film yang disutradarai oleh seorang nonmuslim yang tak memiliki aqidah Islam sedikit pun, sehingga dengat sangat vulgarnya mencitrakan umat Islam sebagai kelompok manusia kejam yang memiliki fanatisme sesat.
“Andai saja anda mau dan memiliki komitmen terhadap Islam, tentu anda akan meminta kepada banyak sutradara muda muslim untuk menggarap film layanan masyarakat itu. Atau setidaknya, sebelum ditayangkan kepada publik, anda terlebih dahulu menanyakan kontennya kepada sineas senior atau kepada ulama agar citra toleransi tidak digambarkan dengan menyudutkan kelompok umat lain utamanya umat Islam,” lanjut pimpinan Ikhwanul Muslimin Indonesia ini.
Menurutnya, hal ini merupakan penghinaan dan bentuk intoleransi yang sengaja direkayasa dan dilakukan oleh institusi yang dipimpin Kapolri. Seolah Polri belum afdol jika hanya memusuhi ulamanya saja tanpa juga merusak citra Islam. Personifikasi Islam dalam benak Kapolri digambarkan sebagai penjahat perusak persatu dan kebhinekaan di negeri ini yang kehadirannya lebih berbahaya dari PKI dan mesti diwaspadai oleh setiap warga negara. Padahal, dalam perjalanan bangsa-bangsa dunia maupun perjalanan Republik yang kita cintai ini, Islam selalu sebagai prime mover dalam melepaskan belenggu penjajahan guna meraih kemerdekaannya serta memberikan porsi toleransi terbesar dalam berbangsa dan bernegara dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan dalam wadah NKRI.
“Sebaliknya, musuh-musuh Islam tak menghendaki Islam dijadikan sokoguru dalam membina kerukunan dalam berbangsa dan bernegara ini sehingga adalah hal yang lumrah apabila Islam selalu dianggap sebagai common enemy dan ancaman bagi mereka,” tegas Alhabsyi.
Namun, terang Alhabsyi, tatkala rekayasa untuk memojokkan citra Islam itu dilakukan oleh sebuah institusi negara yang tupoksinya semestinya memiliki tanggung jawab menjadi pengayom dan pelindung seluruh rakyat Indonesia maka timbul pertanyaan mendasar, siapa sebenarnya orang-orang yang berada dalam institusi kepolisian saat ini? Jangan-jangan musuh Islam telah menguasai institusi tersebut.
“Sejatinya, satu pertanyaan patut disampaikan kepada anda apa kesalahan umat Islam kepada anda sehingga anda begitu sangat membenci Islam? Apakah Islam pernah mengambil hak-hak anda? Sehingga anda dengan kejamnya memfitnah Islam seolah Islam adalah musuh negara yang harus diperangi,” tanya Alhabsyi.
Penyebaran film provokatif Aku adalah Kau Yang Lain yang disebarkan hampir bertepatan dengan hari raya besar umat Islam, Alhabsyi yakin hal tersebut dilakukan dengan perencanaan matang dengan maksud tertentu mengingat Tito Karnavian dikenal sebagai polisi yang cerdas. Tidak mungkin orang secerdas dia akan melakukan hal itu dengan ceroboh.
“Oleh sebab itu, seandainya ada yang mengatakan penyebaran film tersebut merupakan hal yang spontanitas dan tanpa sengaja maka berarti mereka menghina kecedarsan anda, Tito. Kami paham bahwa jabatan yang anda sandang sekarang merupakan hadiah dari presiden Jokowi yang sewaktu waktu bisa ditarik kembali oleh Jokowi sehingga anda harus menghamba kepada Jokowi untuk mempertahankan jabatan itu. Tapi apakah penghinaan dan sikap permusuhan terhadap Islam merupakan salah satu cara untuk menghamba kepada Jokowi agar kursi anda selamat?,” ungkapnya.
Selain itu, kata Alhabsyi dengan kecerdasan yang Kapolri miliki, ia yakin Tito sangat paham terhadap apa yang disukai oleh Jokowi, sehingga setiap kegiatan institusi termasuk penyebaran film ini merupakan kegiatan yang direncanakan dan disiapkan dengan cermat.
“Sebegitu tamak kah anda dengan jabatan ini sehingga anda tidak memperdulikan dampak sosial perpecahan dan saling curiga antar kelompok yang mungkin timbul akibat penyebaran film ini? Apakah jabatan itu lebih penting dari pada persatuan rakyat? Lambat tapi pasti anda telah berubah menjadi centengnya Jokowi,” ucap dia.
Sepengetahuan Alhabsyi, institusi kepolisian adalah alat negara yang ditugaskan untuk menegakkan hukum dan keadilan sehingga sifat adil merupakan syarat yang paling utama yang harus dimiliki oleh setiap insan Polri. Sebab jika tidak maka institusi ini rentan menjadi sarang penjahat karena memiliki semua fasilitas untuk mengamankan diri.
“Kalau kita melihat perilaku Polri dalam melaksanakan tugasnya maka tidak akan cukup waktu guna terus membahas ketidakadilan institusi anda. Berapa banyak kasus yang anda tangani berdasarkan pesanan dan pilih kasih. Saya ambil contoh kasus-kasus belakangan ini, kasus makar yang tidak jelas kelanjutannya, pelindungan anda kepada Ahok yang begitu protektif sehingga tak mengembalikanya ke tempat yang layak dan proporsional sebagai seorang narapidana yang semestinya di tempatkan di lapas bukan di Mako Brimob serta rekayasa kasus ulama-ulama Islam yang dengan sigapnya anda tangkap karena diduga melakukan pelanggaran hukum,” jelas Alhabsyi.
Sementara, dilain pihak Kapolri menutup mata jika pelanggarnya bukan umat Islam. Alhabsyi tidak meminta Tito untuk tidak menangkap ulama yang melanggar hukum, tetapi tegakkanlah hukum keadilan kepada secara imparsial terhadap siapa saja. Contoh lagi, penyebar chat WA Kapolri dengan Kapolda dalam hitungan hari langsung bisa di tangkap, tetapi penyebar chat WA Habib Rizieq Shihab dengan Firza tidak pernah ditangkap, malahan HRS dan Firzalah yang dijadikan tersangka.
“Belum lagi begitu bengisnya anda memburu HRS dan mencemarkan namanya seolah dia adalah penjahat yang telah merugikan negara dengan kasus dugaan pornografi, sementara itu anda tidak terusik dengan banyaknya koruptor yang jelas-jelas telah merugikan negara ratusan triliun dan lari ke luar negeri, sedikitpun anda tidak berusaha mengejarnya bahkan menyinggungnya pun tidak,” tukasnya.
Apakah karena agama mereka tidak Islam sehingga mereka mendapat dispensasi? Atau jangan-jangan para koruptor tersebut tidak menikmati sendiri hasil curiannya sehingga mereka bisa tetap nyaman menikmati pelariannya. Dengan catatan seperti ini sulit bagi bangsa Indonesia untuk membedakan mana penegak hukum dan mana pelanggar hukum karena mereka menggunakan seragam yang sama.
“Saya dengar anda beragama Islam, dan sebagai sesama umat Islam ada kewajiban saya untuk mengingatkan anda tidak perduli anda mau mendengarkan atau tidak. Perlu anda ingat lagi bahwa jabatan yang anda pegang saat ini tidak hanya akan dipertanggung jawabkan di dunia saja melainkan juga di depan sang pencipta,” saran dia.
Itulah mengapa para ulama dan pemimpin Islam di masa lalu menganggap jabatan sebagai bencana, karena mereka mengetahui betapa beratnya beban yang harus dipikul dan dipertanggung jawabkan. Dengan jabatan yang Kapolri pikul sekarang, simpul Alhabsyi, Tito berpotensi untuk melakukan kesalahan tidak hanya kepada Allah tapi juga kepada umat manusia.
“Mungkin anda bisa meminta ampun kepada Allah atas kesalahan anda saat menjabat tapi apakah anda sadar bahwa itu tidaklah cukup untuk membersihkan diri jika anda belum mendapat maaf dari orang-orang yang telah anda dzolimi. Jangan sampai kehidupan akhirat anda menderita karena banyaknya manusia menuntut keadilan Allah atas kedzolimanmu,” tandasnya.
Terakhir, ia berharap surat ini bisa menjadi renungan untuk bisa berbuat lebih adil di masa yang akan datang.
“Tito, ini surat pertama saya untuk anda dan bukan merupakan surat yang terakhir, saya akan terus memantau mengontrol kinerja anda,”paparnya.
Terakhir, ia berharap surat ini bisa menjadi renungan Kapolri untuk bisa berbuat lebih adil di masa yang akan datang. II
(Ahmad Zuhdi)